Tuesday, March 26, 2013

Cara Menembus Penerbit

Hey, Journer...

Kali ini saya ingin berbagi tentang bagaimana cara menembus penerbit. Postingan ini berdasarkan pertanyaan teman traveler yang juga aktif sebagai travel blogger, dan ingin tahu bagaimana caranya menembus penerbit. Mereka ingin sekali catatan perjalanannya dibukukan.

Postingan ini berdasarkan pengalaman pribadi saya, semoga berguna. Sampai saat ini, saya sudah menerbitkan delapan buku, tujuh buku diterbitkan B-First (Bentang Pustaka), satu buku diterbitkan Mizan. Saya ingin mengawali postingan ini dengan bercerita bagaimana saya bisa menembus Bentang Pustaka. Seperti kita tahu, Bentang Pustaka bukanlah penerbit kecil. Di sana ada banyak penulis traveling beken macam Trinity "The Naked Traveler" atau juga Claudia Kaunang dengan guide books-nya. Kalau untuk buku-buku popular lain, di sini ada Dee (Dewi Lestari), Andrea Hirata, dan lain sebagainya. Tentu kebanggaan tersendiri saya bisa bergabung dengan mereka.

Sekitar pertengahan 2009, saya sudah ancang-ancang hengkang dari koran, tempat saya bernaung sebagai jurnalis dengan posisi akhir sebagai redaktur. Waktu itu, saya sudah berpikir untuk menerbitkan buku, tetapi tidak tahu caranya. Setelah backpacking pertama saya ke luar negeri, saya berpikir setidaknya saya harus menerbitkan tulisan saya di koran sebelum saya hengkang dari koran itu. Lalu akhirnya saya menuliskan catatan perjalanan sebanyak empat seri di koran saya tersebut. Kenapa saya melakukan ini ? bukan tanpa alasan. Saya harus punya bekal berupa portofolio untuk bisa menembus penerbit. Itu pikiran awal saya, dan saya lakukan. Saya belum tahu akan seperti apa langkah selanjutnya.

Buku pertama hingga ke-empat saya
Akhir tahun 2009, saya hengkang dari koran tersebut. Karena nganggur, saya jadi punya banyak waktu untuk browsing-browsing. Lha kok kebetulan sekali waktu itu Bentang Pustaka mengadakan sayembara keliling dunia, yang intinya mengajak siapapun untuk membuat proposal perjalanan ke negara yang dipilihnya sendiri, dan akan dibiayai, dan akan diterbitkan, dan akan dapat royalti, dan akan yang lain-lainnya...:)

Saya sendiri tidak yakin akan apa yang saya lakukan. Tetapi saya kirimkan juga proposal itu, dan itu bener-bener di last minute yaitu hari terakhir penutupan (awal Januari). Saya sudah kelabakan membuat proposal dan pesimistis. Tapi, keberuntungan masih di pihak saya, karena ternyata jadwalnya diundur beberapa hari. Intinya. lomba yang jurinya adalah Trinity itu, saya masuk 5 orang yang dipilih oleh Bentang Pustaka untuk merealisasikan proposal saya. Tujuan saya adalah : China. 

Mau tau kata Trinity soal kenapa saya dipilihnya ? Catatan saja: sebelum saya menang, saya sama sekali tidak mengenal Trinity. Ini penting saya kemukakan karena sekarang orang tahu saya temannya Trinity. Jadi di sini tidak ada KKN. Balik lagi soal kenapa saya dipilih? dan ini sempat saya tanyakan ke Trinity, jawabannya adalah: 
a. Karena proposal saya masuk akal. Tidak asal mengajukan budget murah untuk perjalanan. Kata dia, ada yang mengajukan proposal ke negara tertentu dan anggarannya justru minim sekali. Menurut dia, hal itu tidak masuk akal, karena dia sangat tahu biaya hidup negara tersebut.
b. Negara yang dipilih agak berbeda, yaitu China. Kebanyakan milih Asia Tenggara
c. Karena saya bisa menulis. Bagaimana dia tahu? Kliping koran catatan perjalanan saya yang saya lampirkan menjadi penyelamat saya :).
Dari sinilah kemudian buku pertama saya terbit. Dari gambaran di atas, saya hanya ingin menyampaikan bahwa ada cara lain menembus penerbit di luar cara konvensional mengirimkan naskah ke penerbit.
Buku saya bareng Ajie Hatadji

Secara umum, saya bisa gambarkan beberapa cara untuk bisa menembus penerbit:

1. Melalui cara tertentu, seperti kompetisi.
2. Melalui cara konvensional, mengirimkan naskah ke penerbit.
3. Melalui cara jejaring, bisa dari teman atau komunitas. 

