Friday, August 11, 2017

Jelajah Heritage: Candi Plaosan Kidul - Klaten, Jawa Tengah

"Orang tua selalu berbicara soal masa lalu, anak muda selalu berbicara masa depan", itu yang saya ingat dari omongannya si Ajie, salah satu travelmate saya menjelajah Medan, Danau Toba, hingga Bukit Lawang. Sepertinya tepat sih, saya memang sudah tua hahahaha.

Saya selalu suka hal-hal yang berhubungan dengan masa lalu, sejarah, kota lama, barang antik, mantan...eh. Pokoknya apapun yang lawas dan mbladhus hihihi. Termasuk saya suka menikmati candi yang satu ini. Nggak cuma masa lalu dong, ini benar-benar masa yang sangat lalu.

Candi Plaosan, dua kali sudah saya ke sini. Tinggal nambah sekali bakal dapat hadiah sabun colek. Dua kali itu saya mampir sembari pulang dari Jogja menuju Solo. Kalau pas berangkat mampir nggak enak, musti muter. 

Di perbatasan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah ini memang banyak candi. Tapi memang yang paling cantik adalah Candi Prambanan, baru kemudian (menurut saya) adalah Candi Plaosan ini. Yang ketiga adalah mantan. Candi Ratu Boko.

Candi Plaosan terletak di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, dan masuk Kabupaten Klaten. Inget ya, Klaten...bukan Jogja. Lokasinya sekitar 4,2 km dari Candi Prambanan. Kalau dari Bandara Adisucipto Yogyakarta sekitar 16 kilometer. 

Candi Plaosan terdiri dari dua areal, yaitu Candi Plaosan Kidul dan Plaosan Lor. Yang jadi tujuan biasanya Candi Plaosan Kidul alias Selatan. Memang kalau dari arah jalan masuk, yang kelihatan langsung yang Candi Plaosan Kidul. Begitupun saya, ke sana ya selalu ke Candi Plaosan Kidul.



Sejarah soal candi ini simpang siur dan banyak versi. Saya nanya adik saya yang sarjana sejarah dan ikut komunitas pecinta sejarah pun juga bilang hal sama. Jadi memang soal keabsahan sejarah yang akan saya kutip bisa saja diragukan. 

Salah satu versi menyebut bahwa candi ini dibangun pada masa pemerintahan Raja Rakai Pikatan pada jaman Mataram Kuno (Abad IX). Kalau mereka yang menjadi bagian generasi 90-an, pasti langsung "ting!" mendengar nama raja itu. Hehehehe. Iya, ingatan saya langsung terlempar pada sandiwara radio "Tutur Tinular" (Saur Sepuh ya? yang ada Rakai Pikatan?) hahaha. Tapi generasi millenials mungkin nggak ngeh, jadi lupakan.

Nah soal versi ini didukung oleh pakar, yaitu De Casparis, mengacu pada prasasti Cri Kahulunan (842 M). Menurut prasasti itu, candi ini dibangun oleh Ratu Sri Kahulunan yang beragama Buddha. yang bergelar Pramodhawardani (puteri Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra). Nah, padahal kalau Mataram Kuno kan Hindu. Makanya tak heran ada representasi arsitektur dari Hindu dan Buddha di candi ini.


Dalam candi-candi Buddha terdapat kemuncak stupa, arca Buddha, serta candi-candi perwara (pendamping/kecil), nah itu pula yang ada di candi ini. Soal sejarah ini silakan Anda googling atau mencari referensi yang lebih valid, itu kalau memang ingin mempelajari lebih jauh.

Salah satu yang saya suka dari kawasan candi ini adalah tidak terlalu terkomersialisasi. Mungkin karena kalah pamor dari Candi Prambanan yang tak jauh dari lokasi Candi Plaosan. Nah, karena kalah pamor itu, tidak terlalu banyak pengunjung. Lebih enak untuk mengeksplorasi, motret-motret nggak terlalu keganggu.



Kawasan ini juga tertata sangat rapi. Selain candi-candi besar, terdapat sejumlah candi kecil, dengan lorong-lorong yang membuat imajinasi saya terlempar ke jaman masa lalu. Membayangkan ini sebuah kampung, kemudian ada jalan setapaknya dan sebagainya dan sebagainya. Ada satu areal yang dibangun seperti panggung dengan arca-arca mengelilinginya. 


Areal reruntuhan yang lumayan besar menurut saya justru memberi kesan magis. Keren. Oya, dua kali ke sini selalu pas weekend, dan alhamdulillah kondisinya selalu lengang. Mau motret tanpa bocor, bisa banget. Ini beda banget dengan Candi Prambanan dan Candi Borobudur yang kalau kita motret (khususnya bagi saya yang amatir) selalu aja bocor ada pengunjung lain in frame. 

How to get there: Cara ke sini gampang. Untuk wisatawan yang stay di Jogja, naik aja TransJogja turun di halte Prambanan. Dari sini cari ojek ke Plaosan (karena masuknya lumayan jauh, jalan kaki gempor juga). Saya perkirakan ojek pangkalan sekitar Rp 15.000-an. 

Saya tidak tahu ada Gojek sampai sini nggak, tapi bisa dicoba untuk hunting Gojek. Kalau naik Gojek dari Bandara Adisucipto (16 km), sekitar Rp 33.000. Kalau naik motor sewaan, gampang. Sampai ke Candi Prambanan tinggal lurus aja arah Solo, nggak jauh sekitar sekilo mungkin ya...pokoknya nanti kiri jalan ada papan petunjuk untuk belok kiri ke Candi Plaosan. Nah, kalau udah masuk jalan ini, luruuuusss aja sampai nemu papan petunjuk lagi (kanan jalan). Kalau sudah nemu, belok kanan...maka ketemu sudah.

Tiket masuk berapa? Rp 3.000 perak tanpa tiket. Muriiiih, mengingat parkir motor aja Rp 2.000. Jam buka saya tidak tahu karena memang lokasinya sangat terbuka, berbeda dengan candi lain. Tapi ada pos satpamnya, jadi mungkin pagi-sore. 

Oya, di sini fotografer sering hunting sunset yang konon indah bener, mengingat sekitarnya adalah persawahan. Selain itu, Pemkab Klaten juga punya agenda tahunan Festival Candi Kembar. Pas saya ke sana, kanan kiri jalan menuju ke candi ini sudah terpasang spanduk jadwal festival ini. Saya lupa nyatet, monggo googling saja ya hehhehehe.

Selamat menjelajah :)

Ariy

No comments: