Sunday, January 30, 2011

Asyiknya tinggal di dorm hostel-tips nyaman & aman


Sejujurnya saya mengenal hostel juga baru saja setelah saya melakukan perjalanan ke luar negeri pertama saya. Saya pikir waktu itu teman saya salah ngomong, hotel menjadi hostel. Wajar saja, mungkin orang awam juga tidak terlalu mengenal istilah hostel ya.

Kita lebih mengenal hotel, penginapan, losmen, guesthouse, homestay, dan lain sebagainya. Hostel dalam terjemahan bebas saya adalah sama dengan penginapanlah. Namun lebih ramah di kantong, karena harga kamarnya biasanya murah juga. Hostel ada yang memiliki kamar private layaknya hotel, serta kamar bersama yang biasa disebut dorm. Kalau private room tidak perlu dijelaskan ya, karena sama dengan kamar hotel. Tetapi kamar dorm mungkin bagi banyak dari kita yang belum mengenalnya. Ini adalah satu kamar besar yang memiliki beberapa tempat tidur (biasanya tempat tidur tingkat). Nah, dalam satu kamar kita bisa tinggal dengan tamu lainnya. Terus berapa orang dalam satu kamar tuh?

Well, saya pernah tinggal di dorm yang dihuni empat orang, hingga dorm yang dihuni 22 orang dan tempat tidurnya terisi semua. Hah? iya serius. And it was more than fun ;)

Awalnya mencoba dorm, saya agak sedikit resah. Bagaimana ya nanti tidur dengan orang lain dalam satu kamar? bagaimana kalau saya ngorok dan teman saya terganggu ? atau sebaliknya bagaimana jika teman saya mengganggu istirahat saya? bagaimana kalau ada yang serem? apakah nanti barang-barang saya aman? dan lain sebagainya dan lain sebagainya. Tetapi setelah mencoba, dan merasa nikmatnya dan murahnya, maka saya kemudian malah nyandu hahahaa.

Jadi harga dorm ini sangat murah. Di Singapore misalnya, saya mendapatkan harga 19 SGD sekitar Rp 133.000 per malam. Ini termasuk sangat murah lho, karena rata-rata kamar murah di sana bisa 25 SGD atau Rp 175.000 per malam ke atas untuk private room di hostel, sementara kalau kamar hotel semalam minimal sekitar 80 SGD atau sekitar Rp 560.000/malam. Tuh kan, apa saya bilang? murah kan? dan yang hebatnya lagi, saya boleh menawar lho. Waktu itu di Singapore, mereka awalnya pasang harga 22 SGD, sampai kemudian saya tawar jatuhnya 19 SGD. Dan yang menyenangkan lagi, saya mendapatkan gratis semalam, karena saya tinggal 4 malam di sana. Jadi hanya bayar 3 malam saja. :)

Meski kamar saya di Singapore untuk 22 orang, tetapi sangat nyaman menurut saya. Kasurnya bersih, bantalnya bersih, selimut, dan AC-nya dingin mampus :). Kamar mandinya shower dan lumayan kenceng lho, serta bersih tentunya. Selain itu, saya dapat breakfast gratis setiap pagi, roti, ada toaster juga, selai strawberry, mentega, dan yang penting tidak dibatasi berapa jumlahnya dan bisa ambil sendiri. Kadang saya bikin dua, satunya buat bekal jalan-jalan. Belum lagi internet gratis dan TV kabel, serta ada wifi.

Di Malaysia, harga kamar hostel yang dorm rata-rata 30 RM atau sekitar Rp 85.000. Ini misalnya di kawasan Bukit Bintang. Kamarnya memang tidak besar. Tapi kalau cuma untuk tidur dari petualangan kita ya sudah cukup bagus. Dapat breakfast juga, serta ada internet, top roof buat bersantai, dan lain sebagainya :).

Di Thailand, saya bisa mendapatkan kamar dorm mulai 100 Baht atau sekitar Rp 28.000 di kawasan Khao San Road. Gila, murah mampus kan? meski fasilitasnya lebih minim, tetapi saya selalu berprinsip, kita traveling kan bukan untuk pindah tidur. Kalau pun fasilitas pas-pasan juga gak papa. Yang penting bisa tidur pules.

