Friday, December 31, 2010

Toilet di China, yaikksss!!

Toilet bagi saya kerap menjadi persoalan dalam traveling. Mulai dari toilet di hotel, hostel, toilet umum, hingga di bandara. Anda tentu sepakat, fungsi toilet luar biasa penting bukan? Tetapi bagaimana bila Anda darurat harus menggunakannya, dan kondisi toilet tidak layak pakai?

Hmmm, saya punya pengalaman itu. Saya memang belum traveling ke banyak negara. Namun dari lima negara yang sudah saya kunjungi, saya sepakat China adalah negara yang memiliki toilet terbusuk. Hahaha, so sorry. Tapi kalau mengingat penderitaan saya yang dalam kondisi darurat ingin ke toilet dan tidak ada toilet layak pakai, maka saya tidak menyesal memberikan penilaian itu.

Bayangkan, bahkan di bandara international pun, beberapa toilet yang tersedia super kotor, tidak di sentor setelah dipakai, dengan kotoran kemana-mana. Kebetulan saja? well, saya mengalaminya di toilet Chengdu Shuangliu International Airport, di Provinsi Sichuan, serta di Kunming Wujiaba International Airport. Sekali lagi saya tegaskan ya, ini bandara internasional, yang notabene kita berharap kebersihannya standarlah.

Di China, mereka menggunakan toilet duduk (western) serta jongkok. Jadi ada dua jenis. Nah, waktu itu saya akan melakukan penerbangan dari Chengdu menuju ke Kuala Lumpur. Penerbangan pagi, biasanya memang akan sedikit terganggu dengan berontaknya pencernaan. Nah, cari-cari toilet, saya sudah bergumam, untung saya di bandara. Saya bisa memastikan akan mendapatkan toilet yang bagus. Hahaha, bukan hari keberuntungan saya. Karena beberapa toilet yang saya buka, berceceran kotoran (maaf). Udah, pusing saja rasanya kalau sudah begini.

Akhirnya saya pilih menahan, dan segera check in, saya pikir, nanti lebih baik di toilet ruang tunggu sebelum boarding pass. Asumsinya, di ruang tunggu hanya ada calon penumpang yang bisa menggunakan toiletnya, dan itu tidak banyak, sehingga kemungkinan dapat yang bersih. Dan benar juga, saya akhirnya "melahirkan" di sana.

Sebelum itu, saya juga menemukan kondisi serupa di Kunming Wujiaba, bandara internasional ini pun dilengkapi dengan beberapa toilet jorok yang berlepotan kotoran di mana-mana. Khususnya toilet jongkoknya. Maklum, meskipun ada toilet jongkok, tetapi tidak ada fasilitas air untuk sentor kotoran, misalnya kran, ember dan gayung. Jadi asal tinggal aja. Yaiiksss.

Bukan monopoli bandara saja lho. Pengalaman saya menginap di Cloudland Youth Hostel di Kunming juga demikian. Jadi saya tinggal di dorm lantai dua. Di sini ada sekitar lima kamar, satu kamarnya diisi 4 orang. Jadi ada sekitar 20 orang di satu lantai. Nah, ada tiga toilet: satu toilet jongkok (tanpa fasilitas sentor, teteup), serta dua toilet duduk. Pagi hari, saya berencana menggelar "ritual". Masuklah saya ke toilet jongkok yang memang terbuka, nah saya kembali menemukan barang yang tidak saya harapkan hahaha. Pindah ke toilet duduk satunya, closetnya tertutup. Saat saya buka, hahaahhaha...saya tidak akan menceritakan kepada Anda. Dan otomatis tinggal satu toilet. Saat saya masuk, pintunya ternyata tidak bisa ditutup. Ya sudah, saya capek, kesal, dan hasrat "ritual" tiba-tiba musnah sudah.

Saya sendiri tidak pernah menemukan hal-hal jorok di negara-negara lain yang pernah saya kunjungi. Entah kenapa di China saya kerap mendapatkan pengalaman ini. Untungnya, saya tidak menemukan toilet terbuka, seperti yang diceritakan teman saya dari Italia yang telah lama tinggal di Guangzhou.
"Di daerah-daerah pinggiran, kamu akan menemukan toilet-toilet terbuka. Di mana, orang dewasa bisa buang hajat seenaknya, dan terlihat orang lain."

"Apa mereka tidak malu ya?" tanya saya heran.

"Oh tidak, semua akan berlangsung kilat. Mereka akan menggunakan toilet itu dalam keadaan yang sangat darurat, benar-benar sudah tidak tahan, barulah lari ke toilet. Apalagi bila mereka makan makanan pedas, dapat dipastikan buang hajat hanya berlangsung tak lebih dari lima menit..." ujar teman saya itu kalem.

Yaikkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkssssssssssssssss........!!!

Saturday, December 11, 2010

Cara jitu promosi wisata ala Thailand: Film!!

Well, sepanjang sebulan terakhir ini memang saya lagi seneng-senengnya berbicara tentang Thailand. Apalagi kalau bukan karena bersamaan dengan launching buku saya tentang perjalanan ke Thailand dari wilayah utara hingga selatan hehehehe.

Saya memang menggoda Anda untuk mengeksplorasi negara ini. Murah, eksotis, indah, serta didukung manajemen pariwisata yang top dari pemerintahnya, Thailand juga menawarkan kemudahan untuk para pemain industri perfilman dunia untuk shooting film di negara ini. Kita bisa melihat keindahan Thailand dari film-film Hollywood lho. Sejak awal pengampu pariwisata di sana sangat sadar sesadar-sadarnya bahwa menjadi lokasi film, apalagi film produksi Hollywood, apalagi filmnya meledak, pasti akan memberikan promosi gratis yang luar biasa.

Nah...stop, stop dulu. Pemikiran visioner semacam ini yang jarang dimiliki para pengampu wisata kita ataupun pembuat kebijakan di Indonesia. Yang ada justru mempersulit, birokrasi rangkap seribu dengan meja yang harus dilalui bisa sejuta. Hahaha...iya saya lebay. Jengkel soalnya bila melihat pemerintah tidak tanggap terhadap kesempatan-kesempatan emas yang muncul dari luar, demi promosi wisata kita yang tak kalah dari Thailand sebenarnya. Contoh kasus produksi film The Year of Living Dangerously, film Hollywood yang dibintangi aktor sekelas Mel Gibson, Sigourney Waver, Linda Hunt, dan meraih Oscar untuk pemeran pembantu terbaik yaitu Linda Hunt, ini berlatar situasi politik di Indonesia pada masa Soekarno dari kacamata jurnalis Australia yang diperankan Gibson. Menariknya, shooting-nya diadakan di Filipina, karena kesulitan ngurus izin di Indonesia hahahaha.

Baru sekarang aja beberapa pimpinan daerah melek. Ini bisa kita lihat dari film Eat, Pray, Love-nya Julia Robert yang katanya 30% ber-setting Bali. Hasilnya? semakin menjulangkan nama Bali bukan? Tapi telaaaat. Thailand sudah melakukannya bertahun-tahun lalu.


Thailand bahkan sudah memulainya sejak tahun 1920-an. Beberapa film Amerika diproduksi di sana. Hingga tahun 1970-an, beberapa film keren muncul dengan setting di Thailand. Beberapa yang mencuri perhatian misalnya adalah film Around The World in 80 Days, film garapan Michael Anderson pada tahun 1956, serta film The Man with The Golden Gun (1974), yang dibintangi Roger More sebagai James Bond. Mengambil shooting di Bangkok serta Phang Nga Bay, inilah mungkin salah satu film Hollywood yang bersetting di Thailand yang paling terkenal. Sampai-sampai salah satu pulau di Phang Nga Bay yang dulu jadi lokasi shooting, dinamakan James Bond Island dan saat ini menjadi pulau tujuan wisata yang terkenal. Kalau Anda melakukan perjalanan dari Bangkok-Surat Thani - Phuket, maka antara Surat Thani - Phuket, Anda akan melewati Phang Nga Bay. Indah? Tentunya.

Nah, di luar itu, masih ada sederet film-film keren lainnya. Untuk era kita, yang cukup terkenal misalnya, The Deer Hunter, film yang dibintangi aktor kelas Oscar, Robert De Niro, Christopher Walken dan John Cazale, yang antara lain mengambil setting di kawasan Patpong, Bangkok serta di Provinsi Kanchanaburi.


Belum lagi beberapa film yang bersetting Asia Tenggara namun mengambil shooting di Thailand. Misalnya film keren The Killing Fields (1984), yang seharusnya ber-setting Kamboja, namun mengambil shooting di Hua Hin dan Phuket.

Demikian juga film-film berlatar Vietnam seperti Rambo, First Blood Part II, Casualties of War, Good Morning Vietnam, Heaven and Earth, film komedi berlatar Vietnam Operation Dumbo Drop, hingga sekuel James Bond tahun 1997, Tomorrow Never Dies yang menjadikan Bangkok sebagai Kota Ho Chi Minh.

Masih belum kenal juga film-film itu saking lawasnya? Bagaimana kalau film keren Alexander karya Oliver Stone dengan bintang Colin Farrel? ini film mengambil lokasi shooting salah satunya di Ubon Ratchathani. Atau komedi Bridget Jones; The Edge of Reason yang mengambil lokasi di Bangkok dan Phuket. Selain itu masih ada American Gangster-nya Ridley Scott yang dibintangi Denzel Washington dan Russell Crowe, film tahun 2006 yang mengambil lokasi di Chiang Mai, atau lihatlah keindahan Provinsi Krabi di sekuel film Star Wars: Episode III Revenge of The Sith (2005). Dan yang sedikit lebih gres dalam ingatan saya adalah film tahun 2008 yang dibintangi Nicolas Cage, Bangkok Dangerous film laga yang menggambarkan keindahan Bangkok dengan hiruk pikuknya.

Dalam perjalanan dengan bus dari Surat Thani ke Phuket, saya barengan dengan banyak bule, dari yang solo traveler sampai yang berombongan. Beberapa turun di sudut jalan, katanya mau melanjutkan ke Krabi, ada seorang yang turun di sudut jalan lain, katanya mau ke Phang Nga Bay. Dalam hati saya kagum, daerah-daerah terpencil ini ternyata namanya sudah menelusup ke telinga para traveler dari belahan dunia yang lain.
Mungkin Indonesia sudah memulainya dengan Bali dan beberapa pulau besar lainnya. Tetapi semoga tidak berhenti di sini dan prosesnya tidak selamban ini. Bangga lho melihat Julia Robert naik sepeda onthel membelah pematang sawah di Bali. "Hey, itu shooting-nya di Bali lho, salah satu pulau tercantik di negara saya, Indonesia."

regards,

A

Friday, December 10, 2010

Bangkok Kota Paling Berbahaya, benarkah?

Radio Nederland Wereldomroep merilis 10 kota paling berbahaya di dunia. Dalam daftar tersebut, Bangkok Thailand menjadi satu-satunya kota di Asia yang masuk daftar. Berikut daftar lengkapnya:

1. Ciudad Juarez, Meksiko
2. San Pedro Sula, Honduras
3. Caracas, Venezuela
4. New Orleans, Amerika Serikat
5. Cape Town, Afrika Selatan
6. Moscow, Rusia
7. Port Moresby, Papua Nugini
8. Rio de Janeiro, Brasil
9. Bangkok, Thailand
10. Bagdad, Irak

Dalam daftar itu, tidak disebutkan secara spesifik kenapa Bangkok disebut berbahaya. Hanya disebutkan bahwa angka transaksi narkoba semakin besar. Asumsinya, biasanya kegiatan semacam ini akan diikuti dengan tindak kriminal lainnya.

Nah, apakah Bangkok seberbahaya itu? Saya sudah dua kali ke Bangkok, dan saya terbiasa jalan-jalan ke sudut kotanya sampai ke perkampungan, pindah dari satu MRT, Sky Train, bus kota super murah, hingga jalan kaki. Saya masuk ke wilayah-wilayah yang katanya disebut berbahaya pasca kerusuhan domestik terkait situasi politik di sana. Tetapi dalam pandangan saya, semua aman-aman saja.

Saya tidak terlalu banyak melihat polisi berlalu-lalang. Ada beberapa polisi di pos-pos polisi dan menurut saya jumlahnya tidak seberapa. Dalam pandangan saya, mungkin bukannya mereka tidak siaga, tetapi menyebarkan polisi di sudut kota secara berlebihan justru akan memberikan kesan kota itu tidak aman.

Paling telat, saya kembali ke penginapan jam 10 malam, dan saya merasakan semua aman-aman saja. Suatu malam, saya pernah menunggu bus kota dari kawasan Mo Chit, Bangkok, yang lumayan jauh dari penginapan. Malam itu hujan, dan saya berada di pinggir jalan yang sepi, ada beberapa orang yang menunggu juga. Namun, hingga malam, bus saya tidak tampak, akhirnya saya sendirian di sana karena semua sudah naik ke bus masing-masing. Sedikit agak waswas, tetapi saya akhirnya mendapatkan bus saya. Tidak ada masalah, dan semua sepertinya hanya perasaan saya saja. Di dalam bus, saya sendirian karena hari sudah malam. Karena tidak mau mengantar saya seorang, kondektur bus meminta saya turun di kawasan Chathucak, untuk mencari bus lain. Bukan dioper, karena mereka tidak mengembalikan uang saya atau mencarikan bus pengganti.

Apakah saya mengalami masalah? Tidak sama sekali. Saya hanya waswas, dan itu wajar. Kita memang harus waspada.

Justru pada siang hari, saya banyak melihat kriminal-kriminal kroco yang berkeliaran. Khususnya di kawasan-kawasan wisata. Mulai sopir tuktuk yang brengsek, penjual makanan yang brengsek, tukang tipu berkedok memberi makanan ke burung-burung di taman, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, menurut saya masih wajar. Hampir di semua tempat wisata pasti adalah orang curang semacam ini. Selebihnya, saya melihat Bangkok kota yang aman untuk berwisata, dengan catatan tentu saja ya. Catatanya apa? ya kalau dalam konteks kita traveling, tentu kita tidak traveling atau jalan-jalan pada dini hari bukan?

