Sunday, March 25, 2012

Romantisme Broadwalk Sungai Melaka (part 3-Habis )

Usai mendapatkan kamar, saya segera mandi. Bagi saya, salah satu kesenangan traveling di negara tropis semacam ini adalah mandi. Mandi membuat bau kecut saya hilang, badan tidak berasa lengket, dan yang penting segar dan siap untuk jalan-jalan lagi. Capek? sudah lupa tuh :)

Dari Bala's Place, saya menuju kawasan Stadthuys, menyusuri Jalan Laksamana dengan melawan arus kendaran, menikmati sederhananya Ruko mungil di sepanjang Jalan Laksamana. Di ujung jalan, saya menemukan St Francis Xavier's Church. 

St Francis Xavier's Church
Ini adalah gereja Portugis, dengan struktur bangunan bergaya neo-gothic.Dibangun oleh Father Farve pada tahun 1856 untuk menghormati St Francis Xavier, misionaris Katholik abad XVI yang dikenal sebagai Rasul dari Timur. Pembangunan gereja diselesaikan pada tahun 1859 oleh Pastor Allard.
Interior dalamnya sih menurut saya biasa saja, tapi dibangun tahun 1856 wow...sejarah panjang yang menyertainya ini yang luar biasa. Saat saya sampai di gereja itu, banyak orang berkerumun di depan gereja. Mayoritas mengenakan pakaian warna hitam. Dengan santainya saya merangsek ke pintu depan dan ingin mengetahui kenapa banyak orang.
Tapi langkah saya tertahan sebuah peti mati dengan beberapa orang di samping kiri dan kanan. Ooppsss....jadi ini ternyata upacara pemakaman orang. Duh...langsung deh saya mundur. Tapi kemudian saya berpikir lain, saya pengen juga mengikuti upacara pemakaman ini. Mungkin ada sesuatu yang berbeda yang bisa saya ambil dari pemakaman di Melaka. Saya mundur dari pintu utama, dan masuk ke gereja dari pintu samping. Saya mengambil posisi agak pinggir, supaya saya bisa cabut sewaktu-waktu dari sana. 
Tidak ada tangisan. Hanya serupa wajah-wajah murung memenuhi seluruh sudut gereja. Seorang pendeta dan seorang altar boy di sampingnya. Beberapa orang terpekur, dengan wajah serupa mendung. Mungkin mereka anggota keluarga yang ditinggalkan.
Beberapa orang melihat ke saya. Tetapi tidak seperti tatapan curiga. Mereka mungkin hanya merasa aneh saja karena saya bukanlah orang yang mereka kenal, bukan pula tetangga. Untungnya saya mengenakan kaos hitam. Beberapa anggota keluarga menandai dada kirinya dengan bunga kecil dikait peniti. Tak lama sang pendeta berjalan menuju ke peti mati yang ada di pintu utama. Lalu mereka bergerak bersama ke depan altar. Kemudian sang pendeta memimpin doa dan mendendangkan lagu-lagu rohani,


Upacara pemakaman warga Melaka
Saya berharap sih ada semacam upacara tradisional, tetapi ternyata setelah 30 menit tidak ada, jadi saya memutuskan untuk meninggalkan upacara sebelum berakhir.

Keluar dari gereja, saya menyeberangi jalan menuju ke sisi sungai yang sudah terlihat dari gereja. Pinggiran Sungai Melaka menurut saya adalah salah satu bagian cantik dari Melaka. Kita bisa menyusuri broadwalk yang berada di kanan kiri sungai. Beberapa titik terdapat jembatan cantik, sementara, di beberapa sudut, terdapat bagian broadwalk yang menjorok ke tengah sungai. Sangat cantik kalau jalan-jalan di sini setelah senja, karena beberapa bagian dihiasi lampu yang berpendar melilit pohon atau pagar pembatas. Pemerintah daerah setempat sepertinya memang sengaja membuat broadwalk untuk memanjakan wisatawan. Di beberapa titik, mereka membuat semacam view point. Jadi ada papan penjelasan di pinggir sungai, bahwa titik tersebut adalah titik terbaik untuk mengambil gambar.


Seperti sudah saya singgung sebelumnya, kanan kiri sungai ada banyak guesthouse, rumah-rumah penduduk, cafe, dan lain sebagainya. Dari yang bergaya China, hingga berarsitektur Belanda. Beberapa di antaranya dihiasi mural. Menikmati malam di river side adalah romantis, bonus nyamuk tentu saja. 

Oya, seperti saya singgung sebelumnya juga, jangan lupa untuk menikmati Melaka River Cruise, menyusuri sungai yang bersih yang membelah kota kuno Melaka. Ada beberapa dermaga yang disediakan. Saya sendiri lebih asyik untuk memotretnya, bukan naik. Tetapi di papan petunjuknya dijelaskan, untuk naik kita hanya perlu menuju ke dermaga (jeti) kemudian melambai ke arah boat yang lewat....Angkot banget yaa :).

