Saturday, July 16, 2011

Kamar gratis di Guangzhou: Pietro's Apartment

Ini cerita lain saya numpang tinggal di tempat orang, jauh di Negeri China, tepatnya di Kota Guangzhou. Mencari kamar gratis itu gampang-gampang susah. Contohnya pengalaman saya di China pada Februari 2010 lalu ini. Jauh-jauh hari, sebenarnya saya sudah merasa tentram bahagia dan sentosa, saat seorang warga Guangzhou yang baru saja bergabung dengan situs jaringan traveler dan backpacker dunia, Couchsurfing, semangat sekali untuk menampung saya. Dia sudah menyediakan tempat tinggal di mess kantornya, yang kata dia lagi kosong karena orang kantor pada mudik merayakan Tahun Baru China. Setidaknya itu yang dia katakan di pesan-pesan yang dikirim ke saya. Pokoknya gembira sudah.
Yang di luar pemikiran saya adalah, ini anak adalah orang baru di Couchsurfing. Tidak ada pengalaman, profilenya juga seadanya, dan tidak memiliki referensi sama sekali dari orang yang pernah ketemu dia atau tinggal di tempatnya. Atau bahkan mungkin dia belum pernah menampung orang.
Dan benar juga, di last minute, dia membatalkan melalui pesan, dan saya kelimpungan karena belum juga booking hostel atau penginapan lain. Saya menemukan pesan pembatalannya saat saya sudah berada di Kuala Lumpur. Duh, padahal besok pagi-pagi saya sudah harus terbang ke Guangzhou, gawat kalau belum mendapatkan tempat tinggal.
Akhirnya, di Kuala Lumpur, saya berinisiatif mengirimkan pesan secara terbuka di group Guangzhou, meminta bantuan bila ada member Couchsurfing yang di Guangzhou memiliki space sedikit untuk saya tinggal. Lucky me, saya mendapatkan dua respons sekaligus dari dua orang Italia. Pesan pertama datang dari Pietro Mincuzzi, laki-laki 50 tahun yang gemar sekali memasak, dan pesan kedua dari Giorgia Crivelarro, cewek Italia yang bekerja di kedutaan besar Italia di China.
Karena pesan yang duluan datang dari Pietro, maka saya memutuskan tinggal di tempat Pietro. Apalagi di sini saya bisa tinggal tiga hari. Sementara di tempat Giorgia hanya sehari, karena hari berikutnya dia akan bepergian ke luar kota. Namun, demi menghormati Giorgia yang sudah menawarkan kebaikan hati, saya mengajaknya makan malam di hari kedua di Guangzhou, dan dia menyambut baik.
Singkat cerita, kami bertemu di seberang Gedung Ikea, Guangzhou, kawasan dekat Guangzhou East Railway Station. Apartemen Pietro berada satu gedung dengan Ikea. Ini adalah apartemen mewah dengan design interior khas Italia. Apartemen Pietro sangat hangat, begitu masuk dari pintu kecil berteralis besi, kita langsung menemukan Dapur Italia milik Pietro. Satu set kursi dan meja makan dari kayu, rak berisi toples aneka bumbu dapur khas Italia, aneka macam snack buatan Pietro, sementara satu pintu di samping menghubungkan ke dapur kecil tempat memasak. Satu ruangan dengan ruang makan ini, langsung ada dua sofa hangat dengan meja rendah. Mepet di tembok penyekat, terdapat rak memanjang dengan aneka hiasan cantik, dan tak ketinggalan aneka roti kering di bungkus plastik buatan Pietro. Satu set piano berada di pojok, sementara jendela kaca rendah membuat kita bisa melihat jalanan di luar dari lantai 10. Ruangan lain adalah ruang kerja Pietro, kamar tidur utama, serta kamar tidur tamu dengan dua beds, serta toilet tamu yang berada di luar.
Ini apartemen mewah yang pernah saya masuki sepanjang hidup saya. Dan Pietro memberikan kesempatan saya untuk tinggal. Dan....selain saya, ternyata ada beberapa backpacker bule dan China yang dia tampung hehehe. Maka, malam pertama, saya dengan senang hati tidur di sofa. Besoknya, tamu lain sudah cabut sehingga kamar kosong. Dan saya pun mendapatkan kamar. Tetapi, kediaman Pietro tidaklah sepi, karena dua orang cabut, ternyata hadir lagi tiga orang lainnya hahaha. Satu bule Canada, dan backpacker lokal. Total jenderal, di apartemen itu tinggal enam backpacker, menyenangkan sekali. Kami yang tidak kenal satu sama lain akhirnya mulai belajar mengenal, berbagi, bersenang-senang, hingga traveling bareng ke penjuru Kota Guangzhou.
Satu hal yang saya pelajari dari tinggal di tempat Pietro adalah, tidak ada basa-basi. Pietro orangnya sangat tegas. Dia menawari saya makan malam dengan biaya tertentu, tetapi bila saya tidak mau dan ingin makan di tempat lain, dia mempersilakan dan memberikan kebebasan. Bayangkan bila itu di Indonesia, pasti serba sungkan dan lain sebagainya, sehingga mau tidak mau kita akan menuruti tuan rumah. Kita benar-benar diberikan pilihan untuk mengeluarkan pendapat, meskipun itu bertentangan dengan pendapat tuan rumah sekalipun.
Saya juga diajari cara memasak kue-kue kering dari Italia. Sejujurnya, saya tidak paham dan sudah yakin tidak akan pernah bisa. Namun, saya menikmati proses ini. Lain hari, kami berkumpul dengan teman-teman backpacker, sharing pengalaman, budaya, dan foto-foto gila. Tidak ada gap sama sekali, meskipun usia Pietro sudah cukup tua.

Well, udara dingin menggigit pada medio Februari 2010 di Guangzhou itu seakan tidak lagi terasa berkat keramahan Pietro dan teman-teman backpacker lainnya. Salah satu moment indah dalam backpacking saya.

Anda tertarik mencoba? Selamat berpetualang...

Tuesday, July 12, 2011

Kamar gratis di Singapura: Mark's Apartment

Suatu hari saya gembira, saat mendapatkan pesan ini:


Yes, sure, you can surf my couch from August 14 to 16. Do you have confirmed flight schedules yet, and will you coming directly from and going back to your town directly or will you be having other stops? More info will make it easier for me to suggest things for you to do while in town.

As for the movies you mentioned, I have seen Schindler's List just once, in a moviehouse, back in1994. It's powerful albeit rather depressing. Btw, about the couch, it's in the movie room, andhopefully you don't  need heated showers--I never bothered to install the heater in my apartment.


Cheers,


Mark

Tentu saya gembira, karena dari sekian banyak permintaan izin tinggal yang saya kirim di organisasi traveler dunia, yaitu Couchsurfing (baca di bagian artikel hunting penginapan murah & gratis), hanya Mark yang merespons positif.

Lalu kenapa dengan film yang saya sebutkan itu?  Hahaha... Mark memberikan aturan lucu sejak dia adalah penggemar berat film. Film memang membuat saya menjatuhkan pilihan untuk mengajukan izin tinggal di apartemennya. Dia memberikan aturan, orang yang ingin menginap di apartemennya harus memberikan alasan kenapa dia harus menerima orang itu, dan menyebutkan tiga judul film kesukaan calon tamunya hahaha. 

Nama lengkapnya adalah Mark Yu. Dia adalah orang Filipina yang bekerja di Singapura. Tinggal di salah satu apartemen di lantai 18, kawasan Holland Road. Saya mengenalnya di Couchsurfing, dan saya melihat banyak kesamaan, yang paling jelas adalah kami sama-sama pecinta film, selain sama-sama tidak suka clubbing meskipun termasuk manusia malam.

Ini adalah perjalanan pertama saya ke luar negeri dan ke Singapura, yaitu tahun 2009. Mark sangat membantu sekali. Meskipun tidak bisa menjemput saya di Changi Airport, namun dia selalu membimbing saya melalui hp, tentang apa-apa yang harus saya lakukan. Dia masih kerja saat saya tiba di Singapura. Dia meminta saya menuju kantornya, untuk menitipkan barang-barang. Namun, karena saya tidak membawa banyak barang, saya menolaknya, dan memilih bertemu setelah dia pulang dari kantor, supaya tidak merepotkan dia.

Selepas pukul 18.00, saya bertemu Mark. He's a great guy, yang menyambut saya dengan keramahtamahan Filipinanya. Dia sangat santun, meski di rumahnya sendiri. Dan....saya mendapatkan kamar mewah di private movie's room-nya. Hollaaa :)

Kamar ini menurut saya mewah. Ada couch yang bisa ditarik jadi bed, dengan kasurnya yang empuk. Di sebelah kanan terdapat satu rak full dvd original aneka jenis film. Layar lebar berada di depan, sementara sekeliling saya banyak tertempel poster film.....ougggh, it's heaven !! Oya, AC-nya dingin sumpah :)

Di hari pertama, Mark langsung mengajak saya nonton film. Meski agak capek, saya menghormati tuan rumah dan ikut nonton.

Saya tinggal di apartemen Mark selama dua malam for free. Saya sangat menikmati kebersamaan kami, karena Mark tipikal orang pintar, analitis, dan pendengar yang baik. Kami berbincang soal budaya Filipina, film, hingga kenapa banyak koruptor melarikan uang ke Singapura.

