Thursday, June 23, 2016

Too Little Time, Too Much To See (Trip Vietnam - Kamboja Bagian 2)

Mungkin judul itu yang pantas buat saya untuk trip kali ini. Sebenarnya saya dan teman saya melakukan perjalanan dalam waktu yang bagi traveler lain cukup lama, yaitu antara tanggal 17 - 28 November, atau total 12 hari. Nah, kan? Tetapi sepertinya tetap saja kurang. Sepertinya itinerary bakal banyak berubah menyesuaikan kondisi di lapangan.

Patung Baru Uncle Ho di depan Ho Chi Minh City Hall

18 November 2015
Hari masih cukup pagi saat kami tiba di hotel setelah penerbangan dari Singapura ke Ho Chi Minh City (HCMC). Cukup pagi untuk merasa lapar. Pagi itu kami belum mendapatkan free breakfast tentu saja, karena baru check in hari itu. Sudah bisa early check in tanpa kena extra charge saja sudah beruntung. Bayangkan kalau kami baru bisa masuk kamar jam 13.00 atau jam 14.00 seperti rata-rata waktu check in di hotel-hotel lain (di Indonesia hotel-hotelnya kayak gini kebanyakan), bisa-bisa kami harus menunggu 4 jam. Iya sih bisa saja kami tinggal backpack di hotel, terus jalan dulu. Tetapi masak iya dengan kondisi kalau orang Jawa bilang "pating cemumut" mau jalan juga? Apa itu "pating cemumut"? Kalau dalam bahasa Indonesia sih serupa dengan kucel. Iya soalnya kami kan dari Singapura Subuh, semalemnya tidur ngemper di airport, nggak mungkin paginya mandi. Tadi pagi cuma gosok gigi dan cuci muka, lalu disambut dengan perjalanan menuju Vietnam.

Seneng banget akhirnya menemukan tempat tidur dan kamar mandi. Kesan saya sih, pengelolaan Giang Son 2 Hotel bagus ya...direkomendasikan deh buat yang mau ke HCMC. Lokasi strategis, staf ramah, fasilitas bagus, bisa early check in, ada fasilitas antarjemput bandara (meski bayar), dan mereka sangat responsif sejak saya booking dari Indonesia beberapa minggu sebelum perjalanan. Oya, saya booking melalui www.booking.com. Kenapa nggak yang lain? Bukan mau promo karena saya juga tidak di-endorse mereka, tetapi pakai situs itu saya bisa bayar saat check in. Selain itu ada free cancellation juga. Nah, sejak saya booking, saya isi tuh beberapa permintaan khusus di kolom www.booking.com, dan ternyata pihak hotel membalas dengan cepat melalui email. Artinya ini hotel memang sudah profesional ya.

Setelah mandi dan istirahat sejenak, kami menghitung-hitung hari dan mencoba mengotak-atik rencana. Hari ini sudah pasti kami akan city tour saja. Besok? Nah ini dia. Saya sebenarnya ingin melakukan aktivitas turis standar di HCMC, yaitu ikut trip ke Cu Chi Tunnels (seperti cita-cita awal). Tetapi kebanyakan paket tur adalah satu hari full. Kalau tetap ikut paket ini tentu saja sudah terlambat karena saat itu sudah jam 10.00. Alternatif lain ya city tour yang benar-benar tur keliling dalam kota secara mandiri. Terus besok mau kemana ? Kan belum terjawab?

Teman saya pengen banget ke Mui Ne. Sebenarnya, I have no idea tentang Mui Ne. Tetapi dari hasil cerita teman saya itu dan googling, sepertinya saya harus memberi kesempatan kepada Mui Ne untuk mendapatkan kunjungan dari saya hahahaha. Akhirnya diputuskan deh ke Mui Ne, yang cerita lengkapnya entar yaa...