Nah, Melaka River Cruise ini beroperasi dari jam 09.00 pagi hingga jam 23.00. Tiket untuk dewasa RM 10, sementara untuk anak-anak RM 5. Banyak sekali wisatawan yang naik boat, memang sepertinya asyik juga walau saya tidak naik dan hanya memotret saja. Kalau dalam papan petunjuknya, tiket bisa dibeli langsung saat kita berada di boat, atau juga bisa dibeli di loket. Tetapi entah kenapa saya tidak menemukan yang namanya loket tiket. Tapi tertulis juga, tiket bisa dibeli di Tourist Information Centre. Oya, jam operasinya itu tergantung tinggi permukaan air.
Balik lagi ke broadwalk, di beberapa titik juga tersedia bungalow tempat kita bisa beristirahat sejenak. Penting lho, soalnya kalau pas jalan siang hari, panasnya maaakkkk...kadang-kadang butuh ngadem sebentar di bungalow. Sayangnya, kadang-kadang bungalow ini sudah dipenuhi warga setempat yang pengen ngadem juga. Beberapa hanya bersinglet, keteknya kemana-mana. Memang Melaka tuh panasssss...makanya kalau jalan pakai kaos ringan saja dari bahan katun, supaya keringat terserap sempurna. Oya, jangan lupa deodorant :)

Melaka River Cruise


Nah, kalau dari St Francis Xavier's Church menyeberang, kemudian menyusuri broadwalk ke arah kiri, kita akan kembali ke depan Stadthuys. Satu sisi yang cantik untuk difoto adalah bagian di mana sungai mengalir di bawah jembatan yang menghubungkan Jalan Laksamana (depan Stadthuys) dengan Jalan Hang Jebat,


Ngomong-ngomong tentang Jalan Hang Jebat, kalau kebetulan Anda datang ke Melaka pada saat weekend, maka jangan lupa mengunjungi jalan ini atau terkenal juga dengan sebutan Jonker Street. Di sini setiap Jumat hingga Minggu, mulai pukul 18.00 hingga 24.00 digelar Jonker Street Weekend Night Market. Apakah itu? ini semacam bazaar di mana kita bisa berbelanja aneka souvenir hingga aneka  makanan yang berada di stalls sepanjang jalan tersebut. Nah, karena saya balik ke Kuala Lumpur Jumat siang, enggak kebagian night market ini. :(

Setelah menyusuri broadwalk sepanjang Sungai
Museum Maritim
 Melaka, saya pun berjalan ke Museum Maritim. Jadi kalau Anda naik bus Panorama, maka Museum Maritim ini adalah pemberhentian berikutnya setelah Stadthuys. Ada apakah di sana? Museum Maritim ini adalah tempat di mana terdapat replika kapal Flor de la Mar, sebuah kapal Portugis yang tenggelam di Selat Melaka. Museum ini juga memiliki koleksi yang menggambarkan sejarah Melaka, dari sejak jaman Kesultanan Melaka di abad XIV hingga era sebelum kemerdekaan. Pada saat weekdays, museum ini buka dari jam 09.00 hingga 17.30. Sementara untuk weekend, buka dari jam 09.00 hingga 21.00. Harga tiketnya nggak mahal kok, untuk dewasa RM 3, sementara untuk anak-anak RM 1.
Ada juga Baba & Nyonya Museum. Ini adalah bangunan China dari abad ke XIX, dengan gaya arsitektur perpaduan antara China, Victorian dan Belanda. Museum ini merupakan rumah dari tiga generasi keluarga Baba & Nyonya, dan berada di Jalan Tun Tan Cheng Lock. Saya jadi teringat pada bangunan nyaris sama di Medan, yaitu bangunan milik keluarga Tjong A Fie. Tiket untuk masuk ke Baba & Nyonya Museum adalah RM 10 untuk dewasa dan RM 5 untuk anak-anak. Jam buka dari jam 10.00 hingga jam 12.30.
Sebenarnya, kalau Anda berkeliling di Jalan Hang Jebat dan sekitarnya, kita akan melihat banyak bangunan lama yang bagus. Banyak terdapat mesjid-mesjid, semacam Masjid Kampung Kling, Masjid Kampung Hulu, dan banyak museum bertebaran. Tetapi karena waktu saya tidak begitu banyak, saya cukup menyelesaikan seperti yang saya ceritakan tadi.