Kadang orang mencampur adukkan soal perasaan aman dengan perasaan nyaman. Saat kita berada di tempat sepi dan merasa takut (padahal kenyataannya tidak mengalami tindak kriminal sama sekali) maka kita berkesimpulan bahwa itu tidak aman. Menurut saya, ini perlu dibedakan ya. Saya jadi inget dengan apa kata Clifton Fadiman:

“When you travel, remember that a foreign country is not designed to make you comfortable. It is designed to make its own people comfortable.”

so, pack your backpack now ! selamat traveling.

regards,

A

Sunday, December 5, 2010

Waspada bila naik Tuk-Tuk di Bangkok


Di depan National Museum, Bangkok, Thailand, saya bertemu dengan orang yang pada akhirnya menipu saya.Awalnya, saya hanya ingin memotret bagian depan museum. Tiba tiba seorang laki-laki setengahbaya dengan bahasa Inggris bagus mendekati saya.

Dia memperkenalkan diri sebagai orang yang mengantar anak-anak sekolah ke museum ini. Dia lalu banyak bertanya tentang siapa saya dan dari mana. Bicaranya cepat tanpa sempat saya menjawab. Setelah itu, dia berbicara tentang suatu toko perhiasan yang dia sebut sangat murah. Dia menunjukkan cincin yang dia beli dan harganya separuh dari harga pasaran. Dia bercerita soal big sale yang hanya akan digelar hari itu saja.

Lalu, dia juga bercerita soal kuil Buddha yang tidak banyak turis datang, tetapi sangat indah. Dia menunjuk di peta tentang dua kuil ini. Sikap ramahnya membuat saya menyimak, meskipun dalam hati kecil saya merasa sedikit bertanya-tanya. Terus dia bercerita soal banyaknya Tuk-Tuk yang sering menipu. “Kalau pakai Tuk-Tuk, cari yang warna kuning hijau. Itu lebih murah,” kata dia dan tanpa saya sadari tiba-tiba dia sudah menghentikan satu Tuk-Tuk yang entah muncul dari mana. Lalu dia sudah menawar begitu saja, dari harga penawaran ฿80 (Rp22.400,00) mereka tiba tiba saja sudah sepakat dengan harga ฿20 (Rp5.600,00) untuk mengantar saya ke lokasi-lokasi yang dia sebut. Saya seperti kerbau dicucuk hidungnya, dan mau saja masuk ke Tuk-Tuk.

Hanya dalam beberapa menit kemudian, saya baru sadar ada yang tidak beres. Namun, saya kemudian memutuskan akan meladeni duo-partner in crime ini. Hayooo aja, lagian pertaruhan saya cuma uang Rp5.600,00. Benar saja, di tujuan pertama saya diantar ke sebuah kuil (lebih tepat menyebutnya rumah), dan benar-benar tidak ada apa-apanya. Pun tak ada seorang turis.
Saya coba masuk sebentar, berbincang- bincang dengan seseorang di dalam yang juga ngoceh panjang-lebar soal toko perhiasan yang harus saya kunjungi (wah … ini juga kaki-tangan).

Tak lebih dari lima menit saya keluar menuju Tuk-Tuk. Dan saya meminta pengemudi Tuk-Tuk mengantar saya balik ke National Museum. Tetapi dia berkeras tidak mau, dan tetap akan mengantar saya ke toko perhiasan.

Lho? Siapa yang bayar siapa, coba? Ya, sudah, saya ladeni. Begitu sampai depan toko perhiasan, perasaan tidak enak saya terbukti. Saya diantar ke depan sebuah toko perhiasan kecil, sangat kecil, hanya serupa rumah toko, tetapi tidak bertingkat. Saya bilang ke sopir Tuk-Tuk, saya tidak akan masuk ke dalamnya dan meminta dia mengantar saya balik seperti kesepakatan.

Pengemudi itu tidak mau mengantar saya. Kami berdebat sengit, dan dia berkeras tidak mau mengantar dan meminta saya masuk ke dalam sekitar 5 menit saja, supaya dia bisa mendapatkan kupon bensin. Gotchaa!! Akhirnya dia mengaku juga hanya ingin mencari kupon bensin.

Saya beri dia uang ฿50 (Rp14.000,00) dan meminta kembalian. Dia hanya memberikan kembalian ฿20 saja (Rp5.600,00), lebih ฿10 daripada yang kami sepakati. Saya sudah tidak peduli lagi, saya tinggalkan dia.

Di hari berbeda setelah itu, saya bertemu dengan teman dari Guatemala, Lucia, dia menceritakan kasus yang sama. Dan Lucia ini sempat menurut masuk ke toko perhiasan itu. Dan di sana dia tidak membeli apa pun, lalu sang penjual memperolok Lucia, “Kamu datang ke toko ini hanya untuk melihat lihat? Kamu tidak punya uang, tetapi masuk ke toko perhiasan?” Ouughhhh … pengin sekali menghajar orang-orang seperti ini.

Jangan percaya begitu saja kepada orang yang tiba-tiba datang kepada Anda dengan kata-kata manis. Pola pola penipuan semacam ini sebenarnya sudah terendus polisi. Itulah mengapa di peta yang dibagi gratis kepada turis di tourist information center booth juga tertera peringatan semacam ini, termasuk ke mana Anda harus melaporkan bila ada yang menghadapi kasus semacam ini.

Thursday, November 18, 2010

Conquering Thailand

Sawasdee !!


Adalah Thailand yang memikat saya sehingga saya memutuskan negara ini ke dalam daftar salah satu negara yang saya kunjungi dalam backpacking saya yang pertama, tahun 2009 lalu. Saya tidak mengira, pada suatu saat saya akan membuat buku tentang Thailand, bukan hanya mengisi catatan perjalanan untuk blog saya atau memenuhi notes di akun Facebook saya.

Saya tidak mengira akan menulis sesuatu dengan semangat menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama dengan apa yang saya lakukan.

