Wednesday, February 29, 2012

"Ditangkap" Polisi di Malaysia


17 Februari 2012, Jumat itu sebenarnya saya tinggal menghitung hari saja sebelum kepulangan saya ke Indonesia. Tanggal 19 Februari pagi-pagi saya sudah harus terbang dari Kuala Lumpur ke Semarang. Secara keseluruhan, saya juga telah menyelesaikan trip ke Malaysia ini, dan dua hari terakhir saya ingin bersantai saja di Kuala Lumpur.
Sejak kepulangan saya dari Melaka, saya sudah browsing, kira-kira saya akan menginap di mana malam itu. Saya memutuskan untuk menuju ke kawasan sekitar Masjid Jamek. Pilihan pertama adalah kembali ke Serai Inn di mana saya menginap di hari pertama, tetapi di sisi lain, saya melihat beberapa hotel murah di sekitar Serai Inn juga, yang ingin saya coba. Kebiasaan saya adalah, mencoba hotel-hotel murah meskipun misalnya saya sebelumnya telah menemukan tempat yang nyaman.

Saya melihat Cintamani Lodge cukup bagus, berada di pinggir jalan, dan jalan kaki lima menit dari Stasiun LRT Masjid Jamek yang menjadi interchange sejumlah jalur LRT, sehingga memudahkan saya ke mana-mana. Malam itu, saya memutuskan mengambil kamar dorm di Cintamani Lodge. Saya mendapatkan harga 20 RM (Rp 60.000) untuk satu bed di kamar yang diisi tiga bunk beds atau tempat tidur tingkat. Hanya diisi tiga penghuni malam itu, termasuk saya.

Setelah mandi dan beristirahat sejenak, saya kemudian memutuskan untuk mencari makan malam. Saya teringat food court di Central Market yang cukup komplet. Pukul 20.30 saya pun memutuskan untuk menuju Central Market. Untuk menuju ke sana, saya harus mengambil LRT dari Stasiun LRT Masjid Jamek menuju ke Stasiun LRT Pasar Seni. Tidak jauh, hanya sekali jalan dan tidak lebih dari lima menit saja.Sudah tidak terhitung berapa kali saya turun di Stasiun LRT Pasar Seni, karena memang saya sering makan di food court Central Market. Pasar Seni juga sebuah kawasan yang asyik untuk dikunjungi, karena komplet. Di sini kita bisa mendapatkan makanan, souvenir, dan lain sebagainya dengan harga yang cukup murah. Selain itu, untuk menuju ke Petaling Street yang terkenal itu, yang berada di kawasan Chinatown, juga tidaklah jauh dari Pasar Seni.

Singkat kata, naiklah saya di LRT menuju Stasiun Pasar Seni. Turun di stasiun, saya pun menuruni eskalator untuk menuju ke jalan besar. Nah, dari pintu keluar/masuk Stasiun LRT Pasar Seni ini kita bisa mencapai Central Market dengan melalui semacam koridor sekitar 50 meter, kemudian menyeberang jalan, sampailah di Central Market. Koridor ini cukup ramai dengan pejalan kaki, penjualan makanan dan minuman, hingga pengemis. Beberapa kali saya juga pernah duduk di sisi koridor sambil makan bekal roti.
Oya, malam itu gerimis...sejak sore memang hujan. Sejak check in di hotel, saya memutuskan untuk mengganti sepatu dengan sandal jepit kesayangan. Menurut saya lebih simple dan saya tidak ingin sepatu saya basah terkena genangan air di jalan. Jeans belel, t-shirt hitam, sandal jepit, tak lupa daily bag yang selalu menemani saya kemana-mana berisi netbook dan dokumen-dokumen penting.
Melengganglah saya keluar dari Stasiun LRT Pasar Seni, santai dan berbaur dengan orang-orang. Berjalanlah saya di koridor. Karena koridor penuh, saya pun minggir berjalan agak keluar dari koridor untuk segera menyeberang jalan. Saya melihat dua polisi Malaysia di ujung koridor, dan merasa tidak ada sesuatu yang aneh. Sampai kemudian....
"Heyyyyyyy !!"
Sebuah teriakan cukup keras membuat saya memalingkan muka ke arah sumber suara. Salah satu polisi yang merupakan keturunan India melihat ke saya, sambil terus berteriak "Heyyy....!!"Saya tengok kanan kiri, banyak orang di sekitar saya. Tapi telunjuk polisi itu tepat ke arah saya. Polisi India berkumis segede tempe itu menuju ke arah saya.
"IC....IC....!!!"