Lebih dari itu, tinggal di apartemen Mark membuat saya mengerti sekali bagaimana warga Singapura non-kaya tinggal. Beberapa kali saya mendengar suara berdebam di apartemennya, dan Mark bilang, itu adalah kantong sampah yang dilempar penghuni apartemen yang tinggal di atas, dan meluncur ke bawah melalui lorong khusus yang melewati setiap lantai hahaha...
Saya juga menyadari benar, ternyata ruang tinggal di Singapura sangat terbatas. Apartemen Mark terdiri dari dua kamar, satu adalah kamar Mark, satu movie's room, satu ruang tamu kecil, satu dapur (sekaligus ruang cuci, ruang makan, dan kadang digunakan untuk Mark bekerja), serta satu kamar mandi sempit dan toilet sempit. Pintu apartemen tertutup rapat dengan teralis besi melingkupi seluruh daun pintu. Hanya ada lorong sempit, sejengkal saja, di depan pintu itu. Jadi jangan berharap duduk layaknya di balkon, menikmati pemandangan saking sempitnya. 

Pengalaman tinggal di apartemen Mark adalah pengalaman berharga. Saya tidak kenal dia sebelumnya. Kami hanya mengenal melalui Couchsurfing, dia percaya saya, saya percaya dia. What a simply beautiful life. Malam terakhir, kami berfoto-foto di apartemennya bersama beberapa teman. It was fun. 



Pelajarannya adalah: bertemanlah, positive thinking, dan hidup akan mudah dan indah !


Selamat berpetualang....


Sunday, July 10, 2011

Hunting penginapan murah & gratis: Hostel versus Hospitality Exchange

Dalam backpacking, saya menggunakan dua cara untuk mencari penginapan murah atau pun gratis. Berikut pengalaman saya, sebagaimana saya tulis dalam buku pertama saya "Rp 2 Jutaan Keliling China Selatan dalam 16 Hari". Untuk penginapan, saya merencanakan dua hal. Pertama, menggunakan sarana hospitality exchange organization, untuk mendapatkan teman dan tempat tinggal di daerah yang akan kita tuju secara gratis. Kedua, menginap di hostel untuk para backpackers yang memang terkenal murah
Untuk hostel, ada banyak hostel murah yang ditawarkan secara online. Beberapa di antaranya sudah terkenal sebagai jaringan hosteling international yang memiliki hostel di berbagai negara. Sementara dengan cara hospitality exchange, siapapun bisa melakukannnya, kita cukup bergabung menjadi anggota dari hospitality exchange organization secara gratis, kemudian mulailah kita berselancar mencari anggota lain yang sekiranya bisa membantu kita, termasuk persoalan akomodasi. Jadi, bukannya karena saya memiliki teman di kota dan negara yang kita tuju sebelumnya. Ini benar-benar orang baru yang akan kita temui dan kita akan tinggal di tempatnya.
Kenapa saya menggunakan keduanya? Karena tidak ada jaminan kita bisa mendapatkan free accommodation melalui hospitality exchange, sehingga kita perlu backup hostel. Dua organisasi hospitality exchange yang sudah cukup terkenal adalah www.hospitalityclub.org dan www.couchsurfing.org. Saya bergabung dengan keduanya sejak akhir 2008.  Bila kita belum jadi member-nya, gampang, tinggal sign up saja. Tidak perlu jadi member bertahun-tahun untuk bisa menikmati sistem hospitality exchange. Intinya, situs ini adalah jejaring sosial yang memungkinkan orang dari berbagai belahan dunia untuk bertemu, membantu satu sama lain, berinteraksi dan menikmati cultural exchange. Dengan menjadi anggotanya, kita bisa mencari anggota di wilayah yang akan kita tuju, dan bila memungkinkan tinggal di tempatnya. Ada tipe anggota yang hanya sekadar ingin meet and drink ada pula yang siap menjadi host (tuan rumah) bagi kita, sehingga kita bisa tinggal di rumahnya. Dua-duanya sangat membantu kita. Lebih dari itu, it’s gonna be fun! Tidak ada aturan-aturan khusus kecuali kesepahaman satu sama lain. Semangatnya sih lebih dari sekadar memberikan akomodasi secara gratis, tetapi membuat perubahan yang lebih baik bagi planet kita. Itu setidaknya yang saya tangkap.
Bila saya bisa mendapatkan free accommodation, maka saya tidak perlu merogoh kocek buat hostel. Bila memang hingga last minute tidak mendapatkan tempat juga, maka kita perlu booking hostel. Saya selalu menerapkan ini. Jika hingga H-1 keberangkatan saya tidak juga mendapatkan jawaban atas request saya melalui dua situs itu, saya akan booking hostel secara online. Setidaknya membuat saya merasa aman, bahwa saya tiba di suatu negara dan sudah ada tempat yang akan dituju. Ini juga penting, karena imigrasi negara yang kita tuju biasanya akan bertanya di mana kita akan tinggal selama berada di negara tersebut.
Hostel bisa di-booking melalui sejumlah agen online. Misalnya di www.hostelbookers.com atau www.hostelworld.com. Kita tinggal klik negara dan kota tujuan, kemudian akan tersaji sejumlah alternatif hostel lengkap dengan fasilitas, harga kamar, reviews dari orang-orang yang pernah menginap di sana, foto-foto kondisi kamar dan fasilitas, hingga peta menuju ke lokasi yang bersangkutan. Booking bisa dilakukan dengan menggunakan kartu kredit, dan kita hanya perlu membayar deposit 10% secara online, dan membayar sisanya pada saat check in. Dalam beberapa kali saya melakukan transaksi dengan kartu kredit untuk booking hostel, tak sekalipun saya mengalami persoalan. Sehingga tidak perlu khawatir soal ini.