Pada Oktober 2009, saya mengunjungi negeri eksotis ini untuk pertama kalinya, mulai dari ujung utara Thailand, berbatasan dengan Myanmar, hingga di wilayah tengah, yaitu Bangkok. Saya kemudian menuangkan catatan perjalanan saya dalam features tiga seri di koran tempat saya bekerja dulu. Tiga seri seperti tidak pernah cukup untuk mewadahi banyaknya cerita menarik dalam perjalanan saya kala itu. Terlalu banyak aspek menarik, sejuta dimensi unik, yang seperti berontak dan berjejal ingin dituangkan dalam tulisan. Lalu saat B-First meminta saya untuk berangkat lagi ke Thailand pada 19-29 Juli 2010, rasanya seperti mendapatkan jus dingin segar di gurun yang luas. Maka menggarap buku ini adalah mengasyikan bagi saya, layaknya kelegaan memecah banyak bisul saja.
Semangat saya dalam menggarap buku ini sederhana saja. Tentu bukan ingin dianggap sebagai orang yang tahu dari A-Z tentang Thailand. Saya hanya ingin berbagi cerita dan informasi tentang Thailand dengan cara saya, sudut pandang saya, dan berharap itu semua berguna, that’s it. Saya tidak ingin dianggap sok tahu, sementara dalam pandangan saya banyak aspek yang belum saya “rekam” secara sempurna. Di luar itu, saya tahu banyak sekali traveler dan backpacker yang memiliki jam terbang tinggi dan pengetahuan mendalam tentang negara ini, jauh dari pengetahuan yang saya memiliki. Sebut saja saya orang yang beruntung diberi kesempatan B-First untuk bisa berbagi cerita kepada anda. Dan tentu, ada saatnya anda akan memiliki perspektif sendiri, cerita lebih unik, dalam perjalanan anda ke Thailand.
Buku ini adalah representasi dari daya rekam otak dan hati saya, representasi panca indera saya tentang banyak aspek yang saya serap dalam perjalanan saya di Thailand. Menceritakan dan memutar ulang rekaman itu kepada pembaca adalah kehormatan bagi saya. Saya berharap, ini akan berguna sebagai penuntun untuk melakukan perjalanan Anda sendiri. Saya selalu bilang, dunia memberikan kejutan-kejutan indah bagi kita. Inilah bangunan sekolah terbesar yang berdiri megah dan mampu memperkaya jiwa kita. Setiap jengkalnya adalah buku pelajaran yang berharga, yang terlalu sayang untuk dilewatkan. Sekali ada kesempatan, cobalah untuk menjelajahinya, karena tidak akan ada yang sia-sia. Life is always beautiful no matter what…let’s celebrated our life!


Bagi saya, negeri ini eksotis. Tak perlu heran, karena Thailand berada di pertemuan dua kebudayaan besar di Asia : China dan India, yang kental mewarnai kehidupan masyarakat dan bercampur dengan budaya lokal Thai. Negeri inilah magnet luar biasa bagi traveler dari berbagai belahan dunia. Duduklah di salah satu sudut jalan di Bangkok, dalam beberapa menit sepuluh jari kita sudah tidak mampu lagi menghitung banyaknya traveler asing yang berlalu-lalang.
Kedatangan saya ke Thailand adalah kali kedua. Sebelumnya, tahun 2009 adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di negeri ini. Namun kedatangan saya kali ini sedikit berbeda. Pertanyaan yang sama dilontarkan keluarga dan teman-teman saya: amankah Thailand? Mereka mengkhawatirkan situasi politik Thailand yang tidak stabil akan membahayakan perjalanan saya, khususnya di Bangkok terkait aksi unjuk rasa kelompok Kaos Merah pendukung mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra yang digulingkan dalam kudeta tahun 2006 dan diduga membiayai kelompok Kaos Merah karena ingin fight back. Gambaran bentrokan antara militer dengan sipil yang muncul di televisi dan media cetak menjadi penguat kekhawatiran itu. Seperti disampaikan dalam siaran pers Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia tertanggal 18 Mei 2010 menyebutkan, sejak pertengahan Maret 2010 telah terjadi bentrokan antara sipil dan militer yang menurut catatan telah menewaskan 63 orang dan melukai 1.700 orang. Bahkan, informasi dari teman saya dari Belgia yang tinggal di Bangkok, jumlah tewas sebenarnya lebih dari itu, namun korban tewas dari pihak militer sengaja tidak dipublikasikan. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia waktu itu mengimbau kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan bepergian ke Thailand untuk mengatur ulang jadwal keberangkatan atau menundanya.
Tentu saja saya tidak meremehkan berita di televisi, media cetak atau pun imbauan pemerintah tersebut. Saya juga memaklumi kekhawatiran teman dan keluarga saya. Namun, kejadian itu sudah berlangsung sekitar tiga bulan yang lalu. Saya pun sibuk meng-update­ berita kondisi terakhir Thailand khususnya di Bangkok. Saya juga melakukan korespondensi dengan teman-teman saya yang tinggal di Bangkok. Mereka mengabarkan, kondisi saat ini (bulan Juli), sangat aman. Termasuk wilayah-wilayah yang rawan kerusuhan seperti di Petchaburi, Silom, Lumpini Park, Sala Daeng, Pratunam, dan lain sebagainya. Saat teman saya dari Jakarta berangkat ke Bangkok juga sebelum saya, dia juga mengabarkan hal yang sama, situasi Bangkok aman dan stabil. Bagi saya, penting untuk mengetahui kondisi suatu wilayah yang akan kita kunjungi. Keamanan adalah hal utama yang harus jadi pegangan selama kita melakukan backpacking, baik secara berkelompok maupun solo traveling. Bila memang hal dari aspek ini sudah terpenuhi, maka tidak ada alasan untuk menunda perjalanan kita.


Thursday, October 21, 2010

Resensi buku saya (thanks Mbak Truly)

Berikut resensi dari Mbak Truly Rudiono atas buku China Selatan. Thanks Mbak ;) :

