Wednesday, September 28, 2011

Best travelmate

Saya menikmati traveling sendirian karena saya bisa melakukan apapun semau saya. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain, bertemu dengan orang yang saya mau, men-skip destinasi, makan semau saya, marah semau saya, ngakak semau saya, dan lain sebagainya. Solo traveling adalah saat di mana saya benar-benar menjadi diri saya sendiri, nyaris tanpa tekanan.

Tetapi, dalam beberapa hal, saya menemukan saat-saat terlemah saya, saya menemukan situasi di mana saya butuh seseorang, bahkan untuk hal sepele, seperti misalnya berbagi cerita saat saya teronggok sendirian di peron stasiun.

Happiness only real when shared. 

Dalam perjalanan-perjalanan yang saya lakukan, beberapa kali saya traveling dengan travelmate. Beragam karakter, beragam situasi, beragam permasalahan. Ada traveler Jakarta yang baru pertama kali ketemu di Kuala Lumpur dan saya belum kenal dia sebelumnya. Ada traveler Kanada yang baru saya kenal saat ketemu dia di Penang. Ada traveler Amerika Serikat, Belgia, Brazil, Inggris, dan semuanya tidak benar-benar saya kenal.

Ada yang brengsek dan membuat saya berantem dengan dia di perjalanan, ditutup dengan permintaan maaf dari dia. Ada yang ngajak mabok di pantai, dan saat saya tolak dia mengerti juga. Ada yang lebih suka berdiskusi serius tentang bagaimana kehidupan seorang muslim, hingga masuk ke ranah persoalan pribadi. Ada yang menyebut saya tukang selintut duit (entah untuk alasan apa yang sampai sekarang saya tidak mengerti). Ada yang menjadikan saya sebagai tukang foto dan porter pengangkat koper hahaha. Beraneka !!

Jadi, bahkan di luar perjalanan saya itu sendiri, saya disibukkan dengan petualangan psikologis, profiling orang, memahami karakter orang. Menjadi bertambah sabar (atau sebaliknya). Dan itu semua menarik, karena ada tarik ulur perasaan yang membawa kita kepada situasi di mana egoisme kita bisa hancur lebur dalam hitungan detik.

Saya orangnya penyabar. Saya tidak suka berkonfrontasi. Saya akan meninggalkan apa yang bukan menjadi urusan saya. Saat disebut tukang selintut pun (dan ditulis di blog - yg kemudian di delete my ex travelmate) saya pun tidak melakukan pembalasan. 

An eye for an eye and the whole world blind. Saya tidak mau buta saat dunia sedang indah-indahnya.

Best travelmate saya adalah "My Green Apple Mp3" produk jadul seharga Rp 175.000 yang saya beli di sebuah pameran komputer di Solo beberapa tahun lalu. Playlist saya pun jadul, karena saya tidak tahu cara menambah lagu di sana, mengingat driver-nya ilang. Beberapa lagu di dalamnya yang sering saya putar adalah Love Will Keep Us Alive-nya Eagles, Home-nya Michael Buble dan Blake Shelton, serta Can't Cry Hard Enough-nya Williams Brothers. My Green Apple adalah teman setia. Tidak protes saat duit habis, tidak ngomel saat capek berjalan jauh. Paling hanya ngambek saat baterai-nya habis dan minta di-charge.
Tidak semua travelmate saya orangnya ribet. Beberapa adalah orang yang pantas saya beri ucapan terima kasih dan membuat saya berpikir untuk menjadikan mereka travelmate saya di next journey. Saya menemukan nama-nama seperti Manda dan Salwa, dua cewek dari IPB, Bandung yang sangat tangguh dan tidak pernah mengeluh saat kami traveling ke Sempu. Saya juga menemukan Hamka dan Fachry, dua mahasiswa Malang yang asyik jadi teman jalan. Saya menemukan Vivian dari Switzerland, yang membuat traveling kami di Solo sekitarnya menjadi ajang pelajaran bahasa Inggris yang menyenangkan. Saya menemukan Monika dari Jerman yang selalu senyum menikmati apapun itu yang ditemui, baik menyenangkan atau tidak menyenangkan. Saya menemukan Sven, traveler sejati yang nyaris dalam empat tahun terakhir ini selalu mampir Solo setiap tahunnya, dan menyebut saya "brother from another mother".

Saya menemukan Pop, traveler, travel writer, famous singer di Thailand, dengan segala atribut mewahnya namun rela berbecek-becek dan jalan jauh menjelajah Thailand bersama saya. Travelmate terakhir saya sebelum tulisan ini dibuat, adalah Ajie dari Bandung. He's 22 years old, tapi tidak bersikap kolokan, mau jalan jauh, ngakak-ngakak saat duit menipis, mood-nya terjaga banget, gak ada marah gak ada ngambek, makan enak ayo makan gak enak juga hajar saja. Kata dia, "Ketika traveling, ada kalanya kita terjebak di suatu daerah dengan budget amat sangat tipis. Menegangkan, tapi rame juga kalau dinikmati."

Itulah cerita saya. Baik buruk travelmate saya telah cukup memberikan kontribusi mewarnai perjalanan saya . I dedicate this article to all my travelmates. You make my life so colourful. Ten Million Thanks !!

regards,
A