TIP:
1.                  Bila kita booking hostel secara online melalui kedua agen yang saya sebut di atas, kita akan disuguhkan sejumlah hostel yang harganya selisih sedikit satu sama lain, dengan fasilitas yang sama-sama komplitnya. Jangan buru-buru memutuskan mengambil yang harganya paling miring. Tetapi klik dulu di kolom overview, ratings and reviews, serta maps and direction. Penting untuk membacanya! Di overview kita bisa melihat fasilitas yang ditawarkan, di ratings and reviews kita membaca testimoni mereka yang pernah tinggal di sana, termasuk testimoni yang berupa keluhan sekalipun akan dimuat sehingga Anda bisa mendapatkan informasi yang seimbang. Sementara tak kalah penting adalah maps and direction, sesulit apa kita bisa mencapainya dan apakah lokasinya cukup strategis. Bandingkan satu sama lain! Keputusan didasarkan pada kebutuhan Anda. 
2.                  Booking hostel secara online sangat menguntungkan. Apalagi bila dalam kondisi high season. Karena bila kita melakukan secara go show, asal datang terus tanya kamar, sangat berisiko tidak mendapatkan kamar. Buntutnya, Anda harus bingung ke sana ke mari cari hostel (kalau ada) bahkan mungkin harus menginap di hotel, dan proses mencarinya pasti lebih banyak menggunakan taksi. Artinya, lagi-lagi Anda akan buang-buang duit.

Bagaimana bila menerapkan hostel dan hospitality exchange sekaligus? Saya menerapkan untuk mencari free accommodation terlebih dahulu hingga last minute sebelum keberangkatan saya ke kota yang bersangkutan. Bila hingga last minute saya tidak mendapatkan kejelasan soal free accommodation, maka saya akan langsung booking hostel secara online. Bisa jadi jawaban untuk free accommodation terlambat karena tidak setiap saat kita online di internet. Misalnya setelah kita tiba di kota yang bersangkutan dan telanjur booking hostel kita baru mendapatkan jawaban soal free accommodation dari anggota hospitality exchange organization yang kita tuju. Dengan kondisi ini saya akan memilih tinggal secara free dengan mereka dan menghanguskan deposit yang sudah saya bayar di hostel. Deposit untuk hostel yang harus kita bayar rata-rata antara $ 1 - $ 2  tergantung harga kamar. Memang terkadang sayang uang segitu kita buang. Namun di sisi lain, kita tidak harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar sisanya. Prinsip efisiensi sangat penting di sini.
Saya selalu menikmati proses cultural exchange dengan orang-orang lokal. Saya mendapatkannya dengan sistem hospitality exchange. Kita bisa tinggal di keluarga setempat, mengetahui cara hidup mereka, budaya mereka.  Tetapi bukan berarti tinggal di hostel kita tidak bisa menikmati cultural exchange. Bila kita memilih kamar dorm, semacam asrama, maka sangat memungkinkan kita berinteraksi dengan  backpackers dari berbagai negara yang tinggal satu kamar dengan kita. Bagi saya, dalam backpacking, yang paling mengasyikkan adalah proses berinteraksi dengan orang lain dan cultural exchange. Saya menikmati benar proses ini. Destinasi indah adalah hal kedua yang menjadi pelengkap.
Saya menikmati setiap culture shock yang saya alami atau yang dialami orang yang berinteraksi dengan saya. Saya melihat perbedaan cara adalah sesuatu yang indah, dan ketika saya kembali ke rumah dan menceritakan perbedaan-perbedaan ini kepada teman dan keluarga, mereka menikmati cerita saya. Bahkan saya terkadang curiga, jangan-jangan mereka lebih menikmati cerita saya daripada souvenir yang saya bawakan sebagai oleh-oleh ? Hehehehehe.
          
Selamat berpetualang.....