Tanpa malu-malu terpaksa mengakui, faktor 2U membuatku memandang sebuah perjalanan dari kaca mata yang berbeda. 2U adalah Uang dan Usia he hehe. Dahulu..........................,semakin menderita, semakin banyak cerita yang dikenang, plus berarti kian irit. Daripada naik pesawat, marilah naik bus, walau harus menempuh sekian lama perjalanan. Namun bisa dipastikan banyak pemandangan yang bisa dilihat, banyak cerita yang bisa dibagi. Belakangan, mulai memikirkan kenyamanan, selain faktor usia yang kadang tak mau kompromi. Sudah merasa sekali-kali bolehlah menikmati hasil keringat sendiri. Semakin nyaman semakin muantap.......! Walau berarti menipis pula pundi-pundi di kantong ^_^
Tertarik membeli buku ini bukan karena tulisan Rp 2. Juta. Namun pada kalimat Keliling China Selatan. Sejak pertama kali melihat rangkaian huruf pinyin di salah satu buku tentang Akupunktur, saya sudah tergelitik untuk mulai mempelajarinya. Ada sesuatu di huruf itu yang membuat saya kagum. Bayangkan, setiap huruf mempunyai sejarah, bunyi, pengucapan dan makna yang berbeda. Mereka tidak mengenak abjad seperti A,B,C dan seterusnya.
Menurut Wikipedia, Hànyǔ Pīnyīn (汉语拼音, arti harafiah: "bunyi bersama bahasa") atau sering disingkat Pinyin (拼音, Pīnyīn) yang berarti "bunyi bersama" dalam bahasa Tionghoa adalah sistem romanisasi (notasi fonetis dan alihaksara ke tulisan Latin) untuk bahasa Mandarin Baku yang digunakan di Republik Rakyat Cina. Pinyin disetujui penggunaannya pada 1958 dan diadopsi pada 1979 oleh pihak pemerintah Tiongkok. Ia menggantikan sistem alihaksara lama. Sejak saat itu, Hanyu Pinyin telah diterima sebagai sistem alihaksara utama untuk bahasa Mandarin di dunia. Pada 1979 Organisasi Internasional untuk Standarisasi (ISO) mengadopsi hanyu pinyin sebagai standar romanisasi untuk bahasa Tionghoa Modern.
Saat hendak belajar, sang Laoshi alias guru, sudah mengingatkan saya bahwa dibutukan ketekunan extra guna mempelajari Bahasa Cina. Namanya juga saya, semakin sulit semakin ego tertantang untuk membuktikan kalau bisa melakukan hal itu. Kian lama belajar, membuat saya tertarik untuk mendatangi negara tempat huruf-huruf cantik itu berasal. Berdasarkan pengalaman, belajar sendiri kurang membuahkan hasil, apalagi saya kesukaran mendapat teman berlatih. Dari sekian huruf yang saya hafal, nyaris sebagian besar terlupa karena tidak pernah dipakai lagi. Padahal waktu itu level kemampuan saya sudah cukup lumayan. Timbul ide iseng, tinggal di sana 1-2 minggu seperti cukup untuk mengembalikan ingatan saya.
Sang tukang jalan-jalan merangkap tukang cerita, memberikan gambaran yang teramat sangat jelas mengenai situasi dan kondisi disana. Makanan yang menggugah selera, pemandangan yang indah menawan, kondisi sekitar, saya serasa berada disana. Termasuk ikut panik saat rencana meleset.
Bisa buku ini kian membulatkan saya untuk pergi melancong ke sana, tentunya ala saya yah.... Soal makanan, penginapan dan trasnportasi sudah cukup mendapat pencerahan dari buku ini. Semua hal-hal penting sudah diperhatikan. Termasuk soal harga, perlu diingat soal kenaikan harga yang mungkin terjadi. Tinggal mencari waktu yang tepat.
Ilustrasi yang ada... membuat saya tertawa lepas. Ada beberapa gambar yang mengingatkan pada kisah di masa lalu. Ya ampun................., ternyata memalukan juga hi hi hi
Satu yang membuat saya heran, penulis yang tukang jalan-jalan kok tidak membekali diri dengan kamus elektronik sekian bahasa, walau tidak semurah dalam wujud buku. Untuk ke China, sebaiknya ini disiapkan. Karena salah ucap bisa berarti salah makna. Misalnya, kata tanya diucapkan wen, cium juga wen tentunya dengan perbedaan nada pengucapan. Bayangkan jika ingin bertanya jadi diucapkan ingin cium. Tahukan mendapat apa................ Atau mangkuk disebut wan, sementara, puluhan ribu juga wan Lalu jika pergi ke restoran meminta mangkuk, namun menyebutkannya dengan uang! Bisa dikira mau merampok! Belum lagi pelafalan huruf B menjadi P, P menjadi Ph, lalu D menjadi T ribet...................!
Kamus sih boleh-boleh saja untuk keadaan mendesak. Masalahnya, menurut sumber terpecaya, di sana masih banyak yang buta huruf. Selain itu, perubahan penulisan huruf demi penyederhanaan kadang membingungkan. Angkatan sepuh mungkin tidak mengenali sebuah aksara yang disederhanakan. Demikian juga sebaliknya, angkatan muda belum tentu mengenal asal muasal huruf yang sekarang. Dengan membawa kamus elektronik, tinggal ketik kata yang ingin diucapkan, alihkan ke bahasa negara tujuan, lalu tekan tombol suara. Pas benar pengucapannya.
Seperti sudah musti kian mengetatkan ikat pinggang eh belanja buku supaya bisa terwujud.....
Plus ngatur jadwal cuti nih!
Xiexie Nin....................!

sumber aslinya:
http://www.facebook.com/?ref=home#!/note.php?note_id=473145502278&comments

Wednesday, September 22, 2010

Jalan-jalan ke China: Bargain ‘til you die

Ini cerita intermezo yang mungkin bisa jadi pelajaran apa yang harus kita lakukan saat membeli barang di China, sebagaimana saya kutip dari buku saya "Rp 2 Juta Keliling China Selatan dalam 16 Hari". Teman dari Kanada menuturkankan ke saya, sebagai bekal kita menawar barang di China. Dia bercerita, ada temannya yang ingin membeli alat eletronika buatan China. Bertanyalah si teman ini kepada sang penjual.

“Berapa?”
“920 yuan.”
“1 yuan,” tawar si teman.
“800 yuan.”
“2 yuan,” si teman tak mau kalah.
“500 yuan,” sahut si penjual.
“3 yuan,” ujar si teman berani mati.
“Okay, 500 and 3 yuan!”
“4 yuan.”

Tawar menawar sengit itu berakhir pada kesepakatan harga 210 yuan, dari harga yang dibuka di awal 920 yuan. Hahahaha. The point is, tawarlah semua barang di China kecuali tiket kereta api, KFC dan Mc Donalds. :)

Sunday, September 12, 2010

Malaysia...oh Malaysia

Dinner bareng teman-teman Indonesia dan Malaysia


Semoga Aidil Fitri ini menyatukan hati2 kita sesama muslim terutamanya yang mendiami Malaysia & Indonesia ini. Doaku agar dakyah2 yang akan memecahBelahkan perpaduan kita bisa ditumpaskan dgn semangat persaudaraan sesama kita selama ini,insyaAllah ;)

Itu tulisan Azrai, teman saya dari Malaysia saat saya memberikan ucapan selamat lebaran. Hubungan dua negara bertetangga yang terus saja naik turun memang sedikit banyak berpengaruh pada banyak aspek, termasuk pertemanan seperti ini. Kami tentu saja masih baik-baik saja berteman. Tetapi, kadang mau tidak mau, kami juga seperti ingin selalu menjaga hati masing-masing. Misalnya, demo anti-Malaysia di awal-awal sengketa Sipadan - Ligitan dulu, saya juga menjelaskan posisi saya dalam memandang kasus ini. Demikian juga dia dengan pandangan dia.

