Saturday, April 20, 2013

Seni Solo Traveling

Be a loner. That gives you time to wonder, to search for the truth. 
Have holy curiosity. Make your life worth living.

~ Albert Einstein ~

Banyak yang menanyakan, apa sih enaknya jalan-jalan sendiri? seninya di mana sih? Pertanyaan yang gampang-gampang susah untuk dijawab. Kenapa ? karena ini masuk dalam wilayah selera, subyektif, dan lain sebagainya yang sifatnya mungkin akan berbeda antara satu orang dengan orang yang lain.

Saya akan membukanya dengan : saya orang yang introvert. Beberapa menyebut saya orang yang kaku dalam bergaul.  Beberapa yang lainnya menyebut saya antisosial. Entah apakah hal ini ada kaitannya dengan kenapa saya sering traveling sendirian atau tidak, beberapa orang menyebutnya ada kaitannya. 

Saya memang susah untuk terbuka dengan orang yang tidak saya kenal dengan baik. Saya lebih memilih diam saat masuk di lingkungan baru. Orang Jawa bilang, saya adalah orang yang tipikal kayak gong. Kalau nggak dipukul nggak bunyi :). Apakah begitu? Hmm, kalau mau jujur sih, sebenarnya saya bisa menjadi orang yang sangat cerewet bila cocok dengan lingkungan tertentu. Tetapi, saya akan menarik diri sekuat-kuatnya ketika berada di lingkungan orang-orang yang membuat saya tidak merasa nyaman. Kepaksanya berada di lingkungan tersebut, saya akan diam. Saya bukan tipikal yang mau repot untuk berbasa-basi berlebihan. Banyak temen saya yang bete bila mengajak saya masuk ke lingkungan baru milik mereka. Maksud mereka baik, pengen saya juga berakrab-akrab dengan teman mereka. Tetapi sayangnya saya ogah memaksakan diri. Kalau sudah begitu, saya sering ditinggal temen-temen saya. Saya juga tidak marah. Karena saya juga memiliki waktu sendiri dengan mereka nantinya. Selebihnya saya orang yang sangat mandiri, saya menikmati kebebasan, merasa bahagia saat menjadi totally independent.

Saya sudah menemukan kata kuncinya: MANDIRI. Sekarang saya tarik ke traveling. Mandiri juga menjadi prinsip saya dalam traveling. Saya tidak menolak untuk traveling bareng-bareng, karena dalam beberapa kali traveling bareng, saya juga merasa enjoy-enjoy saja.  Tapi biasanya, kalau traveling bareng, maka saya memilih dengan siapa saya harus traveling bareng :). Sejujurnya kalau disuruh milih, ya saya lebih suka traveling sendiri. Saya riset sendiri, saya mikirin budget sendiri, saya menikmati perjalanan ke mana dan di mana saya harus berada.

Saya pernah mengalami di mana saya dan seorang teman berencana untuk traveling bareng. Di-last minute, dia menghilang, membatalkan sepihak. Padahal demi bisa traveling bareng, saya sudah memundurkan jadwal karena jadwal awal bentrok dengan kerjaan dia. Lain waktu, saya dituduh nyelintut duit akibat ribetnya itung-itungan duit karena pas traveling saling meminjam. Kalau saya benar-benar nyelintut duit, silakan aja dimaki-maki. Kalau kagak nyelintut tapi dituduh nyelintut, wah...murka saya,

Intinya sih saya tidak mau ribet dengan drama-drama tak penting. Yang justru bergeser dari tujuan awal untuk traveling bareng, yaitu dapetin fun. Sekali lagi, saya tidak anti traveling bareng, tapi saya memang sangat pemilih dengan siapa saya bisa traveling bareng. Sebut sombong, tapi saya tidak mau menggadaikan kenyamanan diri hanya karena takut disebut sombong :). 

Lalu apa nikmatnya jalan sendirian? Saat saya sendiri, saya membuka banyak peluang untuk ketemu dengan orang baru, traveler atau siapapun. Dan biasanya banyak hal baru yang menyenangkan, nambah saudara dan nambah teman, nambah cerita :). Ini tentu lain bila kita traveling bareng, kemungkinan untuk mencari teman baru agak terpinggirkan, karena toh kita sudah ada teman dan biasanya memang sudah sibuk dengan teman kita sendiri. Betul?

