Saturday, January 7, 2012

Pesan dari Mahaguru Traveling Indonesia HOK Tanzil


Sekotak buku-buku bekas diberikan teman saya, Diny, kepada saya awal Januari lalu. Memang saya meminta dia menyumbangkan buku-buku bekasnya, dan rencananya akan saya sampaikan ke teman saya di Klaten yang rencananya akan membuat perpustakaan umum di desanya.
Malamnya, saya bongkar kotak itu, dan saya menemukan satu kotak berbungkus rapi. Saya sudah bisa menebak, ini pasti kado karena memang bersamaan dengan ulang tahun saya. Saya buka hati-hati, dan saya takjub melihat isinya. Buku Catatan Perjalanan Alaska Dan Eropa karya Prof DR HOK Tanzil. Luar biasa. 
Sudah lama saya mencari-cari buku ini dan seri lainnya. Saya mengikuti cerita HOK Tanzil di Majalah Intisari tahun 1980-an saat saya masih SD. Kakak saya yang berlangganan. Lalu saat kuliah, saya menemukan buku-buku saku HOK Tanzil yang disarikan dari artikel bersambung di Majalah Intisari di Perpustakaan Kampus UNS. Tapi, saya tidak menemukannya di toko buku manapun, bahkan di kios buku bekas langganan. Maklum terbitannya pun tahun 1982, jaman jebot, oleh Penerbit Alumni.
Thanks buat Diny dan Irfan yang memberikan satu seri buat saya. Ini harta karun yang tak ternilai bagi saya.
Lebih dari itu, saya sangat menikmati sekali cerita profesor dan isterinya (yang pinter memasak) ini. Kagum malah. HOK Tanzil lahir di Surabaya tahun 1923. Drs Med FKUI diperolehnya dalam tahun 1952. Cuti sakit 1953-1956. Gelar Doktor Ilmu Kedokteran diraihnya tahun 1957 dan menjadi dokter tahun 1959. Menjadi Guru Besar pada Bagian Mikrobiologi FKUI tahun 1967. Karena alasan kesehatan, ia mengundurkan diri dari kegiatan pendidikan, pengajaran dan penelitan sejak tahun 1975. Masa pensiunnya diisi dengan berkeliling dunia bersama-sama isterinya mengunjungi 91 negara (Juni 1982). Jadi bisa dibayangkan, sekarang pasti sudah lebih dari 100 negara.
Saya kagum dengan beliau karena beliau dalam kacamata saya adalah sosok yang bekerja keras di masa muda, namun tidak lupa menikmati hidup di masa tua. Segala gelar pendidikan itu memang penting (salah satu hal yang penting malah) tetapi memberi apresiasi terhadap diri sendiri dengan menyenangkan diri sendiri, tahu kapan harus kerja keras dan kapan untuk bersenang-senang tak kalah pentingnya.
Saya juga kagum dengan sang isteri yang seorang diabet, dengan jalan tertatih, tetap saja mendampingi suami tercinta melakukan perjalanan keliling dunia. Alaska bersuhu minus 30 derajat celcius pun dilalapnya, perjalanan di wilayah konflik seperti di Belfast, Irlandia Utara pun diselesaikannya. Tidur di stasiun kereta api, 6 bulan tidur di mobil dalam travelingnya, mengeret-eret koper 20 kg dalam tenaga tuanya, bagi saya itu luar biasa. Itu terdengar seperti mengejek saya 

"Gue sama isteri yang sakit-sakitan aja bisa, lu gimana?"

Tahu kapan bekerja keras, kapan bersenang-senang dan tau  "how to have fun", kesetiaan, cinta yang tak putus, keberanian, gigih, tenang menghadapi situasi buruk, adalah sekian deret pesan lain yang saya tangkap dari sosok HOK Tanzil dan isterinya, dari catatan perjalanan yang saya baca.
Mengeja catatan perjalanan sang profesor seperti membaca buku yang 3Dimensi. Entah apakah ada buku semacam itu, tetapi saat saya membaca, semua seperti tercetak di depan mata atau malah saya dibawa ke sana. Suatu saat, saya tiba-tiba sudah berada di dalam bus Greyhound melintas AS, menembus Alaska di bawah cuaca menusuk tulang. Lain waktu, saya berada di Narvik, Norwegia untuk melihat matahari di tengah malam buta. Tentu ini imajinasi saya, tetapi cerita-cerita itu sudah luar biasa bagi saya, apalagi kalau saya bisa ke sana juga.
Saya salut karena itu bukan pekerjaan gampang. Selain itu, meskipun secara materi, sang profesor dalam kacamata saya aman secara finansial, tapi ternyata tidak melulu "traveling cantik". Enam bulan tidur di mobil, tidur di stasiun, tidur di kamar sewa milik penduduk, pernah tidak makan 24 jam juga dilakoninya.
"Buat kami pribadi, lebih penting menghemat tenaga daripada menjual tampang dengan sering berganti pakaian. Kami jarang lebih dari semalam di suatu tempat. Pakaian kotor dapat dicuci sebelum tidur dan umumnya sudah kering di pagi hari."