Saya memiliki banyak teman di Malaysia. Mereka tentu saja orang-orang baik, seperti halnya kita memiliki sahabat-sahabat di Indonesia. Kedatangan saya ke Malaysia pada Oktober tahun 2009, disambut Azrai dengan baik. Dia, selama seharian penuh, hingga malam hari, menemani saya dan teman-teman saya dari Indonesia dengan ramah. Mentraktir kami, memperkenalkan kami dengan teman-teman dia yang akhirnya menjadi teman saya juga. Dalam kondisi ini, saya tidak melihat adanya perbedaan antara saya dan mereka. Mereka tidak terpengaruh isu politik yang berkembang, demikian pula saya tidak ingin mengungkit soal itu. Kami sempat berdiskusi, tetapi ini diskusi yang sangat positif sekali. Masing-masing ingin menyampaikan posisinya dalam memandang persoalan ini. Dan, after all...kami selalu pada posisi bahwa kita ini hanya manusia biasa. Tak mau berpikir soal politik. Bukan karena kami tak tahu dan tak mau tahu soal politik. Saya lebih dari enam tahun bergelut dengan berita-berita politik lokal maupun nasional di Indonesia, karena kebetulan dulu saya jurnalis di desk politik. Sementara Azrai, dia juga tahu banyak soal politik di Malaysia. Kami sempat berdiskusi juga tentang Internal Security Act (ISA) di Malaysia atau biasa disebut akta keselamatan dalam negeri, di mana setiap orang bisa saja masuk penjara tanpa melalui pengadilan bila dinilai membahayakan negara.
Bagi saya, politik itu kotornya sudah kayak piring kotor habis lebaran saja. Menumpuk, berminyak, kadang bau amis, dan lain sebagainya. Saya tahu pasti praktik-praktik semacam ini. Bagi saya, berita di media itu memang fakta, namun fakta di media kadang bukanlah fakta yang merepresentasikan apa yang ada di masyarakat. Kadang ada main bumbu supaya sedap, kadang terpengaruh political view wartawannya, kadang terpengaruh political view bos korannya, dan banyak lagi.
Jadi kembali lagi ke situasi politik Indonesia - Malaysia, saya sudah tidak peduli lagi. Saya coba berpikir jernih saja daripada mengumpat-umpat di status facebook, twitter, dan lain sebagainya. Negara saya tetap Indonesia kok. Tetapi saya juga tidak mau men-sweeping warga Malaysia dong, karena saya berpikir jernih...di sana lho...di negeri jiran itu ada ratusan ribu warga Negara Indonesia berjuang mencari nafkah. Apa iya, itu tindakan bijak dengan men-sweeping orang Malaysia di Indonesia?

Ini lho, ada banyak orang mengumpat dan caci maki Malaysia, tetapi mereka masih juga menggunakan Air Asia. yang notabene dari Malaysia. Bukan apa-apa, tapi sedikit gentle dan main fair ajalah kalo mau adu syaraf. Ini juga ada yang mau demo, tetapi gak tahu persis persoalannya apa.

Maka, kembalikanlah semua pada hati kita. Jangan emosi, berpikir jernih, menimbang kerugian dari semua perkara ini. Mencari kejelasan apa yang terjadi sebenarnya dan jangan hanya dari satu sisi saja, jangan dari kacamata media saja, atau kata orang itu begini kok...bla..bla..bla...dan lain sebagainya.

Ada teman saya membatalkan travelingnya ke Malaysia karena persoalan ini. Takut hal-hal buruk akan muncul. Sampai Sheila Madjid pun harus menunda konsernya gara-gara kasus ini. Sementara ribuan orang di Indonesia masih juga berburu tiket murah Air Asia. Nah lho...bagaimana ? apakah kita akan teruskan perang syaraf ini?

Wednesday, September 8, 2010

Kumpul bareng keluarga travel writers


Habis ngobrol bareng, bagi-bagi hadiah, bagi-bagi pengalaman, dengan para pembaca di Mega Bekasi Hypermall. Dari kiri belakang: Sihmanto - penulis buku traveling ke Vietnam, Sari Musdar - penulis buku traveling ke Eropa, Trinity - the naked traveler, Claudia Kaunang - penulis buku traveling Singapore - Malaysia - Thailand, Rini Raharjanti - penulis buku traveling ke India, Ariyanto - penulis buku traveling ke China Selatan dan Thailand.

Dari kiri duduk: tim Penerbit Bentang Pustaka - Dita, Putri, Ikhdah.

Roadshow di TB Gramedia dan TB Toga Mas







Ngobrol bareng soal tips dan tricks traveling murah bareng Claudia Kaunang di TB Gramedia dan TB Toga Mas, Solo.

Saturday, September 4, 2010

Pernahkah merasakan ketakutan itu?

Berpikir bahwa dunia di luar sana adalah alam tergelap yang siap menghilangkan bayangan kita dari kasat mata?

Pernahkah merasakan ketakutan itu?
Berpikir bahwa individu di luar sana adalah makhluk terburuk yang siap menganiaya kita tanpa memberi sejeda pun waktu bagi kita untuk menghela napas?

Pernahkah merasakan ketakutan itu?
Berpikir kita akan bertemu ras berbeda dan merasa kita adalah kasta kedua, ketiga, atau bahkan tak terhitung setelahnya?

Pernahkah merasakan ketakutan itu?
Berpikir kita akan tersesat tanpa pernah mencium satu dari sekian sudut derajat arah mata angin?

Ini adalah belantara luas yang satu tepi dengan tepinya tidak terputus. Tersesatlah ke satu ujung, maka kau akan bertemu ujung lainnya. Berputarlah, maka kau akan kembali bertemu halaman belakang rumahmu. Berbisiklah tolong, bahkan itu akan sampai ke telinga teman terdekatmu. Inilah ladang permainan luas yang disediakan untuk kita, semua, sama rata. Tak ada yang benar-benar memilikinya sehingga berhak duduk di kursi lebih tinggi. Inilah ladang permainan luas, perpustakaan tersejuk tanpa pendingin udara, buku ilmu pengetahuan tertebal yang bahkan kau tidak bisa membayangkannya. Inilah ladang permainan yang kau boleh memilih untuk menggumulinya atau melewatkannya, dengan dua risiko: suka cita atau menyesalinya.

Menjadi takut adalah cara sempurna bagi kita untuk waspada dan tak jumawa. Tetapi menjadi takut dengan asumsi-asumsi kita adalah kerugian yang tak kalah sempurnanya.

Pack your backpack, now !!



Sunday, August 29, 2010

Pengen tau tips dan tricks jalan-jalan murah ke Thailand?

Well, sepuluh hari di Thailand ternyata tidak cukup untuk mengeksplorasi hal-hal menarik dari negeri eksotis tersebut. Dari Chiang Rai-Chiang Mai-Bangkok-Ayutthaya-Samut Songkhram-Surat Thani - hingga Phuket saya jelajahi, tetapi masih saja ada yang terlewat.