Mari kita kupas lagi satu persatu:
1. Melalui cara tertentu, seperti kompetisi : ini sudah saya contohkan dalam kasus saya di atas. Menurut saya, cara ini adalah shortcut  atau jalan pintas menembus penerbit. Dalam kasus saya, memang saya menang untuk satu buku. Tetapi ketika penerbit melihat saya bisa menulis dan di sisi lain secara marketing buku saya laku, maka mereka tak segan-segan untuk menawari saya jalan-jalan lagi. Berikutnya muncullah buku-buku saya yang lain, mulai dari Thailand, hingga Travelicious Series. Untuk buku-buku ini, saya sudah lebih mudah lagi proses penerbitannya. Saya hanya tinggal mengusulkan outline buku ke editor penerbit, lalu kami diskusikan, lalu saya melakukan perjalanan, menulis, hingga proses penerbitannya. Saran saya, rajin-rajinlah mem-follow akun-akun penerbit besar baik di Facebook, Twitter, maupun situs resmi mereka. Bila ada info terbaru tentang kompetisi yang mereka adakan, ikut saja.
Hasil ngobrol dengan teman-teman penulis, muncullah buku ini.

2. Melalui cara konvensional : tinggal mem-follow akun resmi penerbit besar. Setiap penerbit besar pasti akan mem-publish cara mengirim naskah di situs mereka. Pelajari benar-benar, ikuti setiap poin yang menjadi prasyarat. Jangan ngeper, meskipun belum punya buku, penerbit tetap akan memperhatikan kok kalau naskah kita bagus. Faktanya, banyak penulis baru yang bukunya bisa jadi best seller juga. Biasanya waktu tunggu untuk mendapatkan kepastian sekitar 3 bulan. Tetapi bahkan sampai setahun pun tidak mustahil :).

3. Melalui cara jejaring : pertemanan atau komunitas bisa membawa kita ke penerbit. Bila kita punya teman penulis atau penerbit, kita akan lebih mudah masuk ke penerbit. Misalnya bisa melalui nulis bareng dengan teman penulis, atau langsung menyampaikan ide-ide kita ke editor (orang redaksi dari sebuah penerbit).

Kalau sudah tahu jalurnya, sekarang kita bicara teknis, bagaimana supaya penerbit melirik naskah kita? Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan:

Buku ke-delapan saya.
1. Ada penerbit yang maunya menerima naskah jadi (bukan proposal, bukan outline, bukan beberapa bab cerita. Biasanya untuk buku fiksi). Namun ada juga penerbit yang mau menerima proposal, outline, atau contoh bab, untuk kemudian didiskusikan lebih lanjut. Yang terakhir biasanya untuk naskah non-fiksi, di mana catatan perjalanan juga termasuk di dalamnya. Saran saya: kalau belum kenal banget dengan penerbit atau tidak ada link di sana, jangan mengirimkan naskah soft copy atau naskah disimpan di komputer. Karena sangat mungkin dibajak. Kirimkan saja hard copy  atau naskah yang sudah di-print. Bukan jaminan tidak dibajak, tetapi setidaknya agak susah.