So, tugas saya adalah mencari tiket bus ke Mui Ne. Kami bertanya kepada staf hotel apakah mereka melayani pemesanan tiket bus ke Mui Ne? Salah seorang staf, cowok muda yang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang cukup (bila dibandingkan beberapa orang Vietnam yang pernah kami temui) akhirnya mengajak saya keluar untuk mencari tiket. Saya manut saja. Saya pikir, pasti dengan bantuan staf hotel akan mendapatkan harga tiket yang miring. Begitu bukan? 

Saya meninggalkan teman saya di hotel dan mengikuti cowok itu keluar gang, lalu berjalan satu blok atau sekitar 500 meter dari lokasi hotel saya. Sebenarnya Pham Ngu Lao Street di District 1 ini menyediakan semua kebutuhan turis. Ibarat kata, melek mata udah terlihat travel agent di mana-mana, hotel di mana-mana, tempat makan di mana-mana, toko suvenir di mana-mana, jadi kalau mau melakukannya sendiri ya bisa. Tetapi saya seperti dicucuk hidung untuk mengikuti staf hotel ini. Ternyata saya di bawa ke salah satu agen perjalanan yang menjual tiket bus. Mau ke jurusan mana aja bisa. Intinya, staf hotel itu sebenarnya hanya menyerahkan saya ke pihak agen perjalanan yang menjual tiket bus (saya yakin dia dapat komisi), lalu untuk proses booking tiket ya saya lakukan sendiri. Di sepanjang jalan itu, sudah berderet banyak sekali agen perjalanan, jadi jangan khawatir.

Saya akhirnya membeli tiket pulang pergi HCMC - Mui Ne untuk esok hari (tanggal 19 November). Bus yang tersedia adalah type sleeper dan saya sudah merasa sesak duluan membayangkannya. Saya tidak terlalu suka bus jenis ini, yaitu bus yang kursinya diganti semacam tempat tidur (seukuran tandu ambulans) dan posisinya bertingkat. Saya pernah naik bus model beginian dari Guilin - Nanning di China dalam perjalanan 12 jam dan rasanya sangaaaaat tersiksa. Tetapi setidaknya HCMC - Mui Ne hanya 6 jam perjalanan. Kita lihat saja apa yang akan terjadi.

  • Tiket bus HCMC ke Mui Ne standarnya 130.000 VND (Rp 76.000) atau kurang lebih 5 USD sekali jalan. Tetapi saya lihat beberapa bus ada yang bertiket seharga hingga 14 USD. Tergantung busnya gimana juga sih. 
Sebenarnya ada juga kereta api menuju Mui Ne dengan harga tiket hampir sama. Tetapi hanya ada satu kali keberangkatan, yaitu di jam 06.50 pagi dari HCMC ke Phan Thiet, selain juga tidak direct ke pesisir Mui Ne, harus ganti dengan bus yang katanya ada di lokasi parkir stasiun atau taksi untuk menuju ke pesisir pantainya. Kalau bus, langsung diturunkan di hotel tempat kita akan menginap. Akhirnya tiket ke Mui Ne terbeli juga.

Lalu hari ini mau ke mana? Kami sepakat untuk jalan-jalan ke spot-spot standar saja di kota. Tidak berharap banyak. Dan saya mengubur dulu keinginan untuk ke Cu Chi Tunnels:

  • Ben Thanh Market : Saya adalah pecinta pasar tradisional. Ini salah satu spot yang selalu saya kunjungi di beberapa negara yang pernah saya sambangi. Saat masuk ke pasar tradisional saya benar-benar bisa merekam secara sempurna kultur penduduk setempat, membayangkan bagaimana mereka hidup sehari-hari, apa yang mereka konsumsi, bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain, dan lain sebagainya selain tentu saja juga menemukan hal-hal baru dan kadang aneh terkait kuliner ya. Bagaimana dengan Ben Thanh Market? Well, tentu aspek-aspek yang saya sebut di atas saya dapatkan juga, tetapi saya lebih banyak kecewanya. Bagi saya, kebesaran nama pasar yang menjadi simbol HCMC ini tidak sebesar aslinya. Saya justru menangkap hal yang agak negatif (mohon maaf bila penilaian saya salah). Jadi pasar ini banyak menjual kerajinan tangan, suvenir, kain, dan banyaaak sekali tas outdoor "merek-merek terkenal" dalam berbagai bentuk dan ukuran, mulai dari daypack hingga tas gunung. Sementara di bagian belakang dan beberapa sisi pasar diisi dengan penjual makanan khas, daging, dan lain sebagainya seperti pasar tradisional pada umumnya. Lalu apanya yang negatif? Cara mereka berdagang, khususnya pedagang suvenir. Serem. Jadi saya melihat seorang pedagang yang keukeuh memegang tangan turis dan berbicara dengan nada tinggi (serupa orang teriak). Yang saya tangkap adalah, si turis menawar tapi tidak cocok dan ingin pergi, lalu si pedagang meminta turis untuk menaikkan harga. Tetapi si turis sepertinya sudah enggan. Di sudut lainnya, saya lihat ada pedagang yang ngomel-ngomel karena seorang turis tidak jadi beli. Oya, mereka ini juga mengenali turis dari Indonesia (atau Malaysia?) sehingga saat melihat kami, mereka bilang "murah-murah". Tetapi demi melihat beberapa atraksi "serem" tadi, di mana pedagang sangat agresif, saya sudah enggan untuk bertanya tentang suatu barang. Padahal sebenarnya saya pengen beli daypack yang kemungkinan besar aspal alias asli tapi palsu itu. Damn...detailnya persis kayak yang harganya ratusan ribu sampai sejutaan itu! hahaha. Tuhan masih menyelamatkan saya dari setan pemborosan. Jadi kesimpulannya, pasar ini tidak mempesona saya. Tetapi apapun, saya masih sempat juga minum es campur demi melihat candy color di etalasenya.

yang ini nyomot dari Wikipedia karena foto koleksi lenyap

koleksi pribadi

koleksi pribadi

* Warning : Di pinggir jalan besar seberang Ben Thanh Market saya dan temen sempet mengabadikan situasi jalan dan area Ben Thanh Market dengan smartphone. Seseorang mendekati dan mengingatkan untuk berhati-hati saat mengambil foto di pinggir jalan, karena banyak kasus jambret bersepeda motor yang menyambar smartphone atau kamera milik turis yang asyik memfoto di pinggir jalan. Terima kasih sudah diingatkan. Tetapi habis mengingatkan, si Bapak nggak mau pergi dan terus menawarkan ojek kepada kami untuk keliling kota. Tetapi kami menolak dengan halus. Sepertinya untuk city tour semua bisa dilakukan secara independen.

  • Saigon Central Post Office (Poste Centrale de Saigon) : adalah tujuan kami berikutnya. Jalan menuju ke lokasi ini sebenarnya tidak jauh, apalagi saya suka jalan kaki. Tetapi kami menempuh waktu agak lama karena sempat kesasar. Beberapa kali nanya, ternyata jawabannya beda-beda. Ngakak juga karena ada yang memberikan petunjuk ke arah kanan, eh yang ditanya berikutnya menunjuk ke arah kiri. Akhirnya balik lagi hehehe...tetapi dengan semangat empat lima akhirnya ketemu juga. Kantor pos ini adalah salah satu tujuan turis di HCMC yang dulu namanya emang Saigon. Nah, kalau ditilik secara bangunannya, emang ini bangunan dibangun saat Perancis bercokol di Indochina di akhir Abad XIX, dibangun dari tahun 1886-1891dengan sentuhan gaya gothic, renaissance, sebagai pengaruh Perancis. Didesign oleh Auguste Henri Vildieu dan Alfred Foulhoux. Terus apa yang menarik dari bangunan ini? Ya kebetulan saya suka hal-hal yang berbau lawas terkait bangunan atau apapun, jadi ya saya seneng aja berlama-lama di dalamnya. Arsitekturnya menurut saya menarik, meskipun tidak mencengangkan. Ada gambaran peta Indochina di dinding atas. Begitu kita masuk, terasa adem. Saat melewati pintu utama, bagian kanan ada semacam phone booth berjajar. Bagian kiri adalah toko suvenir. Sementara ruang utama diisi dengan kegiatan kantor pos sehari-hari, yang di bagian tengahnya ada tempat duduk serta tempat jualan suvenir juga.