Di China, saya mendapatkan kamar dorm untuk empat orang. Awalnya saya ambil private room, tapi di kota lain saya kemudian memilih dorm, selain hemat juga asyik bisa bergabung dengan traveler lain. Saya bisa dapat kamar dorm mulai 30 CNY atau sekitar Rp 40.000-an. Bahkan ada lho yang dorm yang cuma Rp 10.000 semalem. Haaah?? serius.

Kenapa saya suka dorm dan hostel:
1. Murah. Adalah alasan utama saya. Sebagai orang yang selalu traveling on budget, harga murah adalah prinsip utama.

2. Dapat teman traveler dari berbagai belahan dunia. It was fuuuuuuuun...so good!! Utamanya kalau Anda mengambil kamar dorm yang tidak terlalu besar, misalnya untuk empat atau enam orang dalam satu kamar, maka akan ada interaksi yang lebih intim dengan penghuni lain. Ini saya rasakan di China. Saya pernah satu kamar dengan Robin, cewek 23 tahun dari Amerika Serikat, satu cewek dari Jepang, serta satu cowok dari China. Di lain kota, saya juga satu kamar dengan traveler lain. Sebelum tidur, biasanya kami ngobrol, saling tukar pengalaman, cerita-cerita soal budaya masing-masing negara, tukar makanan, dan lain sebagainya. Dan bukan tidak mungkin kita juga bisa traveling bareng di negara itu. Di Singapore, pengalamannya agak berbeda, karena saya berada di kamar untuk 22 orang. Tetapi saya terlibat dengan obrolan asyik dan lama dengan seorang traveler dari Jerman serta dari Singapore.

3. Tinggal di hostel sangat nyaman, so homy !! seperti tinggal di rumah dengan keluarga besar. Saya merasakan sekali saat berada di Singapore, di mana saya tinggal dalam waktu lima hari. Mulai terjalin komunikasi bagus dengan para stafnya, dengan orang -orang yang tinggal di sana, dan pada akhirnya pas mau pulang merasa ada yang tertinggal....hmmm...

Meskipun begitu, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan bila tinggal di dorm:

1. Kita harus siap dan menyadari bahwa kita akan berbagi kamar dengan orang lain. Tidak cuma satu, mungkin belasan bahkan puluhan. Jangan komplain kalau ada yang ngorok atau memiliki kebiasan tertentu yang mungkin mengganggu, misalnya jorok. Ini penting, karena bila tidak, anda akan terkaget-kaget. Apalagi jika anda adalah orang yang manja. Di Singapore, ada seorang traveler muda dari Jepang yang pada tengah malam memaki-maki seorang traveler bule gara-gara si bule ngoroknya kenceng banget. Si Jepang yang tidur satu bed dengan saya, dia di kasur bawah dan saya di atas, bukan orang yang tepat untuk tinggal di hostel dorm. Dia seharusnya menyadari, you got what you paid. Dia seharusnya lebih tepat tinggal di hotel dengan privasi. Saya kasihan dengan traveler bule itu, karena malam itu juga dia check out setelah berantem dengan si Jepang.

2. Jangan egois. Misalnya menggunakan kamar mandi, atau penggunaan lampu. Mayoritas biasanya lampu kamar dipadamkan. Beberapa hostel memiliki lampu baca di sisi kasurnya. Namun ada juga yang tidak. Nah, bila tidak ada lampu baca, sementara anda ingin membaca, ya anda harus mengalah, misalnya pergi ke lobby saja untuk membaca dulu.

3. Jangan pelit. Bila kita memiliki makanan, kita bisa tawarkan ke orang yang dekat dengan kita di kamar itu. Mendapat teman baru akan sangat menyenangkan.

4. Jangan menutup diri. Coba sering membuka percakapan dengan beberapa tamu lain. Siapa tahu mendapatkan teman untuk bisa diajak traveling bareng di negara itu. Pasti menyenangkan.

5. Jaga benar barang-barang bawaan Anda. Memang setiap tamu biasanya akan mendapatkan loker dan kuncinya. Tetapi kadang bila kita membawa backpack, biasanya tidak bisa masuk ke loker dan hanya ditaruh di kasur. Nah, pastikan barang-barang berharga sudah Anda pindah dari backpack ke loker, dan jangan meninggalkan kunci tergantung di loker. Bila masih merasa tidak aman, titipkan barang berharga di pengelola hostel. Biasanya mereka memiliki safety box.