Saat solo traveling, saya juga sangat menikmati menjadi diri saya seutuhnya. Gak ada gengsi, gak ada sungkan, gak ada jaim. Rasa bebas merdeka dan independen ini sangat-sangat saya nikmati. Ada teman saya yang tidak bisa naik bus karena alasan tertentu (dan saya tidak menyalahkan dia), padahal mungkin saya ingin mengambil opsi bus misalnya. Atau ada teman yang sangat pemilih dalam hal makan (bukan soal halal haram tapi lebih ke selera), nah ini akan menjadi penghalang bagi saya untuk mencoba makanan baru bila saya traveling dengan dia.Tapi beberapa teman bilang, kalau sendirian gak seru. Gak ada teman buat motretin. Nah, saya tak sungkan minta bantuan orang asing untuk motretin, sekali lagi malah dapat kenalan. Atau paling apes, kita bisa beli tripod kecil yang murah kok harganya. Atau lebih apes lagi, letakin aja di tembok atau benda tertentu setel kamera buat self-portrait.

                                                          www.eatthedamncake.com


Saya tipikal orang yang menikmati kesendirian. Lebih tepatnya loner, yang menurut saya jauh berbeda dengan lonely. Karena loner adalah pilihan dan orangnya menikmati menjadi - loner. Tapi apalah arti istilah. :). Gak penting dibahas lanjut huehehe.

Tulisan ini menjawab banyak pertanyaan, bahkan beberapa di antaranya untuk kepentingan studi (serius), tentang apa sih enaknya solo traveling. Sekali lagi ini sangat selera, sangat subjektif, dan sangat rentan buat didebat. Tapi setidaknya Anda melihat apa yang ada di benak saya tentang kenapa saya sering melakukan solo traveling.

Yes...I'm a weirdo :)

Regards,

A

Monday, April 8, 2013

10 Things I Love about Thailand

Hey, Journer...
Berbicara tentang suatu tujuan wisata, pasti ada baik dan buruknya. Inilah beberapa hal tentang Thailand dalam kacamata subyektif saya. Saya yakin, nanti Anda juga akan memiliki daftar versi Anda sendiri. Harapan saya, dengan membaca daftar "Love" versi saya, Anda akan semakin bersemangat untuk jalan-jalan ke Thailand. Postingan ini saya sarikan dari buku saya "Rp 1 Jutaan Keliling Thailand dalam 10 Hari".


  • Kekayaan budaya dan keindahan temple-temple-nya.
  • Cara pandang sebagian besar masyarakat dalam mengelola pariwisata. Awesome ! Mereka seperti sebuah gerbong kereta panjang bernama "pariwisata" yang terus bergerak maju. Konsistensi dan kontinuitas inilah yang membuat pariwisata mereka maju.
  • Transportasi bagi wisatawan yang memenuhi aspek aksesibilitas.
  • Suvenir-suvenir murah.
  • Akomodasi murah.
  • Es herbal di beberapa traditional market yang sueeegaaarrr.
  • Cara pandang masyarakat yang menghargai perbedaan, termasuk adanya "gender ketiga".
  • Kao Soi, mie kari ayam yang membuat saya jatuh hati pada pandangan pertama saat menikmatinya di Chiang Mai pada tahun 2009.
  • Lumphini Park, tempat saya suatu hari bisa tidur siang selama dua jam di pinggir danau, di bawah rindangnya pohon dengan rasa aman dan nyaman.
  • Buah-buah potong segar aneka jenis di hampir semua sudut kota bak oasis di gurun panas.
Sebenarnya masih banyak hal yang saya suka dari Thailand. Tetapi itulah yang paling menonjol. Kalau ditambah daftarnya, saya suka dengan adanya bus kota gratis (tidak semua), saya suka MRT-nya (Indonesia tetap selalu tertinggal), saya suka sky trainnya (Indonesia kapan?), terus saya suka dengan rendahnya mata uang mereka...dudududu. Tapi sempat mengalami ilusi mata uang juga. Kalau di sana berasa pengen ngirit saja. Tapi setelah sampai Indonesia nyesel, kenapa gak dibeli. Karena 1 Baht itu kurang lebih hanya Rp 300 saja. Pernah suatu kali ingin kasih oleh-oleh adek saya, sebuah bola kaca yang isinya ada gajahnya di MBK Mall. Harganya 100 Baht. Udah berpikir kenceng, ambil tidak ambil tidak. Dalam pikiran saya, 100 Baht itu mahal, karena kamar saya saja di Khaosan Rd, semalem cuma 125 Baht.  Akhirnya gak diambil. Giliran sampai rumah, nyesel...yaaah...100 Baht kan cuma Rp 30.000 : (. Di mana lagi bisa beli bola kaca sebagus itu huhuhuh. 
Dan banyak lainnya...etc...etc. Giliran Anda menemukan apa yang Anda suka dari Thailand. 

have a nice trip :)

A