Sunday, March 2, 2014

Wisata Kuliner di Pasar Blauran Surabaya

Dear Journer,

Salah satu yang menarik dari traveling adalah saat saya berburu makanan khas atau makanan tradisional suatu daerah. Tempat saya berburu makanan khas macam-macam, mulai dari tempat mangkal resminya, food court, sampai blusukan di pasar tradisional.

Surabaya menjadi salah satu tempat yang menurut lidah saya, cocok buat kulineran. Teman saya yang asli Surabaya mengatakan, saya harus ke Pasar Blauran kalau ingin kulineran di Surabaya. Maka ke sanalah saya untuk berburu makanan nikmat. Pasar Blauran gampang dijangkau. Seingat saya, saya naik bus Damri dari Tunjungan Plaza terus langsung turun di Pasar Blauran (buat orang asli Surabaya, bantu benerin ya kalau keliru hihihi, soalnya lupa-lupa inget).

Di Pasar Blauran ini, Anda bisa mengeksplorasi makanan-makanan khas atau makanan tradisional yang mungkin tidak bisa Anda temukan di tempat lain. Jajan pasar banyak, termasuk kue-kue basah atau juga oleh-oleh khas. 

Lontong Cap Go Meh



Lokasi pusat kuliner Pasar Blauran ada di lantai bawah pasar. Karena laper berat, hari itu saya ingin makan yang mengenyangkan. Pilihan saya jatuh kepada Lontong Cap Go Meh. Kebetulan memang saya belum pernah mencobanya. Tetapi saat merasakannya, saya pikir saya pernah makan. Itu kayak lontong opor ayam yang biasa saya makan juga. Saya pribadi cocok.

Tetapi ternyata, porsi Lontong Cap Go Meh yang disajikan tidak membuat perut saya kenyang. Plus cuaca Surabaya yang panas, akhirnya saya memilih untuk menikmati jenang (bubur) campur. Sebenarnya ini di Solo, kota kelahiran saya pun banyak, tetapi emang biasanya hanya ada di pasar tradisional. Bedanya, kalau di Solo disajikan tidak pakai es (meskipun banyak juga yang sekarang berinisiatif menyajikannya dengan es). Jenang yang disajikan mulai dari jenang sumsum (putih), jenang grendul (cokelat), jenang mutiara (merah), jenang ketan hitam (hitam), dan disajikan dengan cendol, santan dan es.






Hari itu, semakin kenyang dan segar tentu saja. Sebenarnya masih ada aneka makanan khas lain, semua terpampang di papan menu yang tertera di tiap-tiap tempat jualan. Oya, sebenarnya untuk kulineran di Surabaya, selain di Pasar Blauran Anda juga bisa datang ke Pasar Genteng untuk berburu makanan berbahan dasar hasil laut, yang cocok buat oleh-oleh, seperti kerupuk udang. Kenikmatan lain berwisata kuliner di pasar tradisional adalah harga makanannya yang relatif terjangkau. Jadi kalau lagi di Surabaya, jangan lupa mampir ke Pasar Blauran.

Cheers,

Ariy

Saturday, March 1, 2014

Apakah Anda Tipe Traveler Tukang Komplain?

Dear Journer,

Tiba-tiba inget sama temen saya namanya Matt. Kalau yang udah baca buku saya Nomadic Heart, pasti sudah tahu ceritanya. Yeap, dia adalah teman saya dari Amrik yang menurut saya masuk kategori "Traveler Tukang Komplain". Saya bukan mau menjelek-jelekkan orang, karena apapun dan bagaimana pun dia, tetap dia adalah salah satu teman baik saya. Cuma dari sebuah situasi nggak asyik pun kita bisa ambil pelajaran. Jadi bagi saya, Matt adalah salah satu "pelajaran" lain yang saya dapatkan dari traveling :).


                                                  foto: www.techyville.com

Kenapa saya tertarik untuk mengangkat topik "Traveler Tukang Komplain" di sini? karena kebetulan saya mengamati di timeline beberapa orang cukup mewakili kategori ini. Saya tidak akan mengajari orang bagaimana menjadi traveler yang baik, tidak akan pernah. Saya hanya akan berbagi pikiran saya, siapa tahu ternyata cukup mewakili apa yang ada di pikiran Anda.

Saya ambil contoh Matt. Dia jauh-jauh dari Amrik untuk backpacking ke Asia Tenggara. Salah satu yang disinggahinya adalah Solo (untuk kemudian ke Jogja) dan lanjut ke Bali. Dia sempat menginap di rumah saya. Memang sih, di rumah saya dia tidak komplain, misalnya terkait perbedaan budaya, fasilitas rumah saya yang menggunakan toilet jongkok, dan hal-hal lain yang mewakili mayoritas penduduk negara berkembang seperti Indonesia. Menurut saya sih, dia agak sungkan, pakewuh, atau nggak enak kalau komplain soal keadaan rumah saya. Kok saya nuduh ? Iya, soalnya kalau sudah keluar dari rumah, jalan, dia sering banget komplain. 

Serius? Iya, mosok Borobudur dikomplain. Katanya tidak bikin dia merasa "wow". Dia juga bilang "Angkor Wat" di Kamboja juga nggak bikin dia merasa "wow". "Bahkan Taj Mahal di India juga nggak bikin aku wow" kata dia bersungut-sungut.