6. Jangan tinggalkan paspor di hostel. Bawa kemana pun Anda pergi.

7. Satu lagi yang paling penting, bila Anda masuk kamar dorm yang buat cewek dan cowok, jaga benar-benar sikap Anda. Jangan sampai kena pasal sexual harrasment yaaaa :)

Menyenangkan bukan? makannya, jangan ragu untuk tinggal di hostel. Bagi cewek, tersedia kok dorm khusus cewek. Selain juga ada yang untuk campuran cowok cewek, atau hanya cowok saja. Oya, saya sempat mendapatkan pertanyaan, mungkinkah ada tempat ibadah di dorm bagi yang beragama Islam? Sejauh ini saya belum melihat dorm yang memiliki fasilitas itu. Hanya di China saya mendapatkan kamar dorm luas dan ada space untuk sholat. Biasanya memang kamarnya tidak terlalu lebar. Saran saya, cari hostel di dekat mesjid. Di Singapore banyak kok mesjid, apalagi di Malaysia. Bahkan di Bangkok, Anda bisa mendapatkan mesjid besar di kawasan backpacker Khao San Road. Di mesjid menjadi pilihan karena tentu saja memang tempat sembahyang dan kebersihannya terjaga.

Untuk booking kamar, paling mudah melalui www.hostelworld.com atau www.hostelbookers.com. Menggunakan kartu kredit dan kena charge untuk uang muka. Tetapi bila ingin yang tidak pakai uang muka dan kartu kredit, langsung saja ke situs resmi hostel yang bersangkutan, biasanya ada fasilitas untuk booking. Bila tidak, biasanya mereka memberikan alamat email yang bisa dihubungi. Kelemahan booking langsung ke situs resmi adalah, kadang nunggu konfirmasi atau email balasan lamaaaa banget. Bahkan bukan tidak mungkin kita tidak akan mendapatkan balasan.

Bila sudah tahu gimana rasanya menginap di dorm, maka bukan tidak mungkin Anda akan selalu melakukannya dalam traveling. Murah, nyaman & aman. Selamat berlibur !!

regards,

A

Thursday, January 20, 2011

Mari mengenal Jawa


Siapa bilang saya tidak nasionalis?
Hehehehe....langsung deh kalimat ini yang muncul di benak saya saat akan memposting tulisan ini. Yah, sedikit mengganggu saya saat ada yang menyebut buku-buku traveling dan backpacking keluar negeri disebut sebagai salah bentuk tipisnya nasionalisme. Hahahaha...way too much...

Sebenarnya, saya tidak berpikir soal nasionalisme sama sekali saat menulis buku traveling. Bagi saya, traveling ya traveling, nasionalisme adalah soal berbeda. Jangan dicampuradukkan, dan membuat yang sederhana menjadi complicated.
Maka, saya tidak peduli lagi soal mau dilabeli apa dengan tulisan saya. Bagi saya, nikmatilah semuanya secara sederhana, maka akan lebih nikmat. Kalau mau traveling ke China ya hayuuuk berangkat aja, kalau mau traveling ke Thailand hayuuuk hajar sajaaa....nah, kalau kemudian karena lagi pengen jalan-jalan di dalam negeri saja...ya hayuuuk aja, ini nggak kalah nikmatnya.

Saat ini, saya lagi deg-degan menunggu buku ketiga saya lahir. Tinggal masuk cetak saja. Dan buku ketiga ini nanti adalah buku tentang bagaimana nikmatnya menyatu dengan Jawa, yang direpresentasikan dengan dua kota, Jogja dan Solo. Setiap akan kelahiran buku baru, saya pasti akan selalu deg-degan. Tetapi buku ketiga ini lebih istimewa, karena saya menulis tentang kota kelahiran saya, yaitu Solo, serta kota yang membuat saya jatuh cinta (meski bukan pada pandangan pertama) yaitu Jogja.

Saya masih ingat sekali jalan-jalan saya dengan Aie dan Sha di Borobudur, yang merupakan kunjungan kedua saya. Dan saya kembali terkagum-kagum dengan kemegahan Borobudur ini, dan berpikir bagaimana pada jaman itu orang bisa membuat monumen semegah ini dan bisa bertahan melewati jaman? How come?

Atau saya harus menangis-menangis saat harus mencicipi Oseng-oseng Mercon yang pedasnya setengah mampus di salah satu sudut Jogja. Saya juga baru menyadari, bahwa ternyata kota saya, Solo, memiliki keragaman kuliner yang luar biasa. Selama ini saya hanya sekadar makan dan makan saja, tanpa terpikir bahwa "Oh...ternyata kalo dihitung-hitung, Solo kaya ya akan masakan tradisional lezat."