  • Notre-Dame Cathedral Basilica of Saigon : Masih satu area dengan kantor pos, ada Notre-Dame Cathedral Basilica of Saigon yang dibangun kolonial Perancis pada 1863-1880, yang memiliki dua lonceng menara setinggi 58 meter. Bila tidak mempelajari sejarahnya, mungkin katedral ini terkesan biasa saja. Tetapi bangunan ini salah satu yang menjadi pusat kunjungan turis. 
duck face...LoL


Area ini memang area yang menjadi pusat pariwisata HCMC. Bus pariwisata hilir mudik mengantar jemput para turis. Beberapa pengasong (yang menurut saya tidak terlalu banyak untuk area pariwisata) menjajakan aneka dagangan. Kebanyakan sih kartu pos. Tetapi saya tertarik dengan penjual kue (serupa donat?) yang melakukan atraksi di depan kantor pos. Laki-laki separuh baya itu menata dagangan bersusun tinggi di sebuah nampan, lalu meletakkan nampan di atas kepala seperti pedagang sate keliling kampung di Indonesia. Kalau sempat berkunjung ke sana, coba cari pria ini ya...hahahaha, orangnya lucu dan tidak memaksa kita untuk membeli. Trik marketing dia bagus. Dia mengajak orang yang ada di sekitar lokasi itu untuk mencoba menyunggi nampan itu di kepala. Saya mencobanya, dan benar-benar berat lho. Bagaimana dia bisa menari-menari dengan nampan itu di kepala ya?
Setelah itu dia menawarkan dagangannya. Kebetulan saya memang lagi tidak ingin membeli makanan, dan dia tetap tersenyum dan melanjutkan ngobrol dengan saya. Tetapi triknya itu telah mampu memikat beberapa turis untuk membeli kuenya. Nice trick !





  • Ho Chi Minh City Hall : Dari area tersebut, kami jalan pulang melewati Ho Chi Minh City Hall yang dibangun pada tahun 1902-1908 dengan tetap menggunakan gaya Perancis. Pada tahun 1975, bangunan ini berganti nama menjadi Ho Chi Minh City People's Committee. Di depan bangunan itu terdapat semacam plaza yang sangat luas yang mungkin lebih tepat disebut alun-alun. Di depan bangunannya, pada tahun 1990 berdiri patung Uncle Ho sitting next to a girl. Sebenarnya siapa sih Uncle Ho ini ? Dia adalah tokoh revolusi dan negarawan Vietnam yang pernah menjabat sebagai perdana menteri pada tahun 1954, yang dianggap sebagai politisi paling berpengaruh pada abad XX. Nama Ho Chi Minh kemudian diabadikan sebagai nama kota ini, yang sebelumnya menggunakan nama Saigon. Saat saya berkunjung ke sana, patung lama sudah diganti dengan patung baru yaitu posisi Ho Chi Minh berdiri dengan gaya gerakan tangan menyapa (lihat foto paling atas).
  • Ho Chi Minh




Hari itu, cuaca mendung di HCMC, dan kami berniat segera kembali dulu ke hotel. Hari juga sudah agak sore. Tetapi belum juga sampai di hotel, hujan sudah mengguyur dan kami harus berteduh di Ben Thanh Market. Tetapi hujan turun tidak lama, dan kami melanjutkan perjalanan ke hotel. Sepanjang perjalanan ke hotel sangat sejuk setelah hujan. Yang saya suka dari kota ini adalah penataan kotanya, meskipun panas tetapi mereka mengimbangi dengan membangun taman-taman kota serta memelihara pohon-pohon pelindung tinggi besar. Di sekitar Pham Ngu Lao Street banyak taman-taman yang masih penuh dengan aktivitas warga hingga malam. Olahraga yang paling banyak dilakukan adalah bulu sepak (ini istilah saya sendiri) yaitu semacam sepak takraw tetapi yang disepak adalah semacam shuttlecock bulutangkis namun berbahan beda. Permainan ini bisa dilakukan berdua maupun banyak orang dengan posisi melingkar. Kita bisa melihat warga bermain semacam ini hingga malam hari di taman-taman.