Giliran saya yang nganter jadi bete. Itu kayak orang kerjain tugas kantor, terus kerjaannya diserahin ke boss, dan boss bilang "Kerjaanmu jelek, nggak bikin saya terkesan". Bete kan? hihihi. 

Belum selesai, di halaman Candi Borobudur, dia pengen makan burger. Blaiiik....mana ada? eh ndilalah kok ya ada lho. Burger palsu yang pake booth bongkar pasang itu. Belilah dia. Dan lagi-lagi dia komplain, karena burger itu jauh sekali dibandingkan dengan burger yang ada di Amrik. Yeeee...yaiyalah. Sampai saya jengkel dan bilang kalau mau hal-hal yang seperti di Amrik, ngapain traveling ke luar Amrik? Dia diem, mak klakep. Dan sederet keluhan lainnya...

"MEMBANDINGKAN" adalah awal dari sebuah komplain. Setidaknya saya sering lihat itu dilakukan oleh para traveler. Saat traveling, entah sadar atau tidak, kita sering membandingkan:

"Ah Bali lebih keren dari Jogja"
"Ah Bangkok lebih keren dari Singapore"
"Ah ini lebih dari itu...itu lebih dari ini..."
"Bla...bla...blaa"

"Membandingkan" kerap muncul karena traveler yang bersangkutan mungkin tidak puas akan sesuatu atau destinasi. Ekspektasinya tinggi, sampai di tempat kejadian perkara kok "cuma segitu". Akhirnya muncullah komplain. Kenapa begini...kenapa begitu...mari tanya Galileo :p

"Membandingkan" ini bisa tentang keadaan destinasi, fasilitas akomodasi di area destinasi itu, bisa juga biaya hidup di destinasi tersebut. Kadang keluhan akan muncul secara otomatis, dan ini bagian yang tidak terhindarkan. Saya tentu pernah mengeluh juga saat traveling. Pas pasta gigi saya ketinggalan, saya mengumpat setengah mati saat beli di sebuah minimarket di Singapore harga sebuah pasta gigi sampai hampir Rp 30.000. "Aduh...kalau saja saya nggak kelupaan, pasti hemat Rp 30.000, secara di Indonesia Rp 3.000 perak juga dapat pasta gigi".

Keluhan semacam itu bisa terjadi, tetapi bisa juga diantisipasi. Kalau pengen murah ya jangan milih hotel mahal. Kalau perlu ya nginep di hostel, kalau perlu ngekos. Jangan makan di resto mahal, kalau perlu ngulik makanan kaki lima, atau beli mie cup aja buat beberapa hari. Itu misalnya.

Yang paling parah adalah kalau sudah mengeluh soal destinasi. "Aduh, bete...udah jauh-jauh ke sini, ternyata nggak ada apa-apanya gini. Tau gitu gue ke sono aja." Yaelah, kalau Anda ingin tahu siapa yang musti disalahkan dalam situasi itu, silakan ambil kaca. Yeap, itu salah Anda sendiri. Kok bisa? karena di era sekarang ini cari informasi mudah, mau liat gambar destinasi, testimoni orang yang pernah ke sana, sampai soal harga juga gampang: Googling it !! "Tapi kan belum tentu bener dan valid?" Yeap, itu tetap salah Anda sendiri. Kok saya ngeyel? Iya, karena menurut saya, setiap destinasi pasti nggak melulu soal jelek kan? pasti ada kelebihannya kan? Kalau Anda mengubah cara pandang dari sisi positif, saya yakin Anda akan tetap bisa menikmati perjalanan itu, meskipun mungkin destinasinya tidak seperti yang Anda bayangkan di awal.

Seperti yang saya bilang, saya juga pernah mengeluh saat traveling. Itu manusiawi. Tetapi sekarang saya mencoba mengakalinya dengan mengubah cara pandang saya terhadap sesuatu. "Kita tidak bisa mengubah sesuatu sesuai dengan keinginan kita. Yang bisa kita lakukan adalah mengubah cara pandang kita terhadap sesuatu". Itu yang saya coba lakukan. Bukan hal mudah memang. Apalagi mengubah sesuatu negatif menjadi positif, duuh susahnyaa...

Yang saya lakukan, saya coba fokus pada kelebihan suatu destinasi daripada fokus pada kekurangan suatu destinasi. Come on, pastilah setiap destinasi memiliki keunikan sendiri, cerita yang beda, indah dengan caranya sendiri dibandingkan destinasi lain. Dengan fokus pada kelebihan suatu destinasi, saya akan enjoy traveling, dan tidak memiliki waktu lagi untuk mengeluh. Ini kata kuncinya:

Setiap tempat memiliki ceritanya sendiri. 

Begini lho, kita sudah bayar tiket pp mahal, repot ambil cuti atau menghabiskan jatah libur, repot beli ini itu untuk persiapan, mosok udah sampai di destinasi yang kita tuju cuma mau komplain melulu? Serius? kalau emang begitu kondisi Anda, ya saya cuma mau bilang...berat amat hidup Anda ya :)

Cheers,

Ariy