Ingin tahu gimana perjalanan saya? dan pengen tahu berapa budget yang saya gunakan? tunggu saja buku saya setelah Lebaran. Buku panduan, yang meskipun tidaklah sempurna, semoga bisa menjadi pegangan para traveler yang duitnya cekak seperti saya. :)

Saat ini sudah mencapai bab akhir, dan insya Allah segera naik cetak dan hadir di toko-toko buku terkemuka di tempat anda. Oya, berpikirlah dari sudut pandang bahwa buku ini bukanlah cara saya mati-matian mempromosikan Thailand dan mengabaikan keindahan Indonesia. Tetapi ambillah sudut pandang positif, bahwa buku ini akan menjadi kaca bagi perbaikan dunia pariwisata kita, belajar dari Thailand dalam mengembangkan komoditas pariwisata.

regards,

A

Monday, August 9, 2010

euforia promo flight ticket

Saya menulis ini pas menjelang promo Mind Blowing Fare Air Asia. Waktu kurang dari 41 menit 53 detik menjelang promo dibuka. Sebelumnya, euforia di fesbuk sudah terjadi. Siapa juga yang tidak tertarik dengan harga tiket yang dibuka dari harga Rp 10.000?
Promo dibuka hingga 15 Agustus, dengan periode terbang 1 April hingga 11 Agustus 2011. Sebagai orang yang langganan Air Asia, saya sudah lupa berapa kali terbang dengan maskapai ini, saya merasa ini adalah kesempatan baik bagi semua orang untuk bisa terbang.
Kadang harapan sudah setinggi gunung saja saat promo dibuka. Tetapi dalam hitungan menit setelah promo dibuka, kecewanya juga setengah mampus. Caci maki di fesbuk/twitter Air Asia-lah yang kemudian muncul.
Well, yang harus benar-benar disadari adalah, bahwa yang berpikir dan mencari tiket murah tidak hanya Anda. Jadi siap-siap saja susah banget membuka situsnya. Kedua, ini yang tidak benar-benar kita sadari. Kita seakan-akan tidak mau kalah saat orang lain sibuk mencari tiket. Kita seperti merasa menang saat bisa mendapatkannya, sementara orang lain kecewa. Tetapi kita sering lupa, apakah kita benar-benar membutuhkan tiket itu? apakah saat waktunya tiba nanti kita bisa terbang ?
Jangan-jangan kita hanya ikut larut dalam euforia saja? Hmmm...bukan tidak mungkin lho. Okay, fine, kalau memang Anda sudah benar-benar matang merencanakan perjalanan Anda, go get it! Tetapi, perhitungkan benar-benar bila Anda hanya sekadar iseng. Saya menemukan fakta, beberapa teman saya menghanguskan tiket yang sudah dipesannya jauh-jauh hari dengan harga murah, pulang-pergi, karena pada saatnya terbang ternyata dia tidak bisa. Sayang bukan?
Pastikan benar-benar anda mempunyai waktu luang untuk keberangkatan tiket yang sudah Anda pesan. Memang mungkin uangnya tidak seberapa, tetapi kalau tidak jadi berangkat, sayang atuh. Padahal kalau anda jeli, anda bisa mendapatkan tiket-tiket promo yang reasonable, yang bisa anda booking pada sebulan sebelum perjalanan atau bahkan dua minggu sebelum perjalanan. Tergantung keberuntungan Anda. Namun setidaknya, Anda lebih bisa memastikan apakah tiket itu akan berguna atau tidak.
Tetapi tentu saja ini hanya pendapat saya. Pilihannya terserah Anda, toh itu uang-uang Anda juga bukan? :)
Have a nice trip everyone !!

Friday, July 2, 2010

Kenapa kita harus jalan-jalan ke China Selatan?

Sven Huber, teman saya yang backpacker dari Switzerland dalam perbincangan dengan saya di Solo suatu malam di akhir Desember 2009, bertutur tentang China. Dia yang sudah backpacking di lebih dari 20 negara bertutur tentang indahnya Guilin, suatu wilayah di Provinsi Guangxi. Lalu dia menunjukkan foto-foto keindahan Guilin.

Di lain waktu, perbincangan saya dengan Sakayawat Wongrattanakamon, backpacker asal Thailand yang telah menerbitkan satu buku backpacking-nya juga berujung pada hal yang sama. “You should come to Yunnan. It’s awesome!” Kata Pop panggilan akrabnya, seraya menegaskan dia sudah empat kali ke Provinsi Yunnan, dan sepertinya dahaganya tak pernah terpuaskan. “Saya dengan senang hati akan kembali lagi ke sana,” tegasnya.

Setelah perjalanan backpacking yang saya lakukan di empat negara, Singapura, Malaysia, Thailand dan Myanmar pada Oktober 2009 lalu, saya memang berencana untuk kembali backpacking pada 2010. Tetapi saya masih bingung menentukan destinasi. Akan lebih mudah bila saya melakukan perjalanan di negara-negara Asia Tenggara. Saya tidak perlu mengurus visa dan sebagainya. Rencana awal saya adalah Laos, namun ini kemudian berubah setelah mendengar cerita teman-teman backpackers. Beberapa waktu kemudian, saat saya berbincang dengan teman saya di Perancis, tanpa saya duga dia bercerita bahwa dia pernah traveling ke China, lalu dia menunjukkan foto-foto indah selama dia di China. ”Worth it !” kata dia. China seperti menjadi jodoh saya. Demikian juga saat saya berbincang dengan pimpinan saya di radio tentang rencana perjalanan saya ke China. Dan lagi-lagi, ternyata pimpinan saya sudah pernah ke China, lalu menunjukkan video perjalanannya saat di Guilin. Woaaaaah....what can I say???? Empat orang seperti sudah membawa board penunjuk arah: Next China !!

China memiliki empat musim. Ini bisa menjadi pegangan awal kita traveling, musim apa yang cocok dan ingin kita nikmati:

Ø Autumn (musim gugur): ini saat paling nyaman sepanjang tahun. Khususnya di awal musim gugur, yaitu September hingga awal Oktober.

Ø Spring (musim semi): merupakan transisi dari winter (musim dingin) ke summer (musim panas). Sejak pertengahan Februari biasanya sudah mulai persiapan menuju Spring. Musim ini biasanya berlangsung hingga Mei. Ini salah satu musim yang paling banyak ditunggu. Di China mereka merayakan Chinese Spring Festival dan Chinese New Year. Peringatan: cuaca sangat tidak bisa diprediksi.

Ø Summer (musim panas): dari bulan Juni hingga Agustus. Di beberapa wilayah China cuaca extremely hot. Suhu bisa sangat tinggi.

Ø Winter (musim dingin): dimulai sekitar November hingga Februari. Cuaca sangat dingin khusus China bagian utara. Beberapa wilayah bersalju.

Jujur, di awal saya sempat meremehkan tentang cuaca ini. Termasuk peringatan soal cuaca ekstrem. Saya pikir, halaaah...seekstrem apa sih??? Saya masih juga meremehkan saat saya melihat berita di salah satu televisi nasional pada akhir Januari lalu, sudah tercatat tujuh orang tewas di China karena cuaca dingin.
Destinasi saya putuskan di empat provinsi wilayah China selatan. Keempatnya adalah Provinsi Guangdong di mana saya akan mengunjungi Guangzhou sebagai ibukota provinsi; lalu Provinsi Guangxi di mana saya akan mengunjungi Nanning sebagai ibukota provinsi serta wilayah Guilin; kemudian Provinsi Yunnan, menjadikan Kunming yang merupakan ibukota provinsi sebagai pijakan awal sebelum ke wilayah lain seperti Dali. Provinsi ke empat adalah Sichuan, saya akan menuju Chengdu untuk melihat penangkaran Panda. Hmmm...sounds like a plan !!


Wednesday, June 30, 2010

Apa yang harus kita bawa dalam backpacking?


Ini isi backpack saya, seperti yang saya tuliskan dalam buku backpacking saya ke China "Rp 2 Juta Keliling China Selatan dalam 16 Hari". Moga bermanfaat.