Btw, entah ini perasaan saya sendiri atau memang seperti itu, di hari biasa kenapa setelah jam 19.00 suasana di Melaka sepi sekali yaaa...Sepertinya semua menutup rumahnya rapat-rapat. Berasa berada di kota hantu hahahaha....bukan sih, saya sengaja jalan-jalan malam, dan jalan di Jalan Hang Kasturi atau sekitar kota tuanya sepi mampus. Mana saya kelaparan, cari makan kok gak ada hawker. Ada sih satu rumah makan yang saya temui, tetapi kok enggak naksir. Nyari 7/11 juga nggak ada....akhirnya saya jalan terus deh ke jalan utama, saya lupa namanya. Lumayan jauh sih, baru bisa nemu 7/11. Saran saya, sebelum gelap, beli deh cemilan atau makanan/minuman buat bekal malamnya. Tetapi tentu kalau weekend, Anda tidak perlu khawatir, karena ada Jonker Street Weekend Night Market, jadi perut aman.


Saya memang tidak lama di Melaka, namun saya cukup menikmati short trip ke Melaka ini. Tentu ini selera, mengingat ketertarikan seseorang berbeda dengan orang lain. Saya selalu suka kota tua, kultur, dan lain sebagainya, seperti saya memilih Dali Oldtown di Yunnan, China, Penang (Malaysia) ataupun Melaka ini. Siang itu saya menuju ke Melaka Sentral naik bus Panorama. Dari terminal inilah, saya naik Metrobus RM 9.20 menuju ke Kuala Lumpur.


regards,

A

Thursday, March 15, 2012

Mencari Kamar di Melaka (part 2)

Siang itu teriknya bukan alang kepalang. Mungkin naluri banget ya, manusia cari tempat nyaman, nah...saya pun duduk di bawah pohon di sekitar air mancur di Stadthuys, itu cukup nyaman, tapi saya melihat kemungkinan tempat yang lebih nyaman lagi....seeet, mata saya tertuju pada kantor pos kecil di samping kanan kawasan Stadthuys. Selain memang saya suka kantor pos, dengan segala romantisme jadul-nya, saya berasumsi di sanalah saya akan menemukan...AC!!

Bagian dalam Kantor Pos Melaka
Saya selalu suka romantisme kota kecil. Saya selalu berimajinasi tinggal di sebuah kota kecil yang semua penduduknya mengenal satu sama lain, hanya ada satu bank, satu kantor pos, satu sekolah, satu gereja atau tempat ibadah lainnya, saya selalu membayangkan itu.
Saya terlalu banyak diracuni romantisme TV-Series cowboy seperti yang ada di Serial Little House on Prairie, yang muncul di era 80-an saat saya masih SD, atau semacam Bordertown yang hadir di awal tahun 90-an. Apa hubungannya dengan kantor pos ini? Bagi saya menarik, saya seperti tinggal di kota kecil di Eropa, dan penduduk datang ke kantor pos satu-satunya di kota, untuk mengirim kabar kepada sanak saudara nun jauh di sana.
Jadi kesimpulannya, saya masuk ke Kantor Pos Melaka yang tidak seberapa besar ini selain soal pencarian AC, juga romantisme. Benar juga, saat saya masuk, duhhhh...dinginnya enak, seperti butiran es tiba-tiba meresap ke balik kulit ari-ari saya. Selain itu, yang menghibur saya, di satu sudut kantor pos itu saya menemukan display kartu ucapan aneka warna. Aneka kartu ucapan ada, buat ulang tahun ibu, ulang tahun teman, ulang tahun nenek, hingga ucapan untuk sesuatu yang spesifik, misalnya permintaan maaf karena berbuat salah terhadap seseorang. Jarang menemukan kartu-kartu ucapan yang spesifik semacam ini di Indonesia, meski di toko buku sekalipun.
Akhirnya saya membeli 20 kartu ucapan. Bohoooong !! hehehe saya tidak beli satu pun kartu itu. Saya cuma iseng membaca kartu-kartu itu yang lucu-lucu dan inspiratif. Lalu apa yang saya lakukan? Saya mengirim kartu pos ke berbagai penjuru duina di mana teman-teman saya tersebar. Bohoooong lagi!! :) saya nggak mungkin melakukan itu, nggak ada duit kali. Terakhir saya kirim kartu pos adalah dari Penang, dua kartu pos, satu untuk ibu saya di Solo, satu untuk teman saya di Perancis. Terus ngapain dong saya di sana? Duduk sekitar dua puluh menitan, menikmati sejuknya AC dan orang-orang yang sibuk dengan urusannya.Yang ini tidak bohong. Surga banget!
Keluar dari Kantor Pos Melaka, saya menyeberang ke arah Sungai Melaka. Jadi begini, di depan kawasan Stadthuys ini ada jalan utama, yang satu jalur dengan Jalan Laksamana, sisi seberangnya ada semacam trotoar, di sana kita bisa beli minum, es, dan snack, nah trotoar ini berada di sisi sungai, yaitu Sungai Melaka di mana kita bisa melakukan kegiatan River Cruise. Di seberang itu ada jembatan, jembatan inilah yang akan menghubungkan Jalan Laksamana yang ada di depan Stadthuys dengan Jalan Hang Jebat. Kompleks dan gang-gang di seputaran Hang Jebat ini banyak sekali kita temukan hostel/guesthouse/homestay. Inilah yang saya lakukan, yaitu mencari tempat menginap sebelum gelap tiba. Kawasan seperti Jalan Hang Jebat, Jalan Hang Kasturi, Jalan Hang Lekiu adalah kawasan di mana guesthouse bertebaran di mana-mana.