Saat memasuki Pham Ngu Lao Street dalam perjalanan ke hotel, saya kaget juga...wah, saat siang yang seperti hari biasa di banyak kota, malamnya jalan ini berubah menjadi jalan yang sangat-sangat bising. Turis (mayoritas bule) tumplek blek di sepanjang jalan ini. Toko, club, restoran, semua seperti menggeliat dalam puncaknya dengan siraman lampu warna warni. Di trotoar, dipasang kursi-kursi kayu pendek dan meja pendek, lalu semua berkumpul di depannya sekadar nongkrong atau minum bir. Lalu lintas juga sangat ruwet. Untung hotel saya masuk di dalam gang. Jadi semua itu hilang seketika saat saya di dalam kamar. Usai mandi dan istirahat sebentar, saya keluar jalan-jalan menikmati malam sambil nyari makan malam. Banyak pilihan sih, tetapi memang bagi traveler muslim, musti hati-hati memilih resto ya...banyak babinya.



Inilah makan malam saya :
1. Vietnam Tea : yang kuning kayak minyak goreng itu adalah Vietnam Tea. Murah, harganya 3.000 VND (sekitar Rp 1.800).

2.Fried Tofu Lemongrass : tahu goreng dengan bumbu lemongrass. Suka banget dengan ini, karena tahunya sangat lembut di dalam, kering di luar. Taburan bumbu lemongrass-nya membuatnya menjadi sedap. Love it. Harganya untuk dua biji (ukuran agak besar) 35.000 VND (Rp 20.000-an) yang emang agak mahal ya untuk ukuran tahu :)

3. Chicken Pho: Pho adalah noodle soup yang khas di Vietnam. Kuliner paling terkenal malah, karena semua orang ke sana pasti nyari ini. Pho bisa pakai babi, daging sapi atau ayam. Jadi hati-hati benar ya buat yang muslim. Semangkuk Chicken Pho ini harganya 50.000 VND (sekitar Rp 30.000-an). Bagi yang traveling on budget  memang sepertinya mahal ya. Tapi jangan khawatir, kalau kalian jalan berdua atau lebih, bisa sharing kok. Karena satu mangkuk Chicken Pho ini porsinya besar banget, pake mangkok gede juga.

Oya kebetulan teman saya memesan pakai nasi. Kalau saya lihat, nasi mereka sangat bagus putih bersih dan pulen. Saat icipi juga enak. Pantesan Indonesia mengimpor beras dari Vietnam :)

* Catatan saya: awal ke Vietnam banyak yang cerita bahwa mata uang Vietnam Dong nilainya separuh dari rupiah. Sudah kepikiran semua harga akan lebih murah? jangan terkena ilusi mata uang. Karena meskipun mata uang mereka nominalnya separuh rupiah, tetapi harga-harga seperti makan misalnya, standarnya lebih tinggi. Di Indonesia ke angkringan aja bisa cuma Rp 7.000 ya. Kalau makanan warung yang agak naik kelas ya sekitar Rp 15.000-Rp 20.000 ya....tetapi kalau di sana, start-nya lebih tinggi. Lha itu tahu goreng aja Rp 20.000 hehehe (atau mungkin saya belum menemukan warung murah?). Kalau harga kamar hotel, menurut saya masih standar seperti harga di Indonesia. Bintang satu dua masih di kisaran Rp 200.000 - Rp 250.000. Jadi sekali lagi jangan terkena ilusi mata uang ya :)

Malam itu, kami menutup hari dengan nongkrong di taman lalu balik hotel dan tidur, karena besok pagi-pagi kami akan menuju ke Mui Ne untuk sesuatu yang luar biasa (?). Saya sudah sangsi akan bisa mengunjungi Cu Chi Tunnels karena waktu kami sangat terbatas...pfffhhh...

Next : amazing sand dunes in Mui Ne...

No comments: