Friday, March 10, 2017

Review Film Trinity, The Nekad Traveler (waspadalah: mengandung spoiler)

Film Trinity, The Nekad Traveler  sukses membikin saya login kembali ke blog ini, setelah sekian tahun (serius, saya lama tidak update blog ini, mungkin hampir dua tahun ini on-off nggak jelas, dua bulan kadang hanya posting satu!). Tapi tangan saya gatal untuk segera menulis review dan saya tidak punya media lain yang lebih pas selain di blog. Akhirnya ngeblog lagi deh gara-gara Trinity!

Jadi banyak yang sudah tahu saya berteman dengan Trinity. Saya mengenalnya sudah sekitar delapan tahun karena kami berada di bawah penerbit yang sama. Kami dulu sering melakukan talkshow bareng di beberapa kota. Pernah jalan bareng juga. Pernah sekamar berdua (waks!), tetapi setelah itu lebih banyak terhubung via group Whatsapp. Saya ingin memulai review dengan kejujuran ini, supaya kemudian tidak ada yang bisik-bisik di belakang "ah elu kan emang temennya"...berpikir saya tidak fair...subjektif...dan lain sebagainya. Tapi apapun, saya yakin tidak ada sebuah penilaian atau review yang benar-benar objektif juga. Semua soal selera, soal minat, soal kata hati kan? Jadi mari dibawa santai saja kayak di pantai...yuk mulai...

Saya nonton film ini tanggal 7 Maret, saat Gala Premiere di Solo Paragon Mall, Solo. Dapat jatah enam tiket dari Trinity. Saya bawa tiga teman yang selama ini aktif di kegiatan grup jalan-jalan yang saya bentuk, serta dua teman wartawan yang nyaris tidak peduli dengan jalan-jalan atau mengenal sosok Trinity. Di acaranya, saya ketemu dua orang teman travel blogger lainnya.

Tiga teman yang aktif jalan-jalan dan saya sudah membaca buku-buku The Naked Traveler tentunya. Dua teman wartawan, mereka belum pernah membaca buku-buku Trinity. Kami berangkat dengan misi yang sama: bersenang-senang dan akan menikmati filmnya.

Bagi saya pribadi, saat akan melihat film yang berdasarkan buku, saya berusaha melepaskan diri dari bukunya. Saya tidak ingin membandingkan secara sengaja. Kalau pun kadang saat menontonnya tiba-tiba ingat bukunya, itu terjadi begitu saja. Kenapa saya tidak ingin membandingkan? Karena bagi saya, buku dan film adalah produk yang berbeda. Kalau kemudian hasilnya beda ya harus maklum. Buku sepenuhnya kuasa sang penulis, film lebih ribet karena menjadi sebuah proyek gotong-royong antara sutradara, penulis skenario, penata artistik, belum lagi campur tangan pemodalnya yang tentu akan dominan, dan lain sebagainya...dan lain sebagainya. Bahkan kadang si penulis bukunya tidak terlibat lagi ketika sebuah buku beralih rupa ke dalam film. Selain itu, saya pikir ada aspek-aspek teknis lain yang musti dipenuhi dalam mewujudkan sebuah film dan tidak ada dalam produksi sebuah buku. Selain juga ada resep-resep berbeda dari sisi marketing. Salah satu yang paling gampang menurut saya adalah di film harus ada romance. Apalagi kalau target penontonnya remaja. Duh, resep Hollywood wajib dimasukkan: romance !

Nah, dengan semangat itu, saya mencoba untuk membersihkan pikiran dari banyak prasangka sebelum nonton The Nekad Traveler. 

Tetapi, tak urung, sempat juga terpikir beberapa hal, apa yang akan muncul dalam film The Nekad Traveler ya? Karena setahu saya, di bukunya, Trinity ini nggak  keliatan ada romantis-romantisnya. Semua tentang bagaimana dia mengeksplorasi sebuah destinasi dengan segala kisah di dalamnya dan serunya cara mencapai ke sana, Nyaris tak pernah menyentuh remeh temeh soal cinta di bukunya. Dia juga pernah bilang suka ngilu baca novel romantis. Bahkan, buku keroyokan kami TraveLove, semua bicara cinta lawan jenis, dia sukses nyuri perhatian ambil betapa cintanya dia pada sang ayah. Nah, lho! Jadi mau bicara cinta seperti apa di filmnya? Itu kalau bicara cinta ya...

Saya juga membayangkan, menjadikan buku The Naked Traveler  ke dalam film adalah suatu kerja keras dari awal. Karena The Naked Traveler itu plotnya pendek-pendek. Mau dijadikan cerita panjang dibutuhkan rekonstruksi dari awal. Membangun benang merah yang tentu tidak bisa dibikin-bikin karena bukunya berdasarkan kisah nyata perjalanan penulisnya. Belum lagi destinasi di bukunya Trinity itu seabrek dan jauh-jauh. Nggak tekor tuh produser kalau bener-bener merealisasikan? at least 30 persen destinasi di buku aja udah berat. Jadi filmnya akan seperti apa?

