Sunday, September 30, 2012

Serunya Naik Railbus Batara Kresna di Solo

Hey, Journer !
Bagaimana weekend-nya? Semoga seseru weekend saya. Nah, saya ingin bercerita tentang weekend saya, murah meriah tapi fun dengan railbus. Yuk mareee :)

Saya lebih suka menyebutnya kereta wisata daripada menyebut sebagai moda transportasi untuk mengatasi problem angkutan di Solo dan sekitarnya, seperti yang sering ditulis media. Railbus Batara Kresna memang menurut saya bukan berfungsi untuk itu, karena kalau mau jadi sarana solusi transportasi, kan sudah ada Kereta Prambanan Ekspres yang jadwal keberangkatannya banyak sekali dalam satu hari.
Jadi, inilah Railbus Batara Kresna, yang telah di-launching pada awal Agustus 2012 lalu dan merupakan satu-satunya di Indonesia. Akhir pekan kemarin saya berkesempatan mencoba untuk kali pertama Railbus Batara Kresna.
Secara keseluruhan, rutenya adalah Sukoharjo-Solo-Yogyakarta. Tetapi kita bisa mengambil penggal rute Sukoharjo-Solo, atau Solo-Yogya, atau sebaliknya. Saya berangkat dari Stasiun Purwosari, Solo dan hanya akan mengambil rute pendek Solo-Sukoharjo.
Berikut jadwal selengkapnya (hingga 30 September. Bisa berubah sewaktu-waktu):

Keberangkatan:
  • Berangkat dari Stasiun Sukoharjo (07.55) - Stasiun Purwosari (09.00) - tiba di Stasiun Maguwo (09.43) - tiba di Stasiun Lempuyangan (09.52) - tiba di Stasiun Tugu Yogya (09.58).
  • Berangkat dari Stasiun Tugu Yogya (14.15) - berangkat dari Stasiun Purwosari (15.18) - tiba di Sukoharjo (16.09).
  • Berangkat dari Stasiun Sukoharjo (16.44) - Stasiun Purwosari (17.40)
Tarif ( hingga 30 September 2012) : 
Solo-Sukoharjo dan sebaliknya : Rp 10.000
Yogya-Solo dan sebaliknya      :  Rp 20.000
Sukoharjo-Yogya sebaliknya    :  Rp 30.000

Railbus Batara Kresna hanya memiliki tiga gerbong dengan kapasitas 234 orang termasuk penumpang berdiri. Begitu masuk ke dalam gerbong, saya melihat interior gerbong yang sederhana namun bersih dan rapi. Jendela kanan kiri lebih lebar dan rendah sehingga cocok untuk kereta wisata. Pengunjung dapat dengan mudah dan leluasa merekam pemandangan di luar.


Interior Railbus Batara Kresna




Penggal rute Sukoharjo-Solo diawali dengan perjalanan membelah jalan protokol di Kota Solo yaitu Jl Slamet Riyadi. Rel yang masih membelah tengah kota, apalagi di jalan protokol, yang masih berfungsi sampai sekarang hanya ada di Kota Solo. Di penggal ini, kita bisa melihat denyut kota, melewati depan Loji Gandrung (rumah dinas walikota) - Taman Sriwedari - Museum Radya Pustaka - Museum Batik Danarhadi - Ngarsopuro - Kampoeng Batik Kauman - hingga melewati titik nol kota yaitu di Gladak (Patung Slamet Riyadi). Setelah itu, railbus akan membelah perkampungan padat penduduk di kawasan Sangkrah, kemudian lepas dari Solo dengan menyeberangi jembatan yang melintang di atas Sungai Bengawan Solo.

Stasiun Sukoharjo Kota
Setelah lepas dari jembatan, pemandangan kanan kiri akan menghijau, dominasi sawah, perkebunan, serta perumahan penduduk. Pemandangan ini akan kita temui hingga Stasiun Sukoharjo Kota. Di tengah kota, railbus berjalan rata-rata 15 km per jam saja, sehingga membuat kita puas menikmati pemandangan. Hanya saat lepas dari tengah kota, speed ditambah menjadi sekitar 30 km / jam.

Sampai di Stasiun Sukoharjo Kota, kita bisa menunggu beberapa saat untuk kembali ke Solo (dengan membeli tiket lagi). Sayangnya, keberadaan railbus ini belum ditangkap pihak Kabupaten Sukoharjo dengan memberikan semacam atraksi di Stasiun Sukoharjo Kota. Jadi di stasiun ini kita hanya duduk-duduk saja. Saya membayangkan, bila di Stasiun Sukoharjo Kota ini dibangun pasar wisata atau pusat jajan, pasti akan membuat pengunjung lebih senang dan membantu memberikan penghasilan tambahan bagi warga setempat. Tentunya juga akan membuat tingkat pengguna railbus meningkat :).

Selamat mencoba :)

A

Friday, September 21, 2012

Berburu Ganja di Hmong Village

photo: chiangmai.org
Tidak, tidak seperti yang Anda bayangkan, Journer.

Saya tidak akan mengajari Anda berburu candu dalam arti sebenarnya. Saya akan ajak Anda jalan-jalan ke Hmong Village, di Chiang Mai, Thailand. Pertama kali ke Thailand pada tahun 2009, saya diajak teman menuju ke Pegunungan Doi Suthep. Kami menikmati perjalanan yang menyenangkan dan tidak terlalu jauh dari Chiang Mai, kota terbesar kedua di Thailand ini.
Jalur menuju pegunungan ini sangat halus jalannya. Mungkin karena di salah satu bagian pegunungan ini terdapat Bhubing Palace atau Royal Winter Palace, yang merupakan tempat tinggal keluarga kerajaan saat mereka ingin bersantai atau liburan. Siang belumlah terlalu tua, tapi saat itu sudah serupa mendung. Serunya lagi, kabut sudah mulai turun. Sedaaap. Saya suka udaranya yang bersih, jalan tidak macet bahkan cenderung lengang (beda jauh dengan Puncak). Suhunya pun tidak dingin banget, bahkan saya yang tidak kuat dingin juga tidak perlu memakai jaket.
Tujuan utama sih sebenarnya Wat Phrathat (ntar deh saya ceritakan di tulisan terpisah). Nah, kelar dari Wat Phrathat yang cantik itu, teman saya mengajak untuk naik ke bagian lebih atas. Pilihannya dua, yaitu Hmong Village dan Bhubing Palace. "Ya udah, dua-duanya saja," sambar saya cepat.
Beberapa orang mengatakan Hmong Village adalah desa biasa. Tetapi saya melihat secara berbeda. Ini desa nyaman banget. Gampang juga dicapainya. Saya langsung suka pada pandangan pertama terhadap desa ini. Sangat tenang, tidak ada hiruk pikuk turis, meskipun kita bisa bertemu dengan satu dua orang asing yang mendatangi desa ini.
Sebenarnya, Hmong Village sudah mengantisipasi datangnya turis. Ini terlihat di bagian depan desa yang seperti tanah lapang luas untuk parkir mobil dengan kanan-kirinya banyak pedagang souvenir, berupa kerajinan tangan yang dibuat sendiri penduduk desa. Penduduknya memakai pakaian adat semua. Beberapa perempuan tua duduk di depan pintu sambil membuat kerajinan tangan. Yang saya suka adalah, mereka cuek terhadap turis. Maksudnya, mereka tidak menyodor-nyodorkan kerajinan tangan kepada turis supaya mau membeli. Jadi bener-bener enak banget jalan-jalannya.
Memasuki ujung desa, kita akan dibawa ke sebuah area khusus, yang penuh dengan bunga aneka warna dan kolam yang airnya bersumber dari gunung. Kolamnya lebar, biasanya buat berenang. Di sekelilingnya banyak terdapat bungalo dari bambu dengan atap semacam sirap. Nah, yang istimewa, kita dapat dengan mudah menemukan tanaman ganja, yaitu jenis Opium Poppy. Gak cuma satu, banyak.
ngiler
Apakah Opium Poppy (Papaver Somniferum) adalah spesies tanaman opium yang menjadi sumber Narkotika, morfin, termasuk heroin dan turunannya. Nama botani Latinnya berarti "sleep-bringing poppy", mengacu pada sifat obat penenang dari Poppy. Ada beberapa kegunaan sebenarnya, selain menjadi sumber Narkotika, morfin, etc. Misalnya, benihnya bisa dijadikan sumber minyak goreng sehat. Namun, di beberapa negara, tanaman ini dilarang keras.(sumber: Wikipedia).
Seumur-umur, baru kali ini juga saya melihat langsung tanaman ganja ini. Maka tanpa ba-bi-bu lagi, foto-foto deh bareng si tanaman huehehe. Saat saya mencoba memetik satu daun untuk saya bawa pulang, kedua mata teman saya sudah melotot tajam ke arah saya. Huehehehe...baiklah.
Tidak ada pengawasan khusus masuk daerah ini. Semua serbawajar, seolah-olah tidak ada tanaman terlarang di wilayah ini. Kalau di Indonesia gak mungkin eksis kali ya desa yang menanam ganja, untuk alasan mendatangkan turis sekalipun. Masuk ke desa ini pun sebenarnya gratis. Tetapi ada orang yang juga membuka kota sumbangan sukarela juga sih, yaitu 10 Baht atau sekitar Rp 3.000. Sukarela kok ada nominal? Ya sudah nggak papa, susah lho di Indonesia bisa dapat daun ganja dengan Rp 3.000 hueheh. Saya demen banget dengan desa ini. Kalaupun ada hostel atau penginapan di rumah warga, mungkin saya mau deh tinggal semalem gitu :). 