Jogja dan Solo seperti sudah melekat dalam sebagian besar hidup saya. Tetapi menulis buku ini, saya baru sadar, Jogja dan Solo ternyata memiliki potensi luar biasa di bidang pariwisata, jauh dari apa yang saya bayangkan sebelumnya.

Merangkumnya untuk Anda menjadi kehormatan bagi saya. Dengan kerendahan hati, buku ketiga saya Travelicious Jogja & Solo; Jalan Hemat, Jajan Nikmat akan segera hadir untuk Anda pecinta traveling.

regards,

A

Saturday, January 8, 2011

Orkestra Ludah di Stasiun Kereta


China, Februari 2010.

Memasuki Kota Guangzhou sebagai pintu pertama saya menuju China, saya tidak melihat sesuatu yang mencolok, khususnya dalam hal perbedaan kultur. Ini kota besar, dengan gedung-gedung pencakar langit, jembatan besar, bangunan megah, sistem transportasi cukup rapi, jalan-jalan yang lebarnya nggak ketulungan. Nggak ada keluhan soal Guangzhou, dan saya juga tidak terlalu menemukan banyak perbedaan, benturan kultur yang bisa menjadi oleh-oleh cerita saya.
Lalu berangkatlah saya menuju ke Nanning, kota kedua yang berada di Provinsi Guangxi. Saya naik kereta, kelas hard seat alias paling murah. Dan, hmmm...dan saya benar-benar menemukan suasana "hard" sebenar-benarnya hahaha...padahal seat-nya empuk lho.
Ini benar-benar padat. Sebagai gambaran, saat saya melakukan perjalanan itu, bertepatan dengan Chinese New Year. Silakan membayangkan suasana layaknya Lebaran di sebuah negara yang memiliki jumlah penduduk 1,3 miliar jiwa. BBC menyebut, periode semacam ini adalah periode pergerakan jumlah manusia terbesar di bumi, di mana satu kali pergerakan terdapat 2 juta orang menggunakan transportasi darat. Dan tahun 2010, saya menjadi satu orang yang terlibat dalam "migrasi" besar-besaran itu.
Semuanya membawa semangat: pulang kampung, berkumpul bersama keluarga, menggelar makan malam mewah dan berdoa semoga semua berbahagia !!. Woww, saya harus bersaing dengan semangat itu untuk mendapatkan sedikit kenyamanan. Bagusnya, saya dapat satu kursi di kereta, di saat yang lain berdiri, atau meringkuk di kaki saya. :)
Lalu duduklah pemuda ini. Pemuda kurus, bermodel rambut kalau jaman dulu kita sering menyebut "mandarin kocak" hahaha. Dulu potongan model begini terkenal sekali. Belah tengah, depan agak panjang, dengan bagian belakang pendek. Tidak ada yang salah dengan pemuda ini, kecuali....dia meludah mungkin bisa lima menit sekali.

"Cuuuuh..." lalu, kakinya yang dibalut sepatu dengan lincah bergerak ke kanan dan kekiri seperti mematikan putung rokok.

Beberapa menit kemudian, setelah sesaat kereta berangkat, saya mulai sibuk menghitung berapa kali dia meludah. Hebatnya, posisi tempat duduk kami yang berada di ujung dekat toilet ini tergantung larangan "No Spitting"...Ougghh, saya pengin marah saja pada yang bikin larangan itu. Marah, karena kenapa larangan itu ditulis dalam bahasa Inggris? bukannya dengan karakter dan bahasa mandarin, sehingga pemuda sontoloyo ini tidak meludah terus di hadapan saya. Tahu sendiri, banyak orang China yang nggak paham bahasa Inggris, nekat aja kasih tulisan bahasa Inggris.

Saya bahkan berpikir, dia seperti meludah untuk alasan yang tidak jelas. Kalau ada bau busuk okelah, atau sedang pilek okelah. Tapi ini, haduuuuh. Saya berdoa kenceng, bila saya tidak memiliki keberanian menyerangnya, setidaknya kantuk yang harus menyerang dia...dshhhhh!!!