Apa yang akan saya masukkan dalam backpack saya nanti? Untuk itu, saya harus mempelajari medan. Berdasarkan masukan dari teman-teman backpacker dan googling tentang ramalan cuaca kota-kota di China yang akan saya kunjungi, China masih musim dingin. Beberapa teman menyatakan, seharusnya sudah memasuki spring atau musim semi. Isi backpack penting, ini mengingat pengalaman teman yang cukup repot membawa backpack karena saking banyaknya barang yang ingin diangkut. Inilah isi backpack saya untuk perjalanan selama total 17 hari:
• Jaket tebal satu buah
• Jaket agak tebal satu buah (biar bisa dirangkap dengan yang tebal)
• Sweater satu
• Empat t-shirt*
• Kemeja satu buah*
• Pakaian dalam enam buah*
• Celana pendek satu (karena saya sangsi akan menggunakannya di winter)
• Celana jeans tiga*
• Satu scarf
• Dua kaos tangan
• Empat pasang kaos kaki*
• Satu kopiah penghangat kepala
• Satu buah handuk
• Sandal jepit
• Sepatu*
• Satu backpack ukuran biasa
• Satu tas pinggang
• Sepasang sandal jepit
Keterangan *) Dipakai saat keberangkatan.


Perlengkapan lain:
• Perlengkapan mandi: sikat gigi, pasta gigi, sabun mandi cair (lebih nyaman dibawa), sabun pencuci muka dan deodorant.
• Untuk musim dingin teman saya menyarankan membawa hand and body lotion. Saya membawa ini, dan terbukti sangat ampuh untuk mengatasi kulit kering dan pecah-pecah karena tak tahan udara dingin. Sayangnya saya lupa membawa pelembab bibir, sehingga bibir saya pecah-pecah dan berdarah tak tahan udara dingin. Sementara hidung saya mimisan. Saran saya, jangan meremehkan hal ini! Pelembab bibir bisa didapatkan dengan mudah di supermarket di lingkungan bandara, termasuk di Lower Cost Carrier Terminal (LCCT) Kuala Lumpur sebelum terbang ke China.
• Obat-obatan dan perlengkapan lainnya: Saya selalu membawa obat sakit kepala (pereda nyeri), obat sakit perut, obat tetes mata, tisu gulung satu buah, gunting kecil, handyplast, dan sebagainya sesuai kebutuhan.
• Kamera, SD memory card (bila merasa perlu mengambil foto dalam jumlah banyak), flashdisk, perlengkapan tulis, mp3.

TIP:
Hal yang saya sesali adalah, saya tidak membawa netbook saya ke China. Kebutuhan akan koneksi internet menjadi mutlak saat kita memerlukan banyak informasi, termasuk untuk keperluan hospitality exchange. Pemeriksaan piranti komputer di bandara-bandara China tidak seketat yang dibayangkan. Membawa netbook atau laptop Anda sangat membantu di saat kita mengalami kesulitan. Saran saya, bawalah netbook Anda bila ada. Di China, tersedia layanan wifi dan internet gratis. Tetapi ini terbatas di hostel, hotel, dan cafe seperti Starbucks maupun restauran seperti McDonalds. Di McDonalds, mereka menyediakan komputer, tetapi hanya dua unit saja, itu pun hanya satu yang dioperasikan. Untuk internet cafe tidak banyak. Itu pun kalau Anda tidak bisa berbahasa mandarin, Anda harus melalui proses jibaku dulu sebelum menggunakan internet heheheh.

Sisi baiknya, tanpa netbook, saya menghilangkan sekian kilogram dari backpack saya, serta lebih santai karena tidak perlu was was mengawasi keberadaan netbook saya. Teman saya terheran-heran, bagaimana barang bawaan sebanyak itu bisa muat di backpack. Perlu diketahui, backpack saya ukurannya tidak begitu besar. Saya sengaja membawa barang yang seperlu mungkin dan sesedikit mungkin. Sehingga tidak menjadi beban bagi saya selama di perjalanan. Kuncinya supaya rapi dan gampang dibawa adalah bagaimana kita packing. Bila tak rapi dan mahir packing, yang sedikit pun terlihat banyak.

*Nah, kalau kita jalan pada musim panas, biasanya akan lebih ringan, karena pakaian-pakaian berat gak penting, cukup t-shirt dan pakaian seperlu.

Selamat backpacking !

Wednesday, June 23, 2010

Wah saya kena spank petugas imigrasi ! ;)

Menjelang perjalanan balik saya dari Chengdu, China ke Kuala Lumpur, seperti biasa saya harus mengikuti serangkaian tetek bengek ritual pemeriksaan di bandara. Sejujurnya, saya paling males untuk melakukan ini. Paling apes kalau ada benda yang dicurigai berada di dalam backpack yang sudah kita packing sebagus mungkin. Saya pernah harus membongkar backpack gara-gara saya lupa menaruk korek api gas yang saya beli di Nanning, China. Padahal posisi korek gas itu berada di bagian paling dasar backpack, sehingga saya harus membongkar backpack di check point. Korek api gas semacam ini memang salah satu benda yang dilarang masuk ke pesawat.
Tetapi ini bukanlah cerita tentang korek api gas. Ini tentang petugas-petugas imigrasi yang “nakal”. Hmmm…biasa dalam pemeriksaan semacam ini, kita masuk ke metal detector, lalu masih diraba secara serampangan menggunakan alat detector. Biasanya sih, laki-laki diperiksa oleh petugas laki-laki, dan perempuan diperiksa oleh petugas perempuan.
Hari itu, di depan saya tampak beberapa petugas perempuan dan laki-laki. Dua petugas perempuan adalah petugas imigrasi yang masih muda, berkulit bersih dan cukup cantik. Mereka memeriksa beberapa penumpang, kali ini mereka tidak hanya memeriksa perempuan, tetapi beberapa calon penumpang laki-laki. Saya tidak terlalu peduli dengan hal itu awalnya, sampai kemudian tiba giliran saya. Saya diminta naik ke semacam kotak seukuran 50 cm x 60 cm, setinggi sekitar 30 cm, yang memang disediakan untuk memudahkan pemeriksaan. Lalu kedua tangan saya diminta ke atas dengan posisi angkat tangan. Alat detector pun mulai bergerak acak di tubuh saya. Salah satu cewek memerintah, yang satu bertugas menggerakkan alat detector.
“Turn around !” perintah salah satu cewek itu.
Tiba-tiba, pankkkkk!!! Salah satunya memukulkan alat detector ke pantat saya. Refleks saya melihat ke perempuan yang men-spank saya…lho??? Kok bisa?? Saya keheranan melihat itu dan menatap mereka. Keduanya malah tertawa cekikikan melihat ekspresi heran wajah saya. Waahh…saya di spank sama dua cewek petugas imigrasi yang cantik-cantik. Oughhh…nakal! Coba kalau yang melakukan itu adalah petugas imigrasi laki-laki dan korbannya adalah calon penumpang perempuan, sudah pasti akan kena pasal sexual harassment.