Yang saya lakukan untuk mencari penginapan di Melaka adalah go show alias langsung cari on the spot kagak pakai booking. Tetapi saya sarankan juga nih, untuk yang masih newbie, bagi saya perlu diingat jangan sembarang go show. 
Saya melakukan go show dalam kondisi:

1.Kota/destinasi yang saya kunjungi adalah  touristy places, artinya dalam kondisi apapun, kemungkinan mendapatkan kamar kosong dan MURAH, cukup mudah. Jadi kalau menuju ke destinasi yang tidak banyak penginapan, saya memilih booking in advance.

Kawasan Jalan Hang Jebat.
2. Meskipun go show, saya bukannya tidak riset lho. Saya tetap melakukan riset untuk mendapatkan harga murah dan mengetahui lokasi dari penginapan yang saya tuju. Saya bisa melakukan itu di www.hostelworld.com dan  www.hostelbookers.com. Kenapa saya menggunakan dua situs ini? Karena dua situs ini lengkap banget. Menurut saya, mereka memiliki daftar hostel murah yang lengkap dibanding situs lain. Selain itu, mereka juga menampilkan daftar hostel-hostel murah. Hotel malah jarang masuk di situs ini, kecuali mungkin yang bintang tiga atau dua.
Kenapa saya melakukan dua langkah di atas, karena kalau saya tidak melakukan riset itu, maka saya akan menghabiskan banyak waktu di jalan untuk sekadar memilih penginapan. Akan sangat membuang-buang waktu.
Hari itu saya keluar masuk beberapa penginapan yang sebelumnya sudah saya incar. Satu penginapan (lupa namanya) tapi saya sempat lihat ini di hostelbookers juga, saya masuki. Resepsionisnya yang engkoh-engkoh tua baik hatiiii banget. Saya bilang padanya, saya mau ngecek dulu, siapa tahu cocok. Dia bilang tidak masalah, malah bilang "Sure, you have to do that." Dan saat saya tanya soal dorm, dia tersenyum dan sepertinya tidak menyarankan. Tetapi dia mempersilakan saya mengecek dorm. Benar saja, itu sebuah ruangan di lantai 2 yang luas, dengan lantai berbahan kayu (seperti kebanyakan rumah-rumah kuno tinggalan jaman Belanda), dan banyak sekali tempat tidur dan bule-bule kleleran. Ini dorm terburuk yang pernah saya lihat. Ini benar-benar barak. Dan lebih parah lagi, panasnya bukan kepalang karena cuma ada fan. Si pengelola cuma bilang "I told you..." sambil tersenyum. Tentu saya tidak akan mengambilnya meskipun harganya murah, RM 20 atau Rp 60.000. Lalu dia menunjukkan satu single room di lantai dasar, dengan AC kenceng dan ruangan bersih. Tapi harganya terlalu mahal bagi saya RM 45 atau sekitar Rp 135.000 per malam. Saya mohon diri dan meminta maaf karena tidak jadi mengambil. Si pengelola dengan ramah sekali menyatakan "It's okay...no worries. I do understand." Saya memang bilang kepadanya, budget saya minim.
Jalan Hang Kasturi, lokasi Bala's Place
Saya pikir saya akan menemukan kamar lainnya yang lebih representatif. Setelah agak lama keluar masuk penginapan, saya melewati satu jalan kecil, nyaris seperti gang. Di depan satu rumah, saya menemukan sebuah papan tulis kecil yang dipasang di depan rumah, yang menawarkan kamar RM 25 atau sekitar Rp 75.000 untuk single room. Seorang perempuan keturunan India berdiri di depan, dan saya menghampirinya. Saat saya baca plang di depan rumah itu "Bala's Place", saya jadi inget teman saya dari Malaysia pernah menyebut nama ini. Saya pun tertarik masuk.
Si Ibu pemilik yang saya lupa menanyakan namanya, menyambut saya dengan sangat ramah. Dia bilang, masih ada kamar, silakan kalau saya mau mengecek. Dan harga hari itu, karena weekday, maka cuma RM 25. Bila weekend, harganya RM 30. Saya lupa apakah sudah termasuk breakfast, karena memang saya jarang mempedulikan hal ini, mengingat di rumah saya juga jarang sarapan. Seperti hampir sebagian besar bangunan di Melaka, ini adalah bangunan kuno serupa Ruko dua lantai, dengan alas lantai dua terbuat dari kayu. Jadi bila penghuni lantai dua agak cepat jalannya, maka akan terdengar di bawah. Tapi so far tidak terlalu mengganggu. Pertama, saya cek kamarnya. Di lantai dasar terdapat 3 kamar, kamar paling depan dihuni si pemilik. Di lantai dua terdapat 4 kamar. Tidak ada dorm. Bagi saya, kamarnya bagus dan bersih, cuma memang tidak ber-AC. Tapi ada fan tempel di langit-langitnya. Kedua, saya cek kamar mandi. Ada 4 kamar mandi dan semua pakai shower, bukan kamar mandi sempit ala hostel di Singapore, dan yang penting bersih. Belakangan pas mau cabut, saya tahu si pemilik ternyata menggunakan jasa cleaning service profesional untuk membersihkan kamar mandi. Akhirnya, saya putuskan mengambil kamar di lantai dasar. Dan inilah penampakan kamar saya:

Ini kamar saya di Bala's Place
Bagi saya, kamar ini sudah sangat pantas, apalagi dengan harga RM 25. Selain itu, saya sudah terpesona duluan dengan kebaikan si Ibu, jadi berasa di rumah sendiri. Kita akan diberi handuk, sarung, dan ditanya tentang apa yang kita perlukan. Oya, satu hal lagi, di Melaka banyak nyamuk, apalagi dekat sungai ya. Nah, si Ibu ini juga menawarkan, kalau mau tidur, dia dibangunkan, nanti akan disemprot kamarnya dengan obat pengusir nyamuk.
Saya juga diberi kunci gerbang depan, dan kunci pintu di bagian dalam serta kunci kamar. Total ada tiga. Mengingat ini semacam rumah yang menyewakan kamar, tidak ada resepsionis. Tapi kita bisa keluar masuk 24 jam, tidak masalah. Yang saya suka adalah, di bagian depan rumah ini ada piano besar. Sore hari, ada seorang pemuda keturunan China yang memainkannya. Sepertinya adalah pemuda tetangga. Besok paginya, dia datang lagi main piano lagi. Mainnya bagus, dan lagu-lagunya top :). Kalau berminat dengan Bala's Place, googling saja. Penginapan ini juga sudah terdaftar di www.hostelbookers.com kok. Cara gampang ke sana adalah dari Stadthuys menyeberang jalan, lewati jembatan, lalu kita akan lihat bangunan merah menonjol di sudut kanan, nah ini namanya adalah restauran cendol dan durian cendol. Sangat terkenal. Dari sini belok kanan aja lurus, kita akan menemukan Jalan Hang Kasturi.
Kalau pengen yang sedikit romantis, cari saja penginapan-penginapan di river side, sepanjang sisi Sungai Melaka yang juga tidak jauh dari Stadthuys. Di sepanjang sungai ini terdapat banyak penginapan, cafe dan kalau malam cukup romantis dengan banyak lampu hias di sepanjang sungai. Di satu sudut river side, ada bangunan yang dihias mural tentang keberagaman ras yang membentuk budaya Melaka.

Dinner di sisi Sungai Melaka sepertinya sangat romantis. Kalau dilihat dari luar, penginapan-penginapannya sih sama, seperti bangunan-bangunan Ruko bertingkat. Tetapi nilai plusnya ada di sepanjang sungai. Tetapi dalam asumsi saya, harga kamarnya mungkin akan lebih mahal karena demand-nya lebih tinggi. Akan lebih baik Anda mengecek di www.hostelbookers.com atau www.hostelworld.com untuk melihat kepastian harganya.
Bagi saya, persoalan penginapan akan sangat subyektif. Kalau menurut saya nyaman, belum tentu menurut Anda. Yang menjadi patokan saya selama ini adalah harga murah. Kedua adalah lokasi. Ketiga adalah kebersihan. Nah, Anda mungkin akan memiliki skala prioritas berbeda, misalnya tidak sayang mengeluarkan duit lebih untuk mendapatkan kenyamanan.