dohh...keras nian. Santai saja kenapa. "Sorry?" saya berhenti.

"Ya...mau kemana?"
"Something wrong Sir?" tanya saya keheranan. Pikiran saya sudah beraneka warna, bermacam rupa.

"Heei !! saya cakap Malaysia you cakap English !!" hardik polisi itu ke saya.
"I'm so sorry. But it's not easy for me to catch the words when you're talking in Malay," jawabku sekenanya. Saat itu, saya mulai emosi. Bahkan di Indonesia saja, polisi menghentikan orang selalu dengan memberi hormat, ini main teriak saja.
"Kamu kerja apa?" hardiknya lagi. "Boleh saya duduk?" sahut saya mengabaikan pertanyaannya. Saya berpikir akan lebih baik saya duduk di tempat terang, berbicara dengan suasana yang lebih layak, daripada berdiri di tengah jalan dihardik polisi dan menjadi tontonan orang. Saya pun beringsut ke sisi koridor yang lebih terang, dan duduk di sana. Polisi India yang sepertinya berangkat kerja tidak pakai deodorant itu mengikuti saya dari belakang.

"Passport!!"
"Okay Sir, calm down." 

Tangan saya langsung mengaduk-aduk isi daily bag. Duh, saya sudah komat-kamit saja, mana paspor...mana paspor. Semoga tidak ketinggalan. Mampus saja kalau paspor ketinggalan. Saya tidak tahu masalah apa yang saya hadapi, tetapi saya percaya paspor adalah tiket saya untuk keluar dari persoalan ini. Gotcha!!

Paspor saya serahkan. Dibuka, dibolak-balik oleh si kumis tempe ini. Sementara polisi satunya yang merupakan orang Melayu mendatangi kami. Si India kembali bertanya "Apa pekerjaanmu?"


"I'm travel writer!" Saya sengaja selalu berbicara dengan bahasa Inggris kepada si India ini karena jengkel.


Lalu si polisi Melayu bertanya, "Kerja di mana?"


"Saya bekerja di Jakarta."


Tiba-tiba si polisi India berteriak ke arah saya, "Kau bisa bahasa Melayu sekarang? hah?!!" mungkin dia jengkel karena dari awal berbicara dengan dia saya selalu berbahasa Inggris. 


Sejujurnya, saya sangat-sangat tidak bisa menerima perlakuan para polisi ini. Saya adalah wisatawan yang datang untuk berlibur, memberikan devisa kepada negara mereka, dan saya diperlakukan dengan sangat tidak sopan. Ini sebuah tindakan yang sangat tidak bisa saya terima, untuk alasan apapun. Mau tahu versi sopan yang bisa mereka lakukan bila memang mereka harus bertugas memeriksa orang. Begini caranya:

1.Sapa saya baik-baik. Bilang, minta maaf mereka harus mengganggu saya sebentar untuk keperluan pemeriksaan rutin. Misalnya terkait antisipasi imigran gelap atau illegal workers. Minta waktu sebentar.