So, Journer, kalau lagi jalan-jalan ke Chiang Mai, jangan lupa deh mampir ke desa ini. Cara ke sana gampang kok, banyak angkot merah (Rod Daeng) yang menawarkan trip ke Doi Suthep. Kalau ada barengannya, bisa lebih murah dan cepet berangkat. Sebelumnya, dari titik di mana pun kita tinggal di Chiang Mai, ambil angkot merah dulu dan minta diantar ke Chang Puak Gate, atau ke Maninopharat Road. Bisa juga bilang ke depan gerbang utama Chiang Mai University. Nah di depan gerbang ini, kita bisa melihat beberapa angkot merah ngetem, dengan memasang tanda melayani trip ke Doi Suthep. Saya dulu dapat 140 Baht atau sekitar Rp 42.000 untuk bolak balik dari lokasi tersebut ke gerbang Wat Phratat Doi Suthep. Itu sudah termasuk mereka menunggu kita satu jam untuk mengeksplorasi Wat Phratat. Nah, kalau mau ke Hmong Village, bisa nambah 40 Baht atau Rp 12.000, maka kita akan diantar ke desa itu.

Selamat mencoba,

A

Friday, September 14, 2012

Mobile Internet, Obat Mati Gaya Saat Traveling


            Entah bego, entah bodoh, teman saya yang satu ini bercerita tentang pengalamannya jalan-jalan di satu kota. Dia dibuat malu berat oleh kebodohannya karena tidak mengenal medan yang akan dijelajahinya. “Jadi aku sampai di tujuan pakai kereta kan, cuma berbekal panduan SMS dari orang kantor. Ya udah, kayak kebo dicucuk hidungnya gitu. Intinya, orang kantor bilang, setelah sampai di tujuan aku musti ke hotel yang udah di-bookingin. Nyantai deh akunya,” ujar dia semangat.
            Saya cuma cengar-cengir menunggu kejutan dari ceritanya. Setelah menghela napas, teman saya ini melanjutkan, “Karena semua biaya ditanggung kantor, aku semakin nyantai, maunya traveling cantik-lah. Ada taksi di depan stasiun tuh, dengan gaya sok yakin, aku langsung stop dan masuk ke dalam tanpa ba-bi-bu,” lanjutnya lagi.

            “Gak nanya itu pakai argo atau nggak?” sambarku. Dia menggeleng, “Ngapain juga, toh berapapun nanti juga diganti kantor. Pikirku gitu, sok yakin.”Giliran saya yang diam, masih menunggu dikejutkan. Lalu dia melanjutkan cerita, wajahnya juga mulai cengar-cengir. “Ke hotel dong aku. Pas aku bilang ke sopirnya, tuh sopir mengangguk saja…ya udah kan…jalan deh tuh taksi.”

            Udah gitu? Batinku. “Belum kelar, taksi berjalan nih…aku udah mulai nyari posisi wueenak di dalam. Mana punggung pegalnya minta ampun. Panas juga kan di luar, jadi berasa surga saja di dalam taksi. Tapi eh tapi…belum juga nyantai, eh tuh taksi tiba-tiba berhenti…seetttt,” cerocosnya.

            “Sudah sampai Pak. Kata si sopir. Kaget dong aku. Lho? kan aku baru masuk, taksi baru jalan, kok udah sampai saja? Si sopir cengar-cengir. Lalu nunjuk ke arah bangunan tempat kami berhenti di depannya. Astaganaga!! Aseeem!! Aku udah sampai di hotel itu, padahal jaraknya gak lebih dari 300 meter dari stasiun!”

Huahahahaha…kami berdua ngakak panjang. Teman saya ini pun harus rela menyerahkan Rp 15.000-nya untuk taksi yang dia tumpangi tidak lebih dari 3 menit saja. Nominal itu adalah tarif minimal taksi bila argo menunjukkan angka kurang dari Rp 15.000. Teman saya ini merutuk, kenapa dia tidak mencari informasi terlebih dahulu tentang hotel ini. Alamat di mana, seberapa jauh dari stasiun, kira-kira paling enak naik apa ke sana.

            Saya jadi inget, beberapa teman saya bertanya, “Kamu kan nulis guide book. Apakah kamu traveling juga menggunakan guide book?” Pertanyaan bagus menurut saya. Jadi apakah seorang travel writer yang menulis buku-buku panduan perjalanan juga menggunakan buku serupa saat dia jalan-jalan? Saya sempat menanyakan hal ini kepada beberapa teman sesama travel writer. Jawabannya beragam, ada yang pakai, ada yang enggak, ada juga yang kadang pakai kadang enggak. Saya? Hmmm…bukannya sok ya, tapi saya tidak pernah pakai. Pun saat saya melakukan perjalanan pertama kali ke luar negeri pada tahun 2009 dengan tujuan empat negara sekaligus, yaitu Singapura – Malaysia – Thailand – Myanmar.

            Saya tidak butuh panduan? Saya sangat butuh. Tetapi memang saya tidak mencarinya melalui buku panduan. Saya bukan nyinyir terhadap buku panduan ya, karena bahkan 5 dari 7 buku saya adalah buku panduan. Buku-buku semacam ini pasti berguna bagi orang. Tetapi, memang saya menggunakan sumber lain yang informasinya bisa saya dapatkan secara independen. Sebelum traveling, saat membuat itinerary, biasanya itulah saat di mana saya mempelajari medan, melakukan riset melalui internet.Google is my guide book.

Meng-update berita baru soal pariwisata
            Itu benar. Semua saya dapatkan melalui google, melalui proses komparasi antara satu info dengan info lainnya, lalu memilih mana yang paling valid. Saya mempersiapkan pointer-pointer hasil riset internet untuk saya bawa jalan. Itu yang biasanya membantu saya. Silakan cari apa saja pasti ada, bagaimana cara ke sini, bagaimana cara ke sana, nomer telepon taksi, cek harga tiket pesawat, cari hotel murah, memetakan jarak, dan lain sebagainya. Jadi, kebegoan yang dialami teman saya, niscaya bisa dihindari.
        
       Itu dulu ya…sekarang mah, saya jalan ya jalan saja. Kadang tidak pakai riset detail melalui internet sebelum jalan dan tidak membuat itinerary rumit. Bahkan misalnya cari hotel, saya sudah mulai jarang melakukan booking in advance via internet. Sekarang lebih berani melakukan go show, hajar saja apapun yang terjadi di perjalanan. Cuma…ada cumanya nih…asal jalan itu boleh saja, tetapi harus smart ya. Saya yang selalu menerapkan traveling on budget alias traveling duit cekak, harus mengantisipasi supaya tidak tersesat. Karena tersesat bisa berarti keluar duit lebih…BIG NO! Itu yang terjadi dengan teman saya pada cerita di atas. Kalau dia mau sedikit check dan re-check, nggak bakal tuh melayang Rp 15.000-nya. Kalau memang tidak persiapan dari rumah, kan bisa tuh cek di “Mbah Google” pakai mobile internet. Ini lho, hotel dan stasiun berada di jalan yang sama kok ya tidak tahu huehehehe.
            Bagi saya, internet tidak bisa lepas dari kegiatan traveling saya. Tetapi jujur saja nih, saya menggunakan mobile internet hanya ketika traveling di dalam negeri, karena saya masih mikir gimana caranya SIM Card saya bisa digunakan internetan di luar negeri. Gaptek gak sih.  Kalau di luar negeri, saya harus menjadi “fakir wifi”, tergopoh-gopoh ke sana ke mari mencari hotspot area. Pernah saya kelabakkan saat akan check in di sebuah hostel di Singapura yang ternyata tidak memiliki resepsionis. Maksudnya? Jadi hostel ini menggunakan proses reservasi online, lalu check in juga dilakukan secara online. Semua kebutuhan kita dikomunikasikan via email. Sebenarnya saya sudah mengetahui itu, tetapi hingga saya terbang ke Singapura, email jawaban tentang nomor kamar saya berapa belum juga saya terima. Akhirnya, begitu saya tiba di sana, ribet deh mencari internet…jangan bayangkan seperti di Indonesia di mana Warnet ada di mana-mana. Untung di Changi Airport tersedia beberapa PC dengan jaringan internet gratis. Cek email-lah saya begitu tiba, dan benar saja pengelola hostel sudah membalas email saya, memberikan instruksi bagaimana cara saya membuka brankas kecil yang ada di bagian depan hostel, yang isinya kunci kamar yang sudah saya pesan. Nah lho, bagaimana kalau saya tidak bisa mengakses email saya? Untung ada internet di Changi.
            Intinya internet itu anugerah luar biasa bagi para traveler, khususnya untuk berinternet mobile. Saya sudah mencoba beberapa provider untuk aktivitas mobile internet saya. Sekarang nih, lagi nyobain  Three, yang iklannya “AlwaysOn” nendang banget itu. Awalnya sih, teman saya di Bandung yang cerita, kalau dia internetan pakai Three. “Meskipun kuota sudah habis, aku masih bisa pakai buat internetan, untuk 10 situs gratis.  Lumayan masih bisa FB-an, YM-an,” kata dia. Teman saya ini memang racun, yang membuat saya akhirnya mencoba Three. Yeap…it works.
            Situs-situs yang sering banget saya gunakan saat traveling adalah Google untuk sarana saya mencari informasi supaya nggak kena sial macam teman saya huehehe, Facebook yang biasanya saya gunakan untuk bikin iri teman-teman dengan memasang status sedang mbolang kemana di mana (biasanya sih sukses menuai komen banyak hihi), Ebuddy Messenger untuk aktivitas chat saya di YM, sisanya saya cuma browsing-browsing  berita terbaru supaya saya lebih update meskipun sedang jalan. Kebutuhan saya ini terpenuhi akan berita terpenuhi dengan kehadiran Detik, Kompas, Vivanews, atau juga Okezone. Kadang iseng juga mengecek dagangan di lapak Toko Bagus, yang juga disematkan di paket mobile internet “ThreeAlwaysOn.”
FB-an mengusir bete.
            Demi semua itu, saya pun pakai Three. Bagi saya, keuntungan lainnya adalah, paket “ThreeAlwaysOn” memberi fleksibilitas karena memiliki masa berlaku hingga 12 bulan, full speed, dengan hanya Rp 50.000, cocok dengan gaya traveling on budget saya. Paket ini memungkinkan saya bebas berinternet tanpa terkendala pemakaian batasan masa berlaku maupun volume kuota. “Bebas itu nyata…” hueehehe.
       Jadi yang memang selama ini belum beraktivitas pakai mobile internet, sepertinya harus mulai memikirkan. Banyak aspek dalam traveling yang bergerak di dunia maya sebagai langkah efisiensi atau memberikan kemudahan. Yang saya dengar nih dari teman-teman di luar negeri, sistem pengelolaan hostel tanpa resepsionis misalnya, itu mulai jamak lho di luar negeri. Biasanya juga nih, Indonesia bakal mengadopsi sistem ini, demi alasan irit tenaga kerja. Nah, kalau sampai kejadian, saya yakin mobile internet akan menjadi alat ampuh bagi traveler untuk mempermudah aktivitas travelingnya. Selain itu, penggunaan mobile internet juga ampuh membunuh rasa sepi…hadeuh. Penting banget buat yang sering solo traveling macam saya. Buat yang suka ngeteng kemana-mana sendirian, saya kasih tahu satu rahasia ya…15 jam berjubel di dalam gerbong KA Ekonomi Gaya Baru Malam Selatan rute Jakarta – Surabaya itu menyiksa banget kalau tanpa ada FB. Percaya saya deh :).

Tuesday, September 11, 2012

"Ini Jebakan Terkejam di India"

photo: www.forbes.com
Itulah yang dilontarkan teman saya, Matthew Morales kepada saya suatu kali di Solo. Perkenalkan dulu, Matthew adalah teman saya dari Hasbrouck Heights, New Jersey, US. Selain ke India, perjalanan pertama dia ke Asia juga mampir ke Solo, kota saya.
Suatu saat dia bercerita tentang kesialannya di India. Sudah banyak cerita seram soal tipu-tipu (scam) di India. Tetapi sama dengan para traveler lainnya, yang dia lakukan bukanlah takut ke India, tetapi menjadikan cerita-cerita itu sebagai warning untuk lebih berhati-hati. Maka terbanglah laki-laki berambut ikal ini ke India.
Dalam beberapa kali kejadian, cukup mudah baginya untuk mengidentifikasi siapa-siapa yang mencoba mengambil keuntungan dari dia. Mulai dari porter, hingga cecunguk-cecunguk yang mencoba menawarkan macam-macam demi memindahkan uang dari kantong Matthew ke kantong mereka. Tetapi itu tidak berhasil.

"Sampai saya bertemu orang ini. Seorang pemuda yang mengajak saya ngobrol. Dia sepertinya orang baik. Dia selalu memberitahu, ketika ada orang yang mencurigakan dan ingin mencari keuntungan dari saya," ujar Matthew.

Setelah beberapa saat, pemuda satu ini menawarinya untuk bergabung makan malam di rumahnya. Matthew tertarik sekali dengan ajakan itu. "Saya ingin sekali merasakan kehidupan keluarga India. Pasti akan menyenangkan langsung berada di tengah keluarga India, suasananya, apa yang mereka makan, bagaimana mereka makan, dan lain sebagainya. Bagi saya, tawaran itu sangat menggoda," kata Matthew.

Lalu, Matthew pun mengiyakan ajakan pemuda itu. Keduanya menuju ke rumah pemuda itu. Matthew disambut keluarga pemuda itu kemudian dijamu dengan aneka masakan India. Semua kelihatan sempurna bagi Matthew, hingga....

"Makan malam selesai, lalu semua berubah menjadi bencana. Setidaknya bagi saya," kata Matthew.

Pemuda itu meminta Matthew membayar semua makanan yang telah disajikan. Dan itu bukan harga yang murah. Matthew kaget dibuatnya. Bukannya ini adalah undangan makan malam? Lagipula tidak ada kesepakatan awal bahwa dia harus membayar semua jamuan makan malam ini? Sesaat kemudian baru Matthew menyadari, bahwa dia berada di dalam jerat yang dipasang si pemuda itu. Dia berhasil lepas dari scammers kecil, tapi masih juga masuk ke perangkap scammer lainnya. "Kami bertengkar, karena saya tidak mau membayar. Pemuda itu tetap berkeras saya harus bayar makanan itu semua," ujar Matthew dengan bersungut-sungut. Karena tidak mau ribut dan ribet, dan justru membuat mood-nya traveling ke India semakin rusak, dibayarlah makanan itu.

 "Tetapi sebelum pergi aku bilang ke pemuda itu. Kutunjuk mukanya, dia adalah penjahat yang paling buruk dari yang buruk. Karena dia berpura-pura baik untuk melakukan kejahatannya. Dia ramah, sopan, tapi busuk. Saya bilang kepadanya, You are the worst !!"

Sunday, September 9, 2012

Merancang Budget Ke Singapura (Tips Sederhana)

Hey Journer,

Kali ini saya ingin berbagi tentang Singapura. Menuliskan tema ini semata-semata untuk memudahkan saya menjawab banyaknya email yang bertanya dan minta dibuatkan rancangan budget rencana perjalanan (Itinerary) sederhana ke Singapura, sehingga saya tidak perlu berulang-ulang menuliskan jawaban.
Baik, saya akan memberikan sedikit gambaran kenapa Singapura harus menjadi tujuan untuk Anda yang baru belajar backpacking ? Bukankah Singapura negara mahal? Ini alasan-alasan yang mungkin bisa Anda pertimbangkan:

1. Bila Anda belum pernah ke luar negeri, dan ingin memperawani paspor Anda, Singapura adalah pilihan tepat. Sudah empat kali saya ke negeri Singa itu, dan belum pernah sekalipun dipersulit imigrasi, bahkan saat pertama kali ke sana. Petugas cukup ramah, ada yang bertanya keperluan ke Singapura untuk apa, ada juga yang tidak. Cukup menjawab "berlibur" mereka akan mengerti, dan tersenyum.  Ini pengalaman saya, saya tidak mau menyamaratakan, karena siapa tahu ada yang kurang beruntung dengan petugas imigrasi. Tapi empat kali sepertinya cukup membuktikan mereka sangat menghargai wisatawan dari Indonesia.

2. Begitu Anda keluar dari pemeriksaan imigrasi, Anda akan disambut puluhan brosur/buku panduan, dalam aneka versi. Silakan ambil semau Anda, gratis...tiss...untuk membuat perjalanan kita nyaman.

3. Transportasi yang terintegrasi dengan rapi yaitu MRT (kereta bawah tanah) serta bus, membuat kita mudah untuk menuju kemana saja. Ini salah satu alasan penting bagi Anda. Selain itu, Anda langsung bisa mencoba rasanya menggunakan alat transportasi modern. Bagi saya, saat pertama kali ke Singapura, perjalanan dengan MRT merupakan hiburan tersendiri (kecuali saat jam sibuk).

4. Banyak hostel backpackers. Meskipun ini adalah kota besar, mereka sangat memperhatikan kebutuhan para pelancong yang memiliki budget rendah. Maka banyak berdiri hostel-hostel murah.

5. Makan, selain bertebaran resto mahal, kebutuhan backpackers juga terpenuhi dengan adanya food court untuk mereka yang berbudget rendah.
 
6. Cukup dekat, sehingga bagi Anda yang tidak punya waktu banyak bisa mudah mencari hari, misalnya cukup saat weekend atau long weekend. Tidak harus sampai menunggu libur panjang.

Setidaknya itu 6 alasan awal bagi kita untuk belajar backpacking ke luar negeri dan menentukan Singapura menjadi pilihan. Percaya saya, setelah selesai traveling ke luar negeri pertama kali, Anda akan lebih mudah traveling ke negara lain untuk kesempatan berikutnya. Hanya menambahkan penyesuaian-penyesuaian di negara yang menjadi tujuan.

Berikut gambaran sederhana perencanaan budget perjalanan:

1. Lama perjalanan: Bagi saya, yang paling ideal sih 4 hari 3 malam (4D/3N). Tapi kalau Anda tidak punya waktu sebanyak itu, bisa mengestimasikan waktu 3 hari 2 malam (3D/2N), misalnya nih berangkat Jumat sore/malam dan pulang Minggu sore/malam. Kalau punya waktu lebih, seminggu bisa aja, bener-bener yang nyantai sampai apal semua jalur MRT :). Tapi bagi saya, lebih dari 4 hari, Singapura bakal membosankan. Apalagi bila kita bener-bener on budget.

2. Budget: Ini hanya sekadar gambaran ya...seperti misalnya tiket pesawat sangat fluktuatif dan tergantung kapan dari mana kita terbang. Untuk pesawat dari Jakarta sebagai asumsi termudah, rata-rata Rp 250.000 one way bisa cek www.mandalaair.com atau www.airasia.com. Harga ini untuk promo reguler, yang bukan promo khusus, kalo pas ada promo khusus misalnya pembukaan rute baru, bisa jatuh lagi harganya. Rekor termurah yang saya dapatkan adalah Rp 99.000 Jakarta-Singapura (waktu itu pakai Mandala Air sebelum maskapai ini bergabung dengan managemen Tiger Airways), pulangnya naik Tiger Singapura - Jakarta Rp 200.000. Kalau saya buat range harga, paling mahal Anda keluar Rp 1,2 juta untuk tiket pulang pergi. Kalau lebih dari itu, mending cancel aja perjalanan dan tunggu sampai harga tiket lebih murah. Jangan lupa airport tax Rp 150.000. Konon airport tax segera dijadikan satu dengan tiket, jadi tidak perlu membayar terpisah.

3. Biaya hostel/penginapan: kalau untuk kamar dorm (baca tulisan saya soal kamar dorm), range-nya antara 15 SGD - 30 SGD. Saya pernah dapat 15 SGD, tetapi lokasinya agak pinggir. Konsekuensinya, akan keluar extra budget untuk tiket MRT. Saya mengakalinya dengan sekali keluar hostel, tidak akan bolak balik. Jadi kalau sudah pulang ke hostel pas malam dan tinggal tidur. Paling banyak harga kamar sekitar 25 SGD per malam. Oya, di hostel dihitung per kepala, bukan per kamar. Jadi kalau Anda berdua, dan pesan private room ya bayar per orang. Beda dengan hotel, yang satu kamar bisa buat berempat (yang dua diselundupkan) dan hanya bayar satu.

4. Tiket transportasi city tour. Beli saja kartu Singapore Tourist Pass (STP). Ini untuk Anda yang menjadwalkan jalan-jalan dalam waktu singkat saja, antara satu hingga tiga hari. Anda bisa menggunakan tiket ini untuk naik MRT dan Bus. Tinggal nge-tap saja di mesin.Anda bisa membeli di stasiun-stasiun MRT tertentu (tidak semua ada). Cari yang ada tulisan ticket office. Paling mudah adalah di Changi, saat Anda turun dari Changi Airport menuju ke stasiun MRT-nya, nah di pojokan ada ticket office. Kalau bingung tinggal nanya petugas. Harga 1 Day Pass 10 SGD, 2 Day Pass 16 SGD, dan 3 Day Pass adalah 20 SGD (re-check siapa tau naik ya). Jangan lupa, Anda nanti harus menambah pembayaran kartu 10 SGD untuk deposit. Tenang saja, ini refundable kok, artinya saat Anda akan pulang dan tidak akan menggunakan kartu lagi, Anda bisa mengembalikan kartu di counter pembelian untuk mendapatkan kembali deposit 10 SGD Anda. Bagaimana kalau 4 hari? Ya beli aja tiket sekali jalan via mesin penjualan tiket yang ada di semua stasiun MRT.
Kalau saya kebetulan pakai kartu EZ-Link. Fungsinya sama, bisa digunakan untuk MRT, bus, etc. Harganya 12 SGD yang berisi saldo 7 SGD dan harga kartu 5 SGD. Kita bisa menggunakan selama 5 tahun dan untuk menggunakannya, bila memang saldo kurang tinggal isi ulang di mesin-mesin penjualan tiket di stasiun MRT. Kalau saldo Anda kurang dari 3 SGD tidak bisa digunakan. Untuk itu Anda bisa isi ulang. Kartu ini bisa dibeli di ticket office stasiun serta misalnya di 7Eleven.
Dari gambaran empat poin di atas mulai bisa kita perkirakan berapa kebutuhan kita. Pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan lokasi wisatanya? apakah berbayar atau tidak? beli oleh-oleh? Mari kita bahas:
  • Hindari tujuan wisata atau naik wahana berbayar. Masih banyak atraksi gratis atau tempat-tempat bagus dan buat foto (penting :P ) yang gratis: Saya sempat mengunjungi bianglala terbesar, yaitu Singapore Flyer, sayang tiketnya mahal 29.50 SGD. Akhirnya saya cuma berfoto di dekat tabung-tabung yang akan mengangkut wisatawan saat bianglala itu berputar :). Saya juga mengunjungi kawasan Universal Studio, tapi saya ogah untuk masuk dan menyerahkan 66 SGD. Yang saya lakukan hanya mengunjungi dan berfoto di area Universal Studio, dan itu sudah cukup indah dan seru. Nah beberapa contoh yang free : Patung Merlion (pasti dong), Singapura Botanical Garden (indah banget), jalan-jalan ke Pantai Siloso dan sekitarnya yang bisa dijelajahi dengan kereta kelinci gratis, jalan-jalan ke Chinatown, Little India, Bugis Street, Esplanade (Gedung Durian), Orchard Road, wisata mall, dan lain sebagainya. Untuk lebih menghemat lagi, buat pemetaan misalnya satu lokasi kita akan mengunjungi apa saja. Ini supaya kita tidak bolak-balik nggak jelas dan membuang-buang duit untuk MRT, hanya karena kita nggak mengenal medan.
  • Beli oleh-oleh juga harus hati-hati. Misalnya nih, kita masuk ke kawasan Chinatown dan langsung melihat banyak cinderamata yang dijual 3 For 10 alias 10 SGD dapat tiga. Jangan langsung kalap, telusuri sampai belakang kawasan dulu. Jangan sampai menyesal bila kemudian menemukan pedagang di bagian belakang menjual barang yang sama dengan 5 For 10, alias 10 SGD dapat lima! :). Pilihan paling oke untuk mencari souvenir ada di Chinatown dan Bugis Street. Kalau makanan, seperti cokelat atau mau oleh-oleh fake perfume bisa menuju ke Mustafa Center di kawasan Little India yang buka 24 jam.
Nah, gambaran di atas semoga bisa membantu Anda untuk membuat perencanaan lebih matang dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan kebutuhan Anda. Misalnya nih, kalau memang tidak masalah tidur di airport, bisa mencoba semalam tidur di Changi untuk menghemat bayar hostel. Kalau memang air minum mahal (rata-rata 1.5 SGD) padahal Singapura panas, ya coba cari keran drinkable water seperti yang ada di Changi, isi botol air mineral Anda yang sudah kosong. Isi ulang air putih juga bisa Anda lakukan di hostel. Anda juga bisa membawa mie cup beberapa, sekadar untuk menghemat makan.
Oke, selamat mengutak-utik budget, journer :)

A

Thursday, September 6, 2012

Ngeteng Pake Kereta Api Malaysia - Thailand

Hey, Journer

Kalau sebelum ini, saya posting soal ngeteng pake kereta api dari Singapura ke Malaysia, sekarang saya akan coba membahas dari Malaysia ke Thailand. Bagi pecinta kereta api, tentu tidak mau melewatkan perjalanan overland lintas negara seperti ini. 