 
Hari itu, selepas mendapatkan kamar, saya jalan-jalan di sepanjang Sungai Melaka. Nikmat sekali. Yang tidak tahan hanya panasnya saja. Akan lebih nikmat kalau jalan-jalan di sore hari. Tetapi sebelum jalan-jalan di sepanjang sungai, saya sempat menuju ke suatu gereja bersejarah di Jalan Laksamana. Saya lihat, gereja itu penuh orang, saya pikir mereka turis. Saya pun nyelonong masuk. Tapi saat di depan pintu utama, langkah saya tertahan. Di depan pintu terdapat sebuah peti mati dengan beberapa orang berada di samping kanan dan kiri. Saya berada di tengah suasana berkabung...(Bersambung)

Sunday, March 11, 2012

Jalan-Jalan ke Malaka, Melaka...eh Malacca (part 1)

Apapun itu dan bagaimana pun cara menyebutnya, yang penting saya sudah menuntaskan rasa penasaran atas Melaka (pilihan kata yang saya gunakan di tulisan ini). Tidak tahu kenapa, akhir-akhir ini destinasi yang saya pilih untuk traveling selalu berdasar "dendam". Saya sudah terlalu sering ke Malaysia, tetapi tidak pernah sekalipun ke Melaka. Padahal ini hanya sepelemparan kolor dari Kuala Lumpur. Duh, kebangeten kan saya?
Padahal iming-imingnya tuh keren banget lho, inilah kota yang masuk daftar warisan dunia dari UNESCO. The city invites you to experience the old world charm of buildings and architecture inherited from centuries of Portuguese, Dutch dan British rule, and to witness the various costums and cultures of its people. Nah lho, mantaps gak tuh.

Akhirnya, sejak akhir tahun 2011 saya mulai ngincer untuk mendatangi Melaka. Ngulak-ngulik polah tingkah maskapai penerbangan, siapa tau dapat sisa tiket hehehe. Eh, kok doa saya terjawab begitu Air Asia membuka rute baru Kuala Lumpur-Semarang dan sebaliknya. Biasanya rute baru akan memunculkan tawaran tiket dengan harga ancur-ancuran. Lucky me, saya dapat tiket dengan harga dasar Rp 49.000, kalo pp termasuk dengan pajak dan lain-lain saya bayar pp Semarang-Kuala Lumpur hanya more less Rp 350.000. Hohohohoho. Thanks again AirAsia!!

Singkat cerita, saya menjelajah beberapa tempat di Malaysia. Sebagian sudah saya ceritakan sebelum ini. Nah, kesempatan saya ke Melaka adalah tanggal 16 Februari 2012. Menuju ke Melaka, saya berangkat dari Terminal Bersepadu Selatan (TBS) yang sangaaaaaat cantik untuk kelas terminal. Seriously !! sebelum masuk ke terminal baru ini, saya cuma membayangkan apa kata orang. Tetapi begitu masuk, olala...memasukinya bikin saya cegukan. Bersih, dingin, mewah, full fasilitas, bla...bla...bla...dan blaa... :). I'm speechless. 

Nah, ini bagian dalamnya dengan banyak loket bus. Untuk sampai ke sini dari kota gampang kok, naik saja LRT menuju ke stasiun LRT Bandar Tasik Selatan.
Loket-loket berjajar cantik, dengan sistem penjualan tiket secara konsorsium, jadi tidak perlu pusing menghindari calo, karena calo nggak ada ceritanya di terminal ini :).
Tinggal menuju ke loket-loket yang diinginkan, kita akan diberi daftar pilihan bus yang akan kita gunakan, pilihan harga (selisih tidak terlalu banyak antara satu bus dengan bus lain), lalu tiket bisa dibeli. Mau pesan tiket juga bisa lho. Nah, bagusnya ini terminal ada board pengumuman bus-bus yang akan berangkat, datang, hingga pembatalan. Persis kayak di bandara itu. Mau titip tas, ada layanan left luggage. Mau makan? ada food court di lantai dua. Mau ke toilet? banyaaak dan bersih. Jangan bayangkan toilet khas terminal bus di Tanah Air ya. 
Saya naik Metrobus dengan tiket seharga RM 9.20 atau sekitar Rp 27.000. Ini harga termurah, beberapa operator bus lainnya menetapkan harga sekitar RM 12. Bedanya memang di fasilitas busnya. Tapi bagi saya, tampilan bus dari operator Metrobus sudah jauh lebih bagus dari harapan. Mungkin karena saking seringnya saya naik bus bumel Solo-Yogyakarta. Mau tau tampilannya? nih dia bus dari Metrobus:

Metrobus KL-Melaka dan sebaliknya. Bagus kan?
Saya nggak sempat memotret yang dari Kuala Lumpur, ini adalah gambar yang dari Melaka. Tapi sama sih bus. Kursinya dua-dua, nyaman, AC dingin, dan busnya tepat waktu. 
Oya, balik lagi cerita soal TBS, antrean sebelum masuk bus juga persis kayak di bandara. Kita masuk ke ruang tunggu, dengan banyak platform dan gate, tinggal sesuaikan dengan tiket kita. Lalu akan ada panggilan, untuk masuk, kita antre pengecekan tiket. Semua dilakukan secara rapi dan efisien. Selama saya naik bus ini, belum pernah meleset dari yang dijadwalkan. Bagus. 
Lama perjalanan sekitar 2 jam-an. Tapi pas berangkat, KL-Melaka dilibas dengan hanya 1,5 jam saja. Dan itu tidak berasa capek sama sekali karena bus-nya bagus, selain itu jalannya juga mulusssss...mostly melalui jalur bebas hambatan. Kalau secara pemandangan sih biasa saja.
Saya tiba di Melaka Sentral (terminal pusatnya Melaka) pada pukul 11.00 siang. Terminalnya cukup besar dan di sini tuh selain di terminalnya ada kayak shopping centre, food court, di sekitar terminal juga ada pasar tradisional, mall, dan lain sebagainya. Tapi terminalnya meski tidak sekeren TBS, cukup rapi dan bagus. 
Oya, kalau bingung belum dapat penginapan dan sekiranya budget juga sedikit longgar, coba saja ke papan pengumuman yang lokasinya di tengah terminal. Tepatnya di seberang Mc Donald. Di sana ada papan berisi tawaran kamar sejumlah hotel budget lengkap dengan harga per malamnya. Bagaimana mengetahui ketersediaan kamar? Gampang, di papan pengumuman itu ada pesawat telepon bebas pulsa yang bisa digunakan untuk menghubungi hotel yang diinginkan. 
Kalau saya mah, ogah...karena budget saya memang sangat ketat, jadi saya putuskan go show sekalian jalan-jalan. Niat awal ingin booking lewat www.hostelworld.com atau www.hostelbookers.com, tapi kemudan saya batalkan.
Untuk menuju ke kota, gampang juga. Menuju ke gate untuk domestik bus atau bus kota. Kalau nggak tahu, tanya bagian informasi. Lalu dari sini, cari bus no 17. Busnya hijau, jueleeek mampus. Tapi ajaibnya, bus ini AC-nya nyala hahahaha. Bayarnya di muka, yaitu langsung ke sopir, usahakan uang pas yaitu RM 1.50. Biasanya ditanya dulu nih, turun di mana? Jawab saja turun di STADTHUYS. Ini adalah pusat kawasan heritage-nya Melaka dan berada di Melaka Tengah. Dari sini jalan ke kawasan homestay deket banget.

Cara kedua adalah pakai Panorama Bus. Tapi agak susah nyari bus ini karena nggak ngetem lama di terminal. Jadi begitu datang, langsung kejar deh :). Tapi kalau dari downtown ke terminalnya gampang kok. Busnya gampang dikenali, karena merah menyala. Dan biasanya penuh dengan turis. Saya tidak tahu mana kebijakan yang benar, tetapi pertama kali naik bus ini saya gratis. Tapi kemudian pas pulang saya ditarik bayaran RM 1.50. Tapi saya nggak protes lho, karena busnya bagus dan nyaman sekali. 
Perjalanan dari Melaka Sentral (Terminal) ke downtown tidak lama. Saya perkirakan cuma 15 menit. Kali pertama naik bus no 17, saya ditanya sopirnya, mau turun di mana? saya bilang saja "World Heritage Area" si sopir yang orang keturunan India menggelengkan kepala, dia tidak tahu. Tetapi dia tetap mempersilakan saya naik. Hal sama ternyata terjadi pada banyak turis lainnya. Para turis ini, termasuk saya, tetap saja nekat naik meski sopir tidak mengerti di mana tujuan kami. Usut punya usut, mereka ada yang menggunakan Lonely Planet, googling, dan lain sebagainya untuk menemukan bus no 17 ini. Termasuk saya :).

Lovely Melaka

Setelah melewati kawasan pinggiran yang tidak terlalu istimewa, layaknya permukiman penduduk, mall kecil, dan lain sebagainya, bus melaju ke kawasan yang bagi saya...indah banget. Ini adalah Jalan Laksamana, dengan jalan tidak terlalu lebar, kanan kiri adalah rumah-rumah model kuno bertingkat didominasi warna merah. Saya jadi teringat rumah-rumah kuno di Dali, sebuah kota kuno di Yunnan, China. 
Jalan ini tidaklah panjang. Kanan dan kirinya berbagai macam badan usaha penduduk setempat, toko souvenir, bar, hingga di ujung ada kantor pos kecil. Begitu melewati ini, saya langsung mengenali bahwa saya telah tiba di kawasan cagar budaya Melaka. Tinggal menunggu bus sampai di halte untuk berhenti saja.

