Ini cerita lain saya numpang tinggal di tempat orang, jauh di Negeri China, tepatnya di Kota Guangzhou. Mencari kamar gratis itu gampang-gampang susah. Contohnya pengalaman saya di China pada Februari 2010 lalu ini. Jauh-jauh hari, sebenarnya saya sudah merasa tentram bahagia dan sentosa, saat seorang warga Guangzhou yang baru saja bergabung dengan situs jaringan traveler dan backpacker dunia, Couchsurfing, semangat sekali untuk menampung saya. Dia sudah menyediakan tempat tinggal di mess kantornya, yang kata dia lagi kosong karena orang kantor pada mudik merayakan Tahun Baru China. Setidaknya itu yang dia katakan di pesan-pesan yang dikirim ke saya. Pokoknya gembira sudah.
Yang di luar pemikiran saya adalah, ini anak adalah orang baru di Couchsurfing. Tidak ada pengalaman, profilenya juga seadanya, dan tidak memiliki referensi sama sekali dari orang yang pernah ketemu dia atau tinggal di tempatnya. Atau bahkan mungkin dia belum pernah menampung orang.
Dan benar juga, di last minute, dia membatalkan melalui pesan, dan saya kelimpungan karena belum juga booking hostel atau penginapan lain. Saya menemukan pesan pembatalannya saat saya sudah berada di Kuala Lumpur. Duh, padahal besok pagi-pagi saya sudah harus terbang ke Guangzhou, gawat kalau belum mendapatkan tempat tinggal.
Akhirnya, di Kuala Lumpur, saya berinisiatif mengirimkan pesan secara terbuka di group Guangzhou, meminta bantuan bila ada member Couchsurfing yang di Guangzhou memiliki space sedikit untuk saya tinggal. Lucky me, saya mendapatkan dua respons sekaligus dari dua orang Italia. Pesan pertama datang dari Pietro Mincuzzi, laki-laki 50 tahun yang gemar sekali memasak, dan pesan kedua dari Giorgia Crivelarro, cewek Italia yang bekerja di kedutaan besar Italia di China.
Karena pesan yang duluan datang dari Pietro, maka saya memutuskan tinggal di tempat Pietro. Apalagi di sini saya bisa tinggal tiga hari. Sementara di tempat Giorgia hanya sehari, karena hari berikutnya dia akan bepergian ke luar kota. Namun, demi menghormati Giorgia yang sudah menawarkan kebaikan hati, saya mengajaknya makan malam di hari kedua di Guangzhou, dan dia menyambut baik.
Singkat cerita, kami bertemu di seberang Gedung Ikea, Guangzhou, kawasan dekat Guangzhou East Railway Station. Apartemen Pietro berada satu gedung dengan Ikea. Ini adalah apartemen mewah dengan design interior khas Italia. Apartemen Pietro sangat hangat, begitu masuk dari pintu kecil berteralis besi, kita langsung menemukan Dapur Italia milik Pietro. Satu set kursi dan meja makan dari kayu, rak berisi toples aneka bumbu dapur khas Italia, aneka macam snack buatan Pietro, sementara satu pintu di samping menghubungkan ke dapur kecil tempat memasak. Satu ruangan dengan ruang makan ini, langsung ada dua sofa hangat dengan meja rendah. Mepet di tembok penyekat, terdapat rak memanjang dengan aneka hiasan cantik, dan tak ketinggalan aneka roti kering di bungkus plastik buatan Pietro. Satu set piano berada di pojok, sementara jendela kaca rendah membuat kita bisa melihat jalanan di luar dari lantai 10. Ruangan lain adalah ruang kerja Pietro, kamar tidur utama, serta kamar tidur tamu dengan dua beds, serta toilet tamu yang berada di luar.
Ini apartemen mewah yang pernah saya masuki sepanjang hidup saya. Dan Pietro memberikan kesempatan saya untuk tinggal. Dan....selain saya, ternyata ada beberapa backpacker bule dan China yang dia tampung hehehe. Maka, malam pertama, saya dengan senang hati tidur di sofa. Besoknya, tamu lain sudah cabut sehingga kamar kosong. Dan saya pun mendapatkan kamar. Tetapi, kediaman Pietro tidaklah sepi, karena dua orang cabut, ternyata hadir lagi tiga orang lainnya hahaha. Satu bule Canada, dan backpacker lokal. Total jenderal, di apartemen itu tinggal enam backpacker, menyenangkan sekali. Kami yang tidak kenal satu sama lain akhirnya mulai belajar mengenal, berbagi, bersenang-senang, hingga traveling bareng ke penjuru Kota Guangzhou.
Satu hal yang saya pelajari dari tinggal di tempat Pietro adalah, tidak ada basa-basi. Pietro orangnya sangat tegas. Dia menawari saya makan malam dengan biaya tertentu, tetapi bila saya tidak mau dan ingin makan di tempat lain, dia mempersilakan dan memberikan kebebasan. Bayangkan bila itu di Indonesia, pasti serba sungkan dan lain sebagainya, sehingga mau tidak mau kita akan menuruti tuan rumah. Kita benar-benar diberikan pilihan untuk mengeluarkan pendapat, meskipun itu bertentangan dengan pendapat tuan rumah sekalipun.
Saya juga diajari cara memasak kue-kue kering dari Italia. Sejujurnya, saya tidak paham dan sudah yakin tidak akan pernah bisa. Namun, saya menikmati proses ini. Lain hari, kami berkumpul dengan teman-teman backpacker, sharing pengalaman, budaya, dan foto-foto gila. Tidak ada gap sama sekali, meskipun usia Pietro sudah cukup tua.
Well, udara dingin menggigit pada medio Februari 2010 di Guangzhou itu seakan tidak lagi terasa berkat keramahan Pietro dan teman-teman backpacker lainnya. Salah satu moment indah dalam backpacking saya.
Anda tertarik mencoba? Selamat berpetualang...