Bule-bule kelesotan di lantai stasiun
Nah, sebelum saya memulai, saya sampaikan dulu, saya belum pernah melintasi perbatasan Malaysia - Thailand dengan kereta, namun saya pernah melakukan perjalanan dengan kereta api di Malaysia dan Thailand. Rutenya sebenarnya simple banget dan gampang untuk dijalani. Saya akan mencoba memberikan gambaran mudah, bagaimana menempuh perjalanan kereta api untuk melintasi dua negara ini.
Bila ingin memulai perjalanan kereta api kemana pun di Malaysia, paling mudah adalah memulainya dari KL Sentral, hub transportasi darat (kereta api) utama di Kuala Lumpur. Nah, untuk menggapai Thailand, maka pilihan rute kereta api adalah yang ke utara. Ini gambaran rutenya:
  • KL Sentral (Kuala Lumpur) - Butterworth (Penang) - Hatyai (Thailand Selatan) - sisanya tinggal dilanjutkan mau menuju ke Bangkok bisa, Phuket bisa ganti bus, atau yang lainnya.
  • Atau Anda bisa men-skip Butterworth, dan langsung mengambil rute KL Sentral (Kuala Lumpur) - Hatyai (Thailand Selatan) - sisanya kembali silakan tentukan sendiri mau kemana.
Berikut jadwal update yang saya ambilkan dari situs andalan saya, www.seat61.com:
  • KL Sentral - Butterworth (Penang) : 08.45-16.15  // 14.56- 21.20 // 23.00 - 06.30
  • Butterworth - Hatyai (Thailand) : 14.20 - 18.30
  • KL Sentral - Hatyai (tanpa berhenti di Butterworth) : 21.20 - 10.27 (next day).  
  • Hatyai - Bangkok : 18.45 - 10.30 (next day).
Tiket untuk kereta api ini:
  • KL Sentral - Butterworth : 17 RM (kelas 3), 34 RM (kelas 2), 67 RM (kelas 1), 43 RM (kelas 2 dengan tempat tidur/sleeper), 85 RM (kelas 1 dengan tempat tidur/sleeper). Tahun 2012, saat saya naik kereta ini, saya tidak mendapatkan gerbong kelas 3. Pilihan paling murah adalah kelas 2. Entah apakah ditiadakan atau ada alasan lain.
  • Atau langsung ambil kereta api KL Sentral - Hatyai dengan 44 RM (kelas 2 duduk) atau 57 RM (kelas 2 sleeper). 
  • Untuk tiket Hatyai - Bangkok paling murah 339 Baht atau sekitar Rp 100.000.
Keterangan: Bila Anda ingin menikmati George Town (Penang) sejenak, Anda bisa memilih rute pertama KL Sentral - Butterworth, dan pilih yang kereta api overnight berangkat jam 23.00. Sampai di Butterworth masih pagi, lalu menyeberang pakai ferry ke George Town (sekitar 20 menitan). Anda bisa jalan-jalan sampai jam 12.00, kemudian balik ke Stasiun Butterworth untuk melanjutkan perjalanan kereta api yang berangkat jam 14.20. Perjalanan overnight ini cukup mengirit budget menginap. Memang Anda melewatkan pemandangan (sebenarnya biasa aja, seperti biasa pohon kelapa sawit) selama perjalanan Kuala Lumpur _ Butterworth. Tetapi sebagai gantinya, Anda bisa mendapatkan sunrise saat menyeberang dengan ferry ke George Town (baca tulisan bagian jalan-jalan ke Penang).

Suasana ruang tunggu Stasiun Hualamphong, Bangkok
Nah, bagi yang ingin melanjutkan ke Bangkok, tentunya akan sangat melelahkan. Asumsi berangkat dari KL misalnya malam sampai Hatyai saja sudah besok siang. Sorenya lanjut lagi ke Bangkok sampai Bangkok besok siangnya lagi. Dua hari perjalanan !! hahahaha...siap?

Gerbong kereta api kelas 3 (ekonomi) di Thailand.
Pengalaman saya naik kereta api, saya belum pernah naik kelas 3 (yang paling jelek nih) di Malaysia, karena tidak pernah tersedia kursi (tidak jelas apakah ada gerbong kelas 3 atau tidak). Nah, di Malaysia, saya naik kereta api paling jelek kelas 2, dan gerbongnya nyaman, kursinya bagus. Sedangkan di Thailand, saya selalu naik gerbong kelas 3, yaitu pernah dari Chiang Mai - Bangkok (semaleman), dan Bangkok - Surat Thani (berangkat petang sampai Surat Thani pagi) lalu lanjut bus ke Phuket. 

Bagaimanakah kondisi gerbong kelas 3 di kereta api Thailand? sama dengan gerbong kereta api ekonomi di Indonesia, karena memang kereta api di Thailand itu produksi Indonesia. Bedanya, gerbong kelas 3 di sini tidak berjubel, tidak berebutan, cenderung longgar. Mungkin karena penduduknya tidak sebanyak di Indonesia. Bedanya lagi, kereta api kelas 3 di Thailand selalu penuh dengan bule dengan backpack segede bagong. Seruu.

Bagaimana cara membeli tiket kereta api? apakah bisa beli tiket di hari yang sama? Baik di Malaysia maupun di Thailand, mudah mendapatkan tiket di hari yang sama (kecuali mungkin pas high season). Kalau waswas takut kehabisan tiket, bisa membeli H-1, dan langsung ke loket-loket di stasiun. Mudah.

Selamat mencoba, journer !

A

Wednesday, September 5, 2012

Ngeteng Pakai Kereta Api Singapura - Malaysia

Hey Journer,
Bagi sebagian orang, traveling sebenarnya adalah saat perjalanan itu sendiri, bukan lagi soal destinasi. Kebanyakan memang menganggap destinasi itu penting, sebagian lain menganggap baik proses perjalanan maupun destinasi sama-sama penting, sebagain lainnya lagi menganggap gak penting mau kemana yang penting jalan.

Kalau saya sih, cenderung dua-duanya penting. Saya suka proses perjalanan itu, tapi juga menikmati destinasinya, touristy places-nya, dan lain sebagainya. Maka tak heran bila kemudian ada orang-orang yang sangat menikmati perjalanan dengan kereta api, perjalanan dengan bus, bahkan lebih excited terhadap proses itu daripada memikirkan kemana kereta api itu akan menuju.

Nah, ngomong soal kereta api (ujung-ujungnya ke sini juga, tapi muteeeer aja) hueheuehe, banyak yang nanya nih, gimana rasanya ya naik kereta api dari Singapura - Malaysia? Saya mau mencoba berbagi pengalaman saya. Alasan saya naik kereta api apa? : alasan pertama sih dulu karena ingin menikmati kereta api di luar negeri. Alasan kedua memang karena ini transportasi yang memungkinkan saya mencapai tujuan dengan mudah. Alasan ketiga (khusus untuk kereta api di Thailand) adalah karena tiketnya yang murah.
"Tetapi perlu saya tegaskan di sini, kalau alasan Anda semata-mata karena ingin mendapatkan harga murah dibandingkan pesawat misalnya, mungkin tidak sepenuhnya benar. Karena naik kereta api di negara tertentu justru tiketnya lebih mahal."

Oke, kita mulai saja cerita perjalanan kereta api dari Singapura - Malaysia:

Patung di Gedung Stasiun Tanjong Pagar
 Ini cerita tahun 2009, perlu saya tegaskan di sini supaya nanti  yang baca tidak menyebut saya menyesatkan hanya karena mereka tidak teliti membaca. Jadi, pada tahun itu, stasiun kereta api di Singapura adalah Stasiun Tanjong Pagar. Sekarang stasiun keretanya adalah di Woodlands. Banyak yang menyayangkan ditutupnya Tanjong Pagar atau akrab juga dengan sebutan Keppel Road. Karena stasiun ini memiliki sejarah yang panjang.
Pada waktu itu, saya tidak berpikir panjang saat membeli tiket kereta api. Harga tiket yang saya baca di internet adalah 34. Mata uang apa? Nah inilah kesalahan saya. Ternyata, kereta api dari Singapura ke Malaysia menggunakan mata uang Dollar Singapura (SGD).