Sebenarnya saya pengen turun saja dan menyusuri jalan nan cantik ini. Tapi tidak mungkin, karena bus hanya akan berhenti di halte bus. Akhirnya saya urungkan dan niat untuk menyusuri jalan ini harus ditunda dulu. Saat melewati jalan ini, keadaan cenderung sepi. Tidak banyak orang beraktivitas. Namun beberapa becak cantik sudah terlihat berseliweran di jalan ini.
becak-becak melenggang di Jl Laksamana
Masih di dalam bus, saya lihat di ujung seperti ada karnaval, dan situasinya sangat ramai. Wah saya sudah nggak sabar untuk tiba di ujung. Itu seperti 20 meter terpanjang dalam hidup saya (Lebay!) ;).
Ujung Jalan Laksamana adalah kawasan Stadthuys. Kalau pernah nonton film Jumper-nya Hayden Christensen, itulah perasaan saya saat itu. Awalnya tadi berangkat ke Malaysia, tiba-tiba saja dalam hitungan jam saya seperti sudah berada di Eropa!
Di sinilah para turis terkonsentrasi. Saya benar-benar menikmati kawasan ini, karena memang saya suka dengan hal-hal kuno. Kawasan ini juga terlihat sangat terawat sekali.

Kompleks Stadthuys nan cantik
Kawasan Stadthuys difoto dari Gedung Stadthuys. Tampak kejauhan adalah Chris Church Melaka, gereja yang dibangun Belanda pada tahun 1753.
Becak-becak hias diparkir di depan Chris Church Melaka
Stadthuys adalah bangunan yang menurut saya paling menonjol dari sekian warisan dunian yang ada di Melaka. Berwarna dominan merah salmon, dibangun dengan kayu-kayu tua pilihan di bagian pintunya, langit-langit tinggi, sehingga terasa sejuk berada di dalamnya. Stadthuys dibangun pada tahun 1645 dan dipercaya sebagai bangunan Belanda tertua di kawasan timur Asia. Bangunan utama Stadthuys saat ini digunakan sebagai bangunan Museum of History and Ethnography (War Museum). Museum ini buka setiap hari dari pukul 09.00-17.30 (weekdays) dan 09.00-21.00 (weekend). Harga tiketnya untuk dewasa RM 5, sementara untuk anak-anak RM 2.
Oya, Anda juga bisa berfoto dengan pakaian tradisional atau mengambil foto bersama pasangan yang mengenakan pakaian tradisional. Saya lupa tarifnya berapa, tetapi tidak lebih dari RM 5. Model beginian saya banyak menemukan di luar negeri, kenapa di Indonesia tidak ada yang berpikir untuk membuka jasa beginian ya? :)

Yang paling asyik adalah naik becak hias. Becak-becak di sini sadar wisata sekali. Karena memang tujuannya untuk wisata kali yee...jadi mereka bersolek dengan warna-warni segambreng mungkin, eye catching, shocking color, dengan hiasan yang sangat kreatif, mulai memasang aneka bunga plastik menjadi gambar hati, memasang blink-blink, boneka barbie hingga payung hias. Gongnya adalah, di bagian bemper belakang ditaruh speaker yang akan dibunyikan saat membawa penumpang. Lagu-lagunya pun yang ajeb-ajeb, meskipun mayoritas sopir becaknya sudah berumur.
Maka mengalunlah "Price Tag" atau "Hey Soul Sister" mengiringi ayunan pedal si sopir dan kepala penumpang yang mangut-mangut. Seru. Terkadang beberapa penumpang yang sudah berumur agak malu-malu naik becak ini, karena sering jadi obyek foto. Hihihii.
Sayangnya, tarifnya mahal euy, nyaris seharga tarif nginep saya semalam, jadi ya skip saja ya naik becak ini, mending motret-motret saja :). Berapa sih tarifnya? satu jam RM 40 atau Rp 120.000. Nah lho! saking mahalnya, saya sempat melihat seorang laki-laki bule merasa dirampok. Dia naik dua becak bersama dua anaknya dan sang isteri. Mungkin karena di awal tidak terlalu paham berapa tarifnya, pas ditarik RM 80 dia tidak terima. Nah, karena di sana sudah ada papan pengumuman tarif becak, akhirnya dia menyerah dan pergi sambil bersungut-sungut. Bule aja tidak rela, apalagi saya....hohohoho...

PDI Perjuangan pun hijrah ke Melaka :)

ini becak-becak edisi Valentine


Tua muda tidak mau melewatkan naik becak hias

Saya cukup puas menikmati kawasan Stadthuys ini. Kalau Anda penyuka fotografi, mungkin inilah kawasan yang ciamik buat jadi obyek foto Anda. Oya, Melaka bukan hanya Stadthuys ya, tetapi saya harus berhenti dulu jalan-jalan untuk mencari penginapan. Saya takut, kalau kesorean saya malah tidak mendapatkan penginapan. Ini karena saya dengar, selepas mahgrib, Melaka tuh sepi, kecuali pada saat weekend. Jadi saya pikir daripada berisiko, saya cari penginapan dulu deh. Nah selanjutnya ntar simak saja di bagian kedua yaa...

Regards,

A