(Catatan Perjalanan Alaska Dan Eropa, hal 188, HOK Tanzil)

Gaya traveling tentu sesuatu yang personal dan subyektif, tapi saya belajar dari sang profesor, dengan menikmati kesederhanaan, kadang berani mengambil risiko, sebuah perjalanan traveling akan lebih berharga dan berarti. Traveling dapat mengukur seberapa besar nyali, kemampuan bertahan, dan seberapa kuat karakter kita sebenarnya.
Bagi anak sekarang, mungkin nama HOK Tanzil agak asing. Tetapi tidak ada salahnya belajar dari grandpa kita yang satu ini. Coba cari buku-bukunya: Catatan Perjalanan Pasifik Australia Amerika Latin, Catatan Perjalanan Indonesia, Catatan Perjalanan Asia dan Afrika, serta Catatan Perjalanan Alaska dan Eropa. Mungkin di toko buku tidak ada lagi, tapi coba cari di tukang loak buku atau pasar buku bekas. 

Selamat hunting dan selamat traveling !!

A

15 comments:

Tulus Traveler said...

Kang jadi pengen baca.
Apa Ϟƍƍå ada pdf nya ato gmana?
Pdfin kang
Biar smw Ɣªήğ kpgn jd bisa tau
Ƚƚɑƚƚɑƚƚɑƚƚɑƚƚɑ..

Brahma Adjie said...

wah keren nih mas ariy..jujur ak sndiri belum pernah denger nama prof.Tansil..mana beliau seorang travel writer lagi..wah sipp sipp..ak catat judul bukunya dan segera cari di loakan =) thanks aLot

Ariy said...

Kata seorang temen, ada pdf-nya di Majalah Intisari, tapi gak tau juga, belum pernah nemu.
@Adjie coba cari di Jogja, apa tuh namanya, Shopping yak?

hesty said...

wah keknya seru banget... mau juga keliling dunia :D

Fahmi said...

baru denger nama prof ini beberapa bulan ini, nyari nyari bukunya gak nemu T_T, terus nyari deh~~

Alid Abdul said...

wawawawa minta potokopinyaaaa donggg,,, kayaknya susah dicari neehhh huft. jadi penasaran pengan bertualang membaca buku itu >,<

Ariy said...

memang kemungkinan besar sudah tidak tersedia di pasaran. Tapi coba di perpustakaan universitas2, perpustakaan pemerintah, etc, mungkin masih ada. Kalo ngopiin, gmn dgn copy right-nya ya? ntar salah hehehe.

Satu hal, buku ini masih sangat asyik disimak. Tapi kayaknya untuk panduan perjalanan sudah tdk relevan, harus banyak update, soalnya buku ini adalah perjalanan tahun 60-70an.

ricky suwandi said...

Saya puny a komplit, Ada yg minat tapi photocopies aja,kalau Perlu saya minta tanda tangan sama prof Tanzil

ricky suwandi said...

Halo rekan saya masih puny a asli,kalau yg berminat saya photocopi in, kalau Perlu saya minta tanda tangan dgn Prof Tanzil, Belau masih sehat umurnya baru 88 th.

Ariy said...

Halo Mas Ricky, mau dong di fotokopikan. Bagaimana cara menghubungi Mas Ricky?

why,the life story said...

saya juga idem dengan koment di atas saya mas ricky :)

Anonymous said...

Saya dulu membaca catatan perjalanannya di majalah intisari secara bersambung...

Anonymous said...

Wah yg buku yg anda punya ini justru yg saya cari2, saya punya ketiga buku lainnya yaitu buku 1: Pasifik, Australia, Amerika Latin, buku 3: Asia & Afrika dan buku terakhir catatan perjalanan indonesia. Duhh, dimana saya bisa cari yaa supaya kumplit semuanya?

Ariy said...

Ayo tukeran. Di fotokopi aja (kira2 menyalahi hak cipta gak ya?) soalnya mau beli juga sudah gak ada

$ugih said...

Hi mas, mungkin kita seumuran kali ya? Wkt SD sy juga sering membaca tulisan2 beliau di majalah initisari yg dilanggan oleh alm mama saya. Sy dan alm mama sering mendiskusikan tulisan2 beliau (jadi inget nyokap deh). Tulisan yg sy inget betul adalah ttg khasmir, yg samar2 sy inget adalah ttg china, nepal n bbrp yg lain. Beliau jelas sosok yg sgt amazing. Di masanya gakda internet, untuk cari rujukan info pasti jauh lebih susah dari sekarang (yg nota bene informasinya melimpah). Belum lagi dgn kondisi transportasi, masa perang dingin, tidak ada pulak itu booking pswt/hotel online di masa itu. Wah pokoknya he's one of my idol.