2. Lalu saya akan tersenyum manis, memberikan paspor saya dengan baik-baik. Lalu mereka mengecek.
3. Bila memang sudah sesuai aturan, mereka bilang mohon maaf atas ketidaknyamanan dan terima kasih telah meluangkan waktu untuk pemeriksaan tersebut. Tak lupa mengucapkan "Selamat berlibur, enjoy Malaysia"

Itu yang harus dilakukan orang berpendidikan dan tahu sopan santun. Bukan main teriak main gertak. Makanya saya tidak bisa terima, saat mereka nyolot saya pun balas nyolot. Saya tahu, polisi India itu pasti sebel dengan tingkah saya. Tapi siapa yang mengganggu siapa? Bukankah saya harusnya yang lebih sebel? Saya melet saja saya si polisi India memeriksa paspor. Sudah 15 lembar terisi dengan stempel banyak, mau apa kau? masih menuduh yang macam-macam? Paspor diserahkan ke saya. Si polisi Melayu meminta saya pergi.


KEDUANYA SAMA SEKALI TIDAK MENGUCAPKAN KATA MAAF ATAS KETIDAKNYAMANAN YANG SAYA ALAMI.


Saya diam saja, saya pandangi polisi Melayu itu (saya bahkan sudah malas memandang polisi India yang masih di samping saya)

"Why are you doing this to me?" tanya saya dengan nada lunak. Saya tidak mau nyolot. Saya hanya butuh alasan kenapa mereka melakukan itu kepada saya. Jawab saja itu pemeriksaan rutin yang menjadi tugas mereka, dan memilih orang di jalan secara random, maka saya akan pergi. Tenang, saya tidak akan berharap kata maaf lagi.Si polisi Melayu diam sejenak. Si polisi India matanya jelalatan kemana-mana, mengabaikan pertanyaan saya.


"Apakah ini yang selalu dilakukan terhadap turis?" tanya saya lagi.


"Okay...okay...you...just go," jawab si polisi Melayu.
"So...this is how you treat tourist?" saya tersenyum nyinyir. Saya bahkan lupa saya sedang berbicara dengan polisi negara lain. Sekali tampol, pingsan saya. Atau bisa saja mereka menangkap saya atas pasal penghinaan yang mungkin ada di aturan hukum mereka. Tapi sebodo amat, saya sudah jengkel.
"Okay...you...go," kembali si polisi Melayu berkata. Lebih lunak.
Saya tersenyum ke arahnya. Sinis. Si polisi India? saya tidak berselera memandang wajahnya. Seperti selera makan saya yang tiba-tiba hilang kemana. Saya pun berlalu, menyeberang jalan menuju Central Market. Saran saya, kalau jalan-jalan di Malaysia, jangan berada di tempat umum seperti terminal, stastion LRT atau yang lainnya pada malam hari, paling lambat jam 22.00 sudah masuk ke hotel/penginapan. Kalau di sekitar spot touristy places masih cukup aman. Bawa paspor kemanapun Anda pergi. Dokumen ini adalah penyelamat Anda, karena aparat keamanan di Malaysia ini sangat parno dengan illegal workers yang banyak di antaranya dari Indonesia. Saya pribadi sering menggunakan bahasa Inggris saat di Malaysia, check point di imigrasi atau urusan lainnya, karena saya tidak suka respons yang intimidatif. Tampang Indonesia saya sangat bully-able alias sasaran empuk buat di-bully.


Saya masih emosi sekali dengan kejadian itu, meski saya sudah berada di Central Market. Batal makan, beli air minum, lalu balik lagi ke Stasiun LRT Pasar Seni. Saya akan melewati koridor itu lagi dan berharap bertemu dua polisi itu lagi. Saya sudah berpikir, kalau sempat bertemu mereka lagi (khususnya si polisi India itu) saya akan bilang:
"Hey, mau periksa saya lagi?!"  SCREW YOU !!

8 comments:

kasim said...

hi ariey. im malaysian n sorry to hear that. yeah its hard to tell u but its true that our police really have a bad manner. i dont know what they've been thought in their academy. hope situation like this will not occur anymore.

sorry for my bad english

Ariy said...