Oalah, ternyata oh ternyata, di tengah sesak kereta gerbong ekonomi kayak gini, bukan hanya pemuda sontoloyo itu saja yang meludah seenaknya. Di samping kanan saya, duduk di tengah lorong kereta, ibu-ibu dengan santainya juga meludah, menutupnya dengan koran, lalu dengan kalemnya duduk di atas koran itu. Hahahahhaa.

Pada perkembangannya, saya menemukan fakta, bahwa memang itu kultur mereka. Suka meludah. Entah untuk alasan apa. Saya menemukan kampanye besar-besaran di Kota Chengdu, Provinsi Sichuan, melarang meludah sembarangan. Kampanye ini dilakukan pemerintah daerah setempat dengan memasang neon box, papan reklame, dan lain sebagainya. Intinya memberikan edukasi kepada masyarakatnya untuk tidak meludah sembarangan karena berpotensi menyebarkan penyakit.

Lalu suatu malam, saya harus terjebak di Stasiun Kereta Api Kunming, Kota Kunming, Provinsi Yunnan. Saya baru saja tiba dengan bus malam dari Kota Tua Dali. Di Kunming, saya berusaha menelpon hostel yang pernah saya inapi. Namun, saya tidak mendapatkan kamar. Lalu saya mencari kamar di hotel di sekitar stasiun, karena saya berasumsi mungkin akan lebih mudah mendapatkannya. Tidak ada kamar. Dan nasib saya ternyata sama dengan ratusan calon penumpang kereta api yang akan menunggu kereta atau baru tiba. Tidak ada kamar sama sekali.

Cuaca dingin menusuk tulang. Malam itu suhu bahkan di bawah 10 derajat Celcius, dan saya teronggok di depan stasiun bersama ratusan penumpang. Tidur beralaskan kardus dan beberapa lembar koran. Berdesak-desakan. Meskipun menggigil, saya mencoba menikmatinya. dan sedang membayangkan suasana arus mudik Lebaran di Tanah Air hehehe Saat itu pun, suara "Caaah...Cuuuh..." kadang masih terdengar. Saya hanya bisa pasrah dengan situasi ini. Bahkan saat seseorang yang duduk tak lebih 1 meter dari saya mengeluarkan suara "Cuuuh..." saya pun hanya bisa pasrah. Yeaap, ludah itu gak sampai sepelemparan kolor dari saya...melas gak sih hahaha. Dan tidak ada yang menegur, bahkan tidak ada yang memberikan tatapan sinis kepada lelaki itu. Mungkin hanya saya yang melihat ke dia, supaya dia merasa bersalah saja.

Menjelang subuh, ratusan orang ini mulai bergerak, beberapa menghangat badan dengan berdiri jalan-jalan, lari-lari kecil. Beberapa meringkuk saja. Yang lain mengemasi koran atau alas yang mereka pakai. Lalu dimulailah simphoni indah itu.

"Hoeeekkkk...cuuuuuhh !!"
"Hkkkrrrkk....cuuuhhhh !!"
"Cuuuuuuuuh...................!!"
"Hoeeeeeeeeeeekkkkk....cuuuuuuuh !!"

Dan itu hampir dilakukan banyak orang di sana. Bak orkestra, suara mereka berlomba. Saya sudah prasangka buruk saja, habis ini pasti ada lomba siapa yang paling jauh meludah hahahaha. Ya Allah, maafkan mereka yang telah melakukan penistaan kepada lantai bersih di stasiun ini hahahaha...

regards,

A

foto: commons.wikimedia.org

Saturday, January 1, 2011

Shemale Toilet - Saat Waria Mendapatkan Ruangnya


Dulu sebelum saya jalan-jalan di Thailand, saya sudah banyak mendengar tentang banyaknya shemale, ladyboy, alias Waria di Thailand dan stigma yang melekat di diri mereka. Saya pikir, banyak dari kita sudah mendengar cerita-cerita tentang itu.
Seperti yang banyak terjadi di belahan bumi manapun, posisi Waria memang belum sepenuhnya diterima. Nah, bagaimana dengan di Thailand?

Dalam backpacking saya di Thailand, saya sempat mampir di Chiang Mai. Bertemu dengan teman saya yang asli Chiang Mai. Lalu suatu malam, saya diajak mampir ke temannya yang seorang penyanyi terkenal di Thailand. Dia memiliki sebuah restaurant yang cukup bagus, dengan arsitektur bergaya budaya Lanna. Lanna Kingdom adalah kerajaan yang memiliki pengaruh luar biasa dan pernah eksis di Thailand, khususnya wilayah utara.

Saat saya ingin ke toilet, saya kaget juga. Ternyata ada tiga ruangan toilet. Sisi kiri adalah toilet dengan tulisan male di pintu, kemudian female di sebelah kanan, dan di tengah ada pintu bertuliskan shemale. Saya tanya teman saya, apakah itu toilet khusus untuk waria? dia mengiyakan. Dan, mereka menjawab dengan kalem, seolah-olah bukan sesuatu yang aneh.

Baru kemudian saya tahu, bahwa hal semacam ini adalah hal yang biasa di Thailand. Saya memang pernah mendengar soal beberapa public school yang menyediakan toilet khusus bagi siswanya yang memiliki kecenderungan menjadi shemale. Tetapi saya belum pernah menemukannya sendiri.

Beberapa hari kemudian, saya naik bus malam dengan teman saya itu, dari Chiang Mai menuju Bangkok. Nah, di dalam bus doubledecker alias tingkat ini, mereka memiliki staf semacam pramugari yang akan bertugas melayani penumpang selama perjalanan. Nah, yang menjadi staf di bus saya ini adalah seorang perempuan yang anggun, lengkap dengan setelan seragam ala pramugari, dengan rok pendek dan sepatu hak tingginya. Ramah sekali orangnya, itu saya lihat saat saya mengamatinya. Wajahnya tidak cantik, dan mukanya berjerawat. Tetapi dia sangat ramah. Lalu kenapa saya mengamatinya? karena saya menemukan sesuatu. Suara dia ngebassss.....sekaleeeee. Hehehehe.

Bukan, saya bukan mau mengejek atau nyinyir. Saya tidak ada masalah dengan gender yang di Thailand disebut gender ketiga ini. Tetapi cuma bertanya-tanya saja. Saat saya tanyakan ke teman saya, dia menyatakan memang "perempuan" itu adalah shemale.

Lain waktu, saya dan beberapa teman makan siang di sebuah restaurant Jepang di Bangkok. Dan saat di depan kasir, teman saya bertanya ke saya, "Do you think she's pretty?" tanya dia sambil menunjuk ke kasir. Ohhh, tentu. Langsing, rambut sebahu, kulit kuning langsat, cantik. Iya dia cantik. Dan teman saya menimpali, bahwa kasir itu adalah shemale.

Masih di restaurant itu, di tengah kami makan, serombongan gadis-gadis cilik muncul dengan dandanan atraktif. Mereka adalah para shemale. Ouggh, dari banyak orang di restaurant itu, hanya mata saya yang terus jelalatan ke arah mereka. Yang lain, saya amati, tidak terlalu terusik dengan kedatangan mereka. Mereka masih sangat muda, saya bisa perkirakan, mungkin baru seusia SMP.

"Ini adalah efek buruk dari diterimanya secara luas kehadiran shemale di masyarakat. Tidak ada lagi diskusi pertentangan tentang eksistensi mereka. Kami memahami dan menerimanya. Tetapi imbasnya, dalam usia yang relatif sangat muda, mereka sudah berani menunjukkan eksistensinya."

Itu kata teman saya menanggapi keheranan saya. Apa yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini adalah salah satu hal menarik dari sebuah negara. Dalam kasus yang mungkin di Indonesia juga ada, ada perspektif berbeda dari masyarakat lain. Bahwa, kehadiran "gender ketiga" ini bisa diterima sebagai bagian dari masyarakat. Mau dihakimi juga buat apa, toh mereka ada juga.

Nah, bedanya Thailand dan Indonesia adalah, "gender ketiga" ini di Thailand masuk dalam segala aspek pekerjaan di sana, meskipun tak menutup mata bahwa banyak (mungkin sangat banyak) yang lari ke prostitusi. Tetapi persentase penerimaan kepada mereka lebih besar, di banding di Indonesia. Kita mungkin akan sangat jarang melihat waria, dengan identitasnya, masuk ke dunia kerja dan memiliki hak sama dengan laki-laki atau perempuan. Kita akan lebih banyak menemukan mereka di pinggir jalan, menaikkan sedikit ujung rok pendek ketatnya, sembari mengacungkan jempol ke arah sorot mobil yang mendekat di area remang-remang semacam Taman Lawang, sambil berteriak "Capcusss deh" saat mobil yang coba dihentikannya menjauh ;).

regards,

A