Karena capek mikir, saya memutuskan untuk duduk manis di bioskop dan tidak perlu rewel banyak tanya. Lalu jeng-jengggg.... wajah ayu Maudy Ayunda tiba-tiba memenuhi layar bioskop. Memperkenalkan dirinya. Ayuneeee...rek !! Lalu mengalir dengan gambaran aktivitasnya sebagai mbak-mbak kantoran dengan pilihan-pilihan sulit antara memilih pekerjaan kantor atau jalan-jalan. Mbak-mbak yang suka dadakan memanfaatkan waktu liburnya yang sempit sebaik-baiknya demi libido travelingnya. Lalu tiba-tiba, sudah berada di Lampung. Bertemu seorang newbie traveler dan berkisah tentang beda traveler dan turis. Naik ke anak Krakatau, balik lagi ke Lampung dan bertemu dengan Paul (Hamish Daud)...karakter yang sudah saya tebak akan disisipkan untuk memenuhi "resep Hollywood" tadi. Kepala saya masih "tuing-tuing" muncul tanda tanya.

Perkenalan antara Paul dan Trinity sangat kaya di gambar, tapi miskin di dialog. Agak garing saat Paul tanya Trinity, "Kamu traveler?" dan diiyakan, lalu Paul juga menegaskan "Saya juga traveler". Setahu saya, seorang yang bener-bener suka traveling tidak akan mengklaim dirinya traveler juga.

Tapi dimaafkan gara-gara adegan berikutnya yang dengan spontannya Trinity nanya Paul "Boleh minta nomor kamu nggak?" Hahahaha. Itu dialog biasa tapi sumpah bikin ngakak. Saya nonton ini berasa Trinity sesungguhnya ngejogrok di depan saya. Di kehidupan sesungguhnya, dia itu suka tanpa tedeng aling-aling kalau ngomong. Suka nyeplos. Sampai saya kalau ketemu suka deg-degan. Kali ini bakal ditodong Trinity pertanyaan apa ya? Kira-kira bisa jawab gak ya?

Yang follow Twitter Trinity masih ingat dong gimana kalau dia balas pertanyaan tentang itinerary atau hal-hal teknis terkait traveling: "Googling!" Hahahaha. Itu dia banget!


Sampai di sini, saya melihat Maudy mulai kerasukan Trinity. Tetapi sampai di sini pula, saya belum tahu mau dibawa kemana ini plot. Apakah akan ngubek-ubek cinta-cintaan Trinity-Paul atau bagaimana? Dan sejujurnya, di titik ini, saya belum merasa terhibur. Gambar-gambarnya emang indah sih. Dan berhasil bikin teman di samping saya mulai berbisik "Kayak film dokumenter".

Tapi demi Trinity, saya sabar kok. Kan baru beberapa menit film main. Nggak boleh main prasangka dulu. Dan benar saja, berikutnya harapan saya mulai membumbung. Entah kenapa, penampilan Farhan dan Cut Mini sebagai bapak dan ibunya Trinity yang cuma sekian menit saja itu malah jadi appetizer sesungguhnya. Bukan Hamish bukan pula Maudy. Bahkan Cut Mini tanpa dialog panjang aja sudah bikin geli. Tampangnya, yak ampun...plonga-plongo kalau kata orang Jawa hahaha. Mohon maaf, ini penilaian bukan merujuk pada sosok Ibu-nya Trinity yang diperankan oleh Cut Mini. Tetapi saya mengenal sosok Cut Mini dalam beberapa film memang sudah lucu.



Dan setelah itu, seperti tidak terkontrol, film ini membuat mata saya nggak jadi ngantuk karena ada Ayu Dewi yang berperan sebagai Bu Boss-nya Trinity, serta munculnya dua temen Trinity si Yasmin dan Nina, serta sepupunya yaitu Ezra yang diperankan Babe Cabita. Dari sinilah kemudian plot mulai terlihat bangunannya. Rencananya tiga sahabat dan satu sepupu ini mau backpacking  ke Filipina, selain bagi Trinity sendiri perjalanan tersebut adalah ajang pembuktian diri serta misi merealisasikan bucket list-nya. Tetapi belakangan baru sadar kalau cuti Trinity habis. Dari sinilah kemudian konflik dibangun.

Konflik pertama adalah Trinity vs Bu Boss, konflik kedua Trinity vs Travelmates-nya. Di antara konflik inilah muncul kembali Paul (yang kemudian jadi konflik ketiga). Setidaknya tiga layers itu yang saya tangkap sebagai jalan untuk menyampaikan "pesan" sesungguhnya dari film ini.

Yang pasti, kebanyakan konflik itu diselesaikan dengan cara lucu yang bikin ngakak. Ada bagian saat backpacking  di Filipina kalau dibikin lebih gila lagi, pasti bakal seru. Saya sudah membayangkan road trip ala Film Hangover. 

Hanya di bagian Paul yang menurut saya agak bikin ngantuk. Untungnya, Maudy di bagian itu lagi cantik-cantiknya hehehehe. Impas.