Hey, Kasim
Thanks for visited my blog. Yeap it's hard for Indonesian to travel in Malaysia, some of friends had same experience. They need to learn how to handle the situation in smart manner. I hope we're talking about the people (individual)not the police institution.
I'll be back to Malaysia anyway. I have some good friends in Malaysia.

regards,

A

aNT said...

Gw taon lalu jg sebel sama org Indian di Malaysia.

This year i wanna go there twice, KL & Penang! #leisure
I hope everything's gonna b Ok!

Gw tau blog ini dr mr. Crit :))

Btw, Thx 4 sharing mas Ariy!

Ariy said...

Horeee...ke sana lagi :). Thanks sudah mampir ke blog saya. Salam kenal yak

Zora Rencis Kasih said...

Baca artikel ini dari 2012, dan membantu bgt waktu jalan2 keluar negeri pertama kali (KL, Feb 2013) dan liburan kemarin (Singapore, May 2013) kemana2 jadi kebiasaan bawa passport dan ingetin saudara pada bawa passportnya masing2. Takut klo2 kejadian kyk mas Ariy. Thanks!

@ignatiazora

Anonymous said...

under that reason, why not cross malaysia on your list as i did? i've been bullied by their stupid immigration too when i had my transitted flight to Paris. since then, i have crossed malaysia from my list..

Anonymous said...

Yang terbayang shahkruhk khan harusnya...hihihihihi

Jadi illfeel ni kalo ketemu orang India yang berbadan gelap..apalagi ketemunya di negara Malaysia..:(

Tyas said...

Saya jadi ingat waktu ke Malaysia untuk menonton sebuah konser Kpop yang diselenggarakan di stadion terbuka. Kok ya yang menjaga konser itu anggota RELA, bukan bodyguard profesional. Mereka ini belagunya enggak tanggung-tanggung. Kebetulan anggota-anggota RELA yang saya lihat adalah keturunan Chinese (jadi buat saya nggak ngaruh ya mau yang keturunan India atau Melayu atau apa, nggak sopan ya nggak sopan).
Memang, penonton konser ada yang bandel, merekam/memotret konser pakai kamera profesional, yang dilarang. Namun penjaga profesional biasanya memperingatkan dengan sopan atau paling-paling dengan sengaja menyoroti mata/kamera orang bersangkutan dengan senter. Pokoknya, nggak main kasar! Bagaimanapun juga penonton itu kan tamu yang bayar uang untuk masuk.
Eh, anggota RELA ini bentak-bentak, melotot-melotot ke seorang penonton yang bandel (anak perempuan, sepertinya masih remaja) sampai anaknya ketakutan dan berjongkok. Itu dia masih dicengkeram, diancam mau diseret keluar, dimarah-marahi. Selain kasar, itu juga mengganggu pertunjukan. Tanpa sadar saya yang kesal sekali melihat anak itu ketakutan, jadi marah-marah balik ke si RELA. "LEAVE HER ALONE! ENOUGH!" dan entah apa lagi yang saya ucapkan sambil melotot ke mereka. Saya nggak memaki-maki sih. Maaf, saya sih bukan kayak mereka. Dipikir-pikir nekad ya? Coba gimana kalau mereka jadi marah ke saya, terus saya diseret keluar, terus ketahuan orang asing, terus urusan panjang... hahaha. Tapi setelah saya bentak-bentak si RELA ini mungkin jadi sungkan juga. Mereka pergi dan nggak balik-balik. Sementara penonton di sekitar saya dan teman saya menjadi ramah sekali kepada kami... hehe!
Sepertinya ya begitulah kejadian kalau orang sipil diberi kekuasaan menyerupai polisi. Mungkin di Indonesia juga sering terlihat pada satpol PP. Cuma saya sih belum pernah dengar mereka kasar pada turis (nggak punya hak juga kali periksa-periksa turis)...
Ya, pokoknya kita di Malaysia hati-hati saja.