Sebaliknya, bila dari Malaysia-Singapura menggunakan mata uang Ringgit Malaysia (RM). Jadi pas saya beli tiket, yang ada di benak saya masih harga RM, 34 RM atau sekitar Rp 100.000. Tapi pas tiba di loket, ternyata saya harus bayar 34 SGD atau sekitar Rp 230.000. Nah....mahal kan? Tapi akhirnya tetap saya bayar. Saran saya sih, kalau memang tidak penasaran dengan kereta api, mending cari tiket pesawat, karena banyak tiket murah Singapura-Malaysia.
Suasana lengang di Stasiun Tanjong Pagar
Tetapi lumayan menjadi pengalamanlah. Naik kereta api lintas negara kayak gini juga harus siap-siap repot. Waktu masih di stasiunnya dan mau masuk ke kereta api, checking bagasi kita sangat ketat. Backpack saya yang sudah saya packing rapi musti di bongkar. Setelah itu kereta jalan, beberapa saat kemudian masuklah kita di check point  imigrasi, antre cukup lama karena melayani semua penumpang kereta api.
Kalau soal gerbong kereta api, lumayan bersih. Kursinya nyaman model kelas eksekutif kereta api di Indonesia. Ada masing-masing TV layar datang di pojok-pojok gerbong. Kereta yang saya tumpangi adalah KA Senandung Malam No 12, tujuan KL Sentral.
Kalau memang Anda ingin naik kereta api dari Singapura - Malaysia, berikut timetable paling update  yang saya ambilkan dari situs www.seat61.com. Situs ini pula yang kerap jadi acuan saya bila ingin naik kereta api. Situs ini terpercaya dan mengupas semua kereta api di seluruh dunia:
  • Singapura (Woodlands) - KL Sentral (Malaysia): 08.45 (berangkat) - 14.56 (tiba) // 13.45 - 20.25 // 23.30 - 06.30.
  • Kereta ini hanya memiliki dua kelas, yaitu 1st class (premier) yang kursinya bagus dengan model reclining, dan tentu saja dengan AC. Serta 2nd class (superior) dengan kursi yang cukup nyaman dan AC. Perlu saya ingatkan juga, AC di kereta api sangat dingin, jadi sediakan jaket.
  • Harga tiket yang paling baru ternyata tidak jauh berbeda dengan tahun 2009. Malah harga tiket kelas 2 masih juga 34 SGD, sementara untuk kelas 1 adalah 68 SGD. 
Gerbong kelas 2. Foto: seat61.com
Meski saya belum pernah melalui Woodlands, karena saya dulu melalui Tanjong Pagar, tetapi saat saya cek bagaimana cara ke Woodlands sangat mudah sekali. Karena memang ada MRT yang langsung menuju ke Woodlands.
Saya tidak tahu apakah ini kerugian atau keuntungan, tetapi saat saya memilih kereta api jam 23.30, maka yang saya dapatkan selama perjalanan adalah pemandangan hitam gelap gulita hahahaha.
Gerbong kelas 1. Foto: www.seat61.com
Keuntungannya, saya ngirit penginapan karena bisa tidur di kereta. Nah, silakan tentukan pilihan Anda. Kalau pengen mendapatkan pemandangan, ya silakan pilih kereta pagi atau siang. Tetapi perlu diketahui saja, pemandangan perjalanan kereta api Singapura - Malaysia tidak terlalu indah, paling hanya perkebunan kelapa sawit atau pemandangan stasiun dan perkampungan kecil sekitar rel.
Pagi hari, sekitar pukul 07.00, saya sudah tiba di KL Sentral. Dan secara umum, meski meleset sedikit saat tiba di Malaysia, secara umum kereta tepat waktu. Berangkat dari Singapura juga on time. Nah, bedanya dengan naik pesawat Singapura - Malaysia adalah, kalau naik kereta api, Anda langsung tiba di KL Sentral yang berada di tengah Kota Kuala Lumpur. KL Sentral adalah hub transport di KL. Dari sini Anda bisa keliling kota  atau menuju ke hotel Anda dengan meneruskan perjalanan menggunakan LRT. Gampang dan mudah. 

Selamat mencoba, journer !

A

Monday, September 3, 2012

Yuk Jalan-jalan ke Medan!

Apa kabar Journer?

Mesjid Raya Al Mahsun, Medan
Setelah libur Lebaran yang lama, saatnya kita...liburan lagi! hehehe. Percaya atau tidak, pasca-Lebaran biasanya banyak orang menjadwalkan traveling. Kenapa? pertama karena memang duitnya ngumpul banyak, dari ngumpulin THR atau dapat fitrah lebih, selain itu masih ada sisa libur yang bisa dimanfaatkan. Lebaran memang kegembiraan sejati banyak orang, terutama kaum muslim. Sebelum Lebaran saya sudah direpotkan (tapi seneng kok) dengan banyak pertanyaan teman. Ada yang mau ke China, ada yang mau ke Penang, Kuala Lumpur, Singapura, Medan, atau yang paling banyak adalah mereka yang ingin datang ke kota saya, Solo!

Nah, ternyata nih...banyak teman dan followers di twitter yang meminta saya untuk sharing soal Medan. Karena kota ini masih sangat seksi bagi para journer. Oya, sebelumnya, mulai tulisan ini, saya akan menggunakan kata sapaan Journer. Apakah itu journer ? sebenarnya kalau dalam bahasa slank-nya di luar negeri sono ini lebih berarti individual likes to take long journeys or treks to get to a certain place. Kenapa saya tidak pake sapaan travelers ? karena yang lebih cocok dengan nama blog saya "A Journo" adalah journer. Sedikit melebar dulu, blog ini sebenarnya sudah ada lama, sejak saya masih jadi wartawan. Nah, pilihan kata journo sendiri artinya adalah jurnalis. Tetapi kemudian ternyata saya hanya 6 tahun di jurnalistik sebelum fokus sebagai travel writer. Karena malas bikin blog baru, saya lanjutkan saja blog journo. Terus saya kait-kaitkan kata journo dengan journey alias perjalanan...hehehe, ini mah otak atik saya sendiri. Nah, sayangnya saya tidak bisa menggunakan kata sapaan journo kepada pembaca saya, karena memang mungkin tidak cocok secara arti. Maka saya ganti saja dengan journer. Sounds good huh? :)

So, journer...kali ini secara khusus saya akan membahas secara sedikit tentang Medan mengingat banyak request. Setelah Lebaran 2011, saya bersama partner in crime yaitu Ajie Hatadji, menjelajah Medan dan sekitarnya untuk buku "Travelicious Medan: Jalan Hemat, Jajan Nikmat" terbitan B-First (Bentang Pustaka). Garis besar isi buku seperti yang saya sharing di twitter adalah sebagai berikut:

Jadi nih, kalau mau ke Medan memang paling enak naik pesawat. Asumsi dari Jakarta ya supaya gampang. Kalau dari Jawa ke Medan melalui jalur darat, bisa berasap pantat kita. Berapa sih kisaran harga tiket pesawat Jakarta-Medan? Saat bikin tulisan ini, saya sempat cek kisaran tiket pesawat hingga dua bulan ke depan. Rata-rata stabil di angka Rp 500.000-an, one way. Ada satu dua yang nyempil di angka Rp 160.000 atau Rp 200.000 (tiket promo). Nah, kalau rajin mengulik, sebenarnya itu harga yang cukup lumayanlah. Saya dan Ajie saja dapat tiket one way masing-masing Rp 700.000-an :(. Saat tulisan ini dibuat, ada juga lho promo dari Mandala Air yang sekarang bergabung dengan Tiger Airways, Jakarta - Medan Rp 370.000. Pulangnya? Medan - Jakarta dengan Mandala Air hanya Rp 250.000-an. Ingat, ini hanya gambaran saja, karena siapa juga yang bisa memastikan harga tiket pesawat coba?

Ornamen di Kuil Shri Mariamman, Kampung Madras-Medan
Nah, sudah tahu kisaran harga tiket ke Medan, sekarang kita ngomongin soal transportasi untuk city tour di Medan. Pilihan saya jatuh pada becak motor (Betor) yang bisa membawa kita kemana saja di lingkup kota, mulai Rp 7.000 untuk jarak terdekat. Harga juga tergantung kemampuan Anda dalam menawar. Harga yang lebih pasti sih Angkot. Mulai Rp 2.000 untuk jarak dekat dan sekitar Rp 4.000-an untuk jarak jauh.

Bagaimana dengan penginapan? Saya sarankan Anda menuju ke kawasan Mesjid Raya. Di belakang Mesjid Raya, ada banyak hotel murah (dan katanya syariah), selain juga losmen dan hostel buat backpackers. Harga di kisaran Rp 50.000 per malam. Pilihan lain, Anda bisa ikut gaya saya dan Ajie dengan mencari kos. Dan kebetulan sekali kami mendapatkan kos di sekitar Mesjid Raya, namanya Kos Deli, Rp 70.000/malam, kamar luas, kamar mandi dalam, AC kenceng, TV gede, dan kasur empuuuuksss. Sejauh ini, itu salah satu pencapaian terbaik saya dalam mendapatkan kamar murah dengan fasilitas to the maks.

Bagaimana dengan makan? Makanan bagi saya relatif lebih mahal ya. Tetapi kalau nanya langsung ke orang Medan, mungkin mereka akan menyangkal dan mungkin mereka tahu cara mencari makan yang murah. Di depan kos saya saja, sekali makan dengan menu nasi + sambal teri kacang + telur + es teh sudah hampir Rp 25.000 lho. Ada juga sih rumah makan Padang serba Rp 6.000. Tetapi saya sepertinya tetap mengeluarkan duit lebih dari itu deh. Hehehehe. Intinya sih, makan sediain mulai Rp 15.000 ke atas deh sekali makannya.
Sekarang langsung ke destinasi yang bisa kita kunjungi. Kenapa saya memilih lokasi penginapan di sekitar Mesjid Raya? Selain karena memang banyak penginapan yang terkonsentrasi di sini, mau kemana-mana juga gampang. Ke Mesjid Raya juga cuma sepelemparan kolor. Ke ikon-nya Kota Medan, yaitu Istana Maimun juga cuma sepeminuman teh huehehehe. Oya, di depan Mesjid Raya ini juga ada Taman Deli. Lokasi ini dari Bandara juga gak terlalu jauh. Malam hari saat kami tiba, berdua naik Betor dari Bandara ke lokasi ini cuma Rp 25.000 di saat taksi meminta Rp 65.000. Kata orang, sebenarnya kalau mau nawar lagi, Betor juga mau kok dibayar Rp 20.000 :).

Highlights saya di Medan ini nih daftarnya:
a. Mesjid Raya: saya suka sekali mesjid ini. Dari luar mungkin tidak terlalu istimewa bangunannya. Tetapi interior dalamnya bagus, dengan perpaduan interior gaya India, Timur Tengah dan Spanyol. 
b. Istana Maimun: jalan kaki tidak seberapa jauh (kelihatan dari depan mesjid), kita bisa menuju ke Istana Maimun. Ini ikon-nya Kota Medan. Merupakan Istana Sultan Deli yang pembangunannya selesai tahun 1888.
c. Umat Kristiani, sempatkanlah ke Gereja Grha Maria Annai Velangkanni yang memiliki arsitektur bagus. 
d. Kuil Shri Mariamman adalah kuil kecil yang indah di tengah Kampung Madras, yang merupakan kampung yang warganya didominasi keturunan India.
e. Tjong A Fie Mansion. Salah satu bangunan atau rumah gaya China terbaik yang pernah saya lihat. Di sinilah dulu jutawan Medan keturunan China yaitu Tjong A Fie tinggal.
f. Taman Buaya: ini juga yang terbaik menurut saya. Karena di sini kita bisa melihat langsung penangkaran buaya terbesar di Asia, konon di dunia, dengan jumlah buaya ribuan. Ngerinya, ada rawa khusus yang dipagari besi, yang di dalamnya penuh buaya waaaa....kisah tentang taman ini bisa dibaca di tulisan khusus di kolom Jelajah Negeri.

Kuliner:
Bagi saya, Medan itu surga kuliner. Paling membuat saya penasaran adalah Pancake Durian. Dan saat ke sana, saya terpuaskan. Saya bisa menjajal dua versi sekaligus, yaitu versi yang mahal Rp 25.000 per potong di Nelayan Resto, Sun Plaza, dan versi murah Rp 7.500 di Durian House. Saya juga mencoba pie durian, tapi sayang tidak sempat mencicipi Dodol Durian. Pancake Durian tidak terlalu pas buat oleh-oleh karena bila berada di luar freezer, hanya tahan 7-8 jam. Kalau kena pesawat delay, bisa berabe hehehe. Yang paling pas adalah Bolu Meranti, yang bisa didapatkan mudah di toko resminya di Jl Sisingamangaraja tak jauh dari Mesjid Raya (terbukti lagi, lokasi menginap saya strategis).
Itu snack-nya. Bagaimana dengan makanan berat?  Kalau mau sekadar membuktikan "kehebohan" orang akan rumah makan legendaris "Tip Top" silakan ke kawasan Kesawan. Tetapi memang harganya relatif lebih mahal. Di sini yang terkenal es krim-nya. Tempatnya asyik buat nongkrong, tapi kalau untuk makan besar kurang bagi saya. 
Tempat makan lainnya, mampirlah ke pusat kuliner Pagaruyung setelah Maghrib. Lokasinya tak jauh dari Kuil Shri Mariamman. Di sini aneka makanan India ada. Tetapi yang mencuri perhatian saya adalah kwetiau Akuang, yang sudah eksis sejak 1958. Ini kwetiaw halal, dan rasanya lezaaaat. Kwetiau lain yang lezat bisa didapatkan di Nelayan Resto yang tentunya lebih mahal.
Pusat penjualan ulos di Pajak Central, Medan.
Oya, jangan lupa mampir ke Sate Padang Bata dan Es Krim Apo. Kenapa namanya Bata? karena lokasinya berada di samping toko sepatu Bata, di kawasan Kesawan, tak jauh dari Tip Top. Lumayan mengenyangkan untuk satenya. Sementara Es Krim-nya sedikit beda, karena ini campuran es krim dengan soda. Jangan lupa juga mencicipi Soto Sinar Pagi di Jalan Sei Deli. Ini soto bukan sembarang soto, karena yang beli berjubel. Sudah tersohor. Yang paling mencuri perhatian adalah pelayanannya yang super cepat. Jangan lupa juga untuk mampir ke Mie Aceh Titi Bobrok yang ada di Jl Setia Budi.
Sebenarnya masih banyak sih, ada TST alias Teh Susu Telur yang berada di Jl Puri. Di sini banyak sekali warung TST yang ramai dengan pengunjung. Karena saya tidak minum susu (apalagi ditambah telur mentah), tugas mencicipi saya serahkan kepada Ajie :). Ada juga kuliner wajir, dengan minuman terong Belandanya yang maknyuss. Jangan lupa juga mencoba rujak di Taman Deli yang segar. 
Oleh-oleh: kalau mau cari souvenir, silakan ke Pajak Central atau Pusat Pasar. Di sini kita bisa belanja souvenir dan ulos. Untuk ulos, harga mulai dari Rp 15.000 per lembar untuk yang murah, hingga jutaan untuk yang berbahan bagus.

Nah, sudah siap menghajar Medan? tunggu apa lagi!. Untuk detail travel journal saya dan Ajie selama di Medan, silakan baca "Travelicious Medan: Jalan Hemat, Jajan Nikmat".

cheers,

A