Saya nggak mau cerita apa dan bagaimana konflik diselesaikan. Nanti kebanyakan spoiler. Yang pasti, banyak pertanyaan-pertanyaan saya terjawab. Tentang akan menjadi seperti apa buku The Naked Traveler dialihrupa ke dalam film. Well, jawabannya ini sebenarnya film tentang Trinity. Bukan film tentang buku The Naked Traveler. Bila sudah begitu, tidak perlu dipertanyakan lagi bagaimana membentuk cerita panjang. Karena bagi saya, sosok Trinity itu sendiri adalah kisah seru yang tidak akan habis kalau diceritakan. Dia adalah sosok inspiratif, lebih dari cukup untuk diambil kisahnya jadi materi sebuah film. Mau dibikin sekuel kedua? Tinggal ambil pas dia ambil S2 atau keliling dunia. Mau diambil sekuel ketiga? Tinggal nunggu dia menemukan pasangan jiwa dan menikah...eh...nganuh...

Sekadar poin-poin yang gatel banget ingin saya bagi juga:

1. Maudy aura cantiknya keluar banget. Dia sudah berusaha cukup keras untuk mendalami karakter Trinity dan patut diapresiasi. Dalam beberapa scene dia berhasil bikin saya sontak mikir "Ini Trinity banget!"

2. Hamish Daud, penting nggak penting. Tapi untuk pertimbangan tertentu saya tidak mempersoalkan kehadirannya. Secara akting so..so aja sih karena karakter yang dimainkannya kan emang adem tanpa emosi. Secara "kehadiran", iya...pasti dia bikin cewek-cewek muda berbondong-bondong ke bioskop dan jejeritan "Babaaaang...Babaaang." Dan menurut saya, itu bukan kontribusi yang kecil bagi kesuksesan film ini secara jumlah penonton nantinya.

3. Ayu Dewi dan Babe Cabita stealing the show. Karakter asli keduanya emang udah seru. Asal dikasih dialog-dialog yang pas aja, sudah...keluar gilanya !

4. Gambar-gambarnya memanjakan mata. Khususnya Ramang-ramang Makassar dan Karst Maros. Sukses bikin ngiler.

5. Dan terima kasih yang sebesar-besarnya telah memasukkan "Satu Bintang di Langit Kelam"-nya Rida Sita Dewi yang dinyanyikan ulang Maudy sebagai soundtrack film ini. Sungguh ini membayar beberapa komplain saya di awal tulisan tadi. Hehehehe.

Selepas nonton Gala Premiere, pukul 02.04 WIB saya sudah dijapri Trinity di Whatsapp  dengan dua pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini pula yang saya sebar ke teman saya lainnya yang ikutan saya nonton Gala Premiere. Inilah jawaban-jawab kami:

Pertanyaan Trinity: 

- Satu kata yang menggambarkan film The Nekad Traveler menurut kamu?
- What do you take from The Nekad Traveler ?

Saya: 
  • Fun
  • Sejak masih muda, kamu tahu benar siapa dirimu dan apa maumu. Visioner. Dan pesan ini penting bagi anak muda sekarang. Mungkin itulah real passion. Bukan melakukan sesuatu karena ikut-ikutan teman, atau ikut-ikutan tren.
Wida (wartawan, belum pernah baca buku TNT atau mengenal Trinity):
  • Inspiratif
  • Menginspirasiku untuk melihat indahnya Indonesia dengan keberagamannya.
Inoel (wartawan, belum pernah baca buku TNT atau mengenal Trinity):
  • Menghibur...hahahaha (lebih dari satu kata ya?)
  • Kalau soal travelingnya, aku kurang ngerti. Tetapi aku lebih melihat pesan-pesan soal friendship dengan segala ego yang menyertainya. Gitu aja sih.
Joko (hobi baca buku, sudah baca TNT, giat di aktivitas literasi):
  • Amazing
  • Bikin semangat kerja untuk dolan.
Yona (Mbak-mbak kantoran yang hobi traveling. Sudah baca buku TNT):
  • Dunia itu indah (lho kok korupsi dua kata).
  • Pesan film ini, jangan cuma di rumah saja.
Yoga (pelajar SMA, sudah baca buku TNT):
  • Awesome
  • Mumpung masih muda rugi kalau nggak traveling.
Aji (travel blogger, sudah mengenal sepak terjang Trinity):
  • Kentang !!
  • Nanggung. Apalagi buat yang sudah baca bukunya sampai akhir. Harus ada sekuelnya sih. Kemasannya bagus. Beberapa adegan lucunya juga asik, gak garing. Anyway, tolong tanyain ke Trinity, itu mantan bosnya kalau lihat filmnya gimana? aku yakin pasti kesel banget lihat dirinya diperanin Ayu Dewi hahahaha.
Begitulah. Meskipun banyak spoiler-nya, tetapi saya yakin yang selama ini udah baca buku TNT masih akan penasaran dan berlanjut nonton keseruan filmnya. Btw, semoga saya sudah terlihat cukup fair dalam memberikan review. Tetapi seperti yang pernah dikatakan Trinity "You can't please everyone."  Yess, setuju...semua kembali ke masing-masing (selera) penonton. Apapun, saya sudah bangga dengan pencapaianmu, Mbakyu !

Salam,

Ariy and the gank