2. Berpikir out of the box. Yang paling ekstrem, bikin tema yang nyleneh, aneh sekalipun. Yang belum pernah dibikin tulisan. Tetapi ingat juga, membuat tulisan nyleneh pun bukan asal buat tulisan, karena saat tulisan itu terbit sebagai sebuah buku, nanti kita harus bisa mempertanggungjawabkannya. Oya, idealis juga boleh. Tetapi sadarilah, penerbitan buku itu sebuah industri. Ini adalah faktanya. Bukan berarti kita harus melepaskan idealisme kita, tetapi kita jangan menjadi orang yang "sak klek", kalo tidak A ya tidak mau. Kalau kayak begitu, hampir dipastikan penerbit ogah sama kita. Letakkan pada proporsinya. Di mana kepentingan kita (idealisme) dan di mana kepentingan penerbit (industri). Buka peluang untuk penerbit mengajak diskusi, lalu kompromi. Berdasarkan pengalaman saya, penerbit tidak pernah memaksa saya untuk melakukan sesuatu yang berbenturan dengan idealisme saya. Nyaris sebagian besar (atau bahkan semua) buku-buku saya adalah representasi pikiran saya. Semua hal bisa dibicarakan, tergantung apakah kita membuka peluang diskusi itu.

3. Buat catatan terpisah bersama surat pengantar naskah. Catatan ini isinya adalah tulisan bagaimana Anda meyakinkan penerbit bahwa naskah Anda layak cetak. Dibikin sederhana saja, poin-per poin, misalnya kenapa penerbit harus mencetak naskah Anda? atau bahasanya kenapa naskah Anda layak cetak? Apakah ada naskah sejenis yang sudah beredar ? Kalau iya, apa kelebihan naskah Anda dibandingkan naskah sejenis itu? catatan ini penting untuk meyakinkan penerbit bahwa naskah Anda layak cetak. Ini ibarat catatan presentasi naskah Anda. 

4. Boleh mengirimkan naskah di lebih dari satu penerbit. Tetapi bila salah satu lolos, etikanya Anda segera menghubungi penerbit lain yang belum ada kabar, untuk penarikan naskah. Etika ini penting, supaya penerbit lain juga merasa dihargai meskipun batal bekerja sama dengan Anda. Hubungan baik perlu dijaga, karena siapa tahu lain kali Anda akan bekerja sama dengan mereka.

5. Jangan ngambekan. Satu naskah ditolak, udah nggak mau nulis lagi. Oya, naskah yang ditolak satu penerbit bisa kita tawarkan ke penerbit lain. Karena setiap penerbit, setiap editor, memiliki pertimbangan berbeda akan sebuah naskah. Sisanya adalah keberuntungan Anda.

Segitu dulu tips dari saya. Postingan berikutnya, saya akan coba berbagi tentang "Penerbit Nakal". Ayo tetap semangat menulis :)

Regards,

A

12 comments:

Sucie Nella Ardilla said...

mas tulisan saya udah bisa masuk daftar "layak terbit" belum ? ;;)
saya juga mau nerbitin bukut traveling, with konsep out of the box !! :D

ceritauciel.blogspot.com

Ariy said...

semangat menulisss Uciel :)

madu pahit said...

artikel yang inspiratif !! go ahead!!

Putrinyanormal.com said...

8 buku ??Subhanallah ..
bahagianya punya nama di buku yg dipajang Gramedia ,dan 8 buku yg berbeda pula .hebat ^^

penulis itu keren ,titip doa buat jadi penerusmu ya kak ..
di noted banget nih cara2 yg dikasih .salam kenal ..Barakallah

@puteriih

Ariy said...

@Putriih makasih :). Makasih juga sudah mampir di blog saya.

dee nicole said...

Wah mas ariy.. 3 bln-setahun apa ga lumuten tu?kalo yg disolo yg bagus mana mas?diantara setiaji ama tiga serangkai?

Ariy said...

hahaha...memang harus sabar sih. Tiga Serangkai bagus. Setiaji saya nggak tau malahan.

Fadhil Ali said...

Makasih banyak mas atas saran-sarannya bagi kita-kita yang ingin tembus ke penerbit.
Btw, aku dah baca sebagian buku-buku Mas. Nice job!
Keep writing.

fafablog said...

Terima kasih mas atas sarannya buat kita-kita yg ingin tembus ke penerbit. Btw, aku udah baca sebagian buku Mas, nice job!
Keep writing!

Ariy said...

terima kasih kembali. Terima kasih sudah mampir

Idham Siregar said...

Keren, dahsyat. Sukses terus Bang

Mita Budiningrum said...

Ka.. cara ngirim skenario ke luar negri gimana si..??