Pengalaman melintas perbatasan antarnegara melalui jalur darat bagi saya adalah pengalaman yang rasanya ngeri-ngeri sedap.
Ngeri karena saya selalu waswas akan mendapatkan persoalan, sedap karena memang biasanya di perbatasan antarnegara ini akan muncul pengalaman seru. Lebih seru lagi karena biasanya backpacking dengan melintas suatu negara melalui jalur darat akan banyak temennya dari negara-negara lain.
foto: sanfelipe.com.mx |
Ngeri karena saya selalu waswas akan mendapatkan persoalan, sedap karena memang biasanya di perbatasan antarnegara ini akan muncul pengalaman seru. Lebih seru lagi karena biasanya backpacking dengan melintas suatu negara melalui jalur darat akan banyak temennya dari negara-negara lain.
Berikut beberapa pengalaman saya melintas perbatasan dua negara melalui jalur darat. Semoga pengalaman yang sedikit ini bisa memberikan gambaran bagi Anda yang pengen mencoba keseruan traveling melalui jalur darat (overland). Ini hanya sekadar sharing pengalaman gambaran lintas perbatasan, karena banyak hal yang sudah berubah sekarang ini, termasuk lokasi yang pindah. Anda pasti akan memiliki cerita sendiri bila ingin mencobanya.
- Perbatasan Singapura - Malaysia: melintasi perbatasan Singapura - Malaysia adalah pengalaman pertama saya lintas batas negara. Itu juga saya lakukan saat saya ke luar negeri pertama kali, yaitu di tahun 2009. Waktu itu tidak terlintas ketakutan sama sekali, karena lebih banyak rasa penasaran dan senengnya mengingat baru pertama kali menginjak negeri orang. Saya menggunakan transportasi kereta, yaitu KA Senandung Malam No 12, yaitu dari Stasiun Kereta Api Tanjong Pagar Singapura yang berada di Keppel Road (sejak 1 Juli 2011 berhenti beroperasi dan pindah ke Stasiun Kereta Woodlands) - menuju ke KL Sentral Train Station, Kuala Lumpur. Dengan percaya diri beli tiket kereta secara go show. Harga tiket waktu itu 34 SGD (kurang lebih Rp 230.000,- kurs saat itu), sementara kalau dari Malaysia - Singapura pake kurs ringgit yang jatuhnya cuma seratus ribuan. Di Tanjong Pagar ini ada petugas imigrasi dari Malaysia, serta ada juga petugas imigrasi Singapura. Saat kita akan naik ke gerbong kereta, bawaan kita akan dicek...backpack saya dibuka, dikeluarin semua isinya...duuuh padahal susah packing-nya, lalu dicek satu-satu barang apa yang kita bawa, setelah dirasa beres dan nggak ada yang mencurigakan diserahkan kembali ke kita. Maka akan tampaklah pemandangan para calon penumpang melipat baju dan menata satu-satu untuk dimasukkan ke dalam koper atau backpack. Sudah seperti penjual baju di pasar malam menggelar lapak dagangan. Petugas imigrasi di titik ini tidak akan menyetempel paspor kita, tetapi hanya memberikan tanda bahwa kita masuk ke Malaysia menggunakan kereta api. Terus pemeriksaannya di mana? Kereta akan membawa kita ke Woodlands Train Checkpoint. Nah di sinilah penumpang akan keluar dari kereta, mengantri untuk distempel imigrasi Singapura dan secara sah kita keluar dari Singapura. Secara umum, melintasi perbatasan Singapura - Malaysia melalui jalur darat sangat muda bagi saya. Tidak ada pengalaman serem sama sekali. Cuma pas packing pengecekan barang bawaan sebelum masuk ke kereta aja yang bikin deg-deg seerrrr saking banyaknya antrean dan terus liat jam karena kereta akan segera berangkat. Karena saya nggak bawa barang-barang aneh, ya lancar saja.
- Perbatasan Thailand - Myanmar: Dua kali saya melintasi perbatasan Thailand - Myanmar yaitu tahun 2009 dan 2011, tepatnya di ujung utara Thailand atau di ujung selatan Myanmar. Border town -nya untuk sisi Thailand adalah Mae Sai, kota kecil yang berada di Provinsi Chiang Rai (paling utara), sementara sisi Myanmar adalah Tachileik, keduanya dibatasi oleh sungai. Yang serem di sini sebenarnya bukan di pemeriksaan imigrasinya, tetapi lebih pada pemeriksaan tentara di daerah Thailand sebelum memasuki kota perbatasan. Dua kali distop pemeriksaan tentara dengan senjata lengkap yang masuk ke dalam bus-bus yang menuju kota perbatasan. Gayanya songong dan diserem-seremin (emang serem sih hehehe). Tetapi kalau kita pegang paspor, aman kok. Pengalaman ini pernah saya tulis di buku The Naked Traveler Anthology-nya Trinity yang seri pertama. Pemeriksaan memang dilakukan untuk merazia imigran gelap dari Myanmar. Bagi sebagian warga Myanmar, menyeberang ke Thailand adalah bagian dari "Thailand Dream" untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Kalau sudah sampai di kota perbatasannya sih aman saja. Nah, begitu sampai di kota perbatasan Mae Sai, kita masuk ke pemeriksaan imigrasi di Thailand, lalu tinggal nyeberang aja jembatan dengan jalan kaki, lalu akan tampak gapura warna biru (entah kalau sekarang sudah dicat warna lain). Di sana akan semacam pos ronda kecil yang ternyata adalah itulah pos imigrasi di mana paspor kita akan dicap dan ditinggal. Lha kok ditinggal? ini juga sempat membuat saya khawatir, karena kalau jalan ke luar negeri saya paling ogah berpisa sama paspor. Tetapi setelah diberi penjelasan, akhirnya saya mengerti. Di perbatasan ini mereka hanya akan memberikan waktu sehari hingga 14 hari, dengan syarat paspor ditinggal di imigrasi. Beuuh...serem kali kalau harus berpisah dengan paspor 14 hari. Lagian mau ngapain di Tachileik 14 hari. Saya memilih seharian aja jalan-jalan di sini. Sebelum kemudian keluar lagi di sisi lain pos imigrasi, lalu mengambil paspor kita yang sudah distempel Myanmar lalu masuk ke pos di mana ada imigrasi Thailand untuk stempel masuk ke Thailand. Proses di imigrasi sangat mudah dan cepat dan serem karena berhadapan dengan tentara bersenjata lengkap. Di sini, mata uang Baht maupun Kyat Myanmar dua-duanya dihargai, jadi bisa digunakan dua-duanya. Perbatasan ini juga paling populer sebagai lokasi untuk memperpanjang izin tinggal atau bisa disebut Visa Run. Artinya, misalnya nih saya kan WNI, mendapatkan izin tinggal gratis selama 30 hari di Thailand, nah di hari terakhir saya tinggal menyeberang saja ke Myanmar, mau sejam dua jam nggak masalah, lalu kembali ke Thailand...nah saya akan mendapatkan izin tinggal baru lagi selama 30 hari berikutnya. Begitu.
- Perbatasan Vietnam - Kamboja : Kota perbatasan untuk sisi Vietnam adalah Moc Bai, sementara untuk sisi Kamboja adalah Bavet. Saya menyeberangi perbatasan ini dari Moc Bai menuju Bavet dengan menggunakan bus yang membawa saya dari Ho Chi Minh. Ini adalah perbatasan yang paling populer untuk lintas Vietnam - Kamboja, meskipun ada dua perbatasan lain yang bisa dilalui menggunakan jalur darat dan jalur sungai. Tetapi perbatasan Moc Bai - Bavet inilah yang digunakan bus-bus utama penghubung Vietnam-Kamboja. Moc Bai berada di Provinsi Tay Ninh, sementara Bavet berada di Provinsi Svay Rieng. Tetapi sebenarnya, identifikasi kota-kota perbatasan ini tidak terlalu berguna karena kita bahkan tidak menyadari kita sedang berada di mana. Semua sudah diurus oleh operator bus, kita duduk manis, nyerahin paspor, turun di gedung perbatasan, lalu dapat stempel in - out Vietnam dan Kamboja...lalu taraaaaa....kita sudah sampai di Kamboja. Kebanyakan pelintas batas di sini adalah warga Vietnam dan Kamboja, bolak-balik. Kalau turis emang banyak juga, tetapi tidak terlihat antrean sebanyak warga lokal mengingat semua sudah diurus operator bus. Bagi saya ini sedikit menguntungkan karena tidak ada masalah, tetapi di sisi lain kurang seru juga, ibarat cerita...kurang unsur dramanya wakakakaka. Oya, di sini masih bisa sih pakai mata uang Vietnam Dong, tetapi karena sudah saya habisin pas di Ho Chi Minh dan hanya sisa dua lembar untuk koleksi, akhirnya dengan rela hati saya kencing di toilet imigrasi dengan bayar pakai US$ 1. Iyak benar sodaraaa...kencing seharga Rp 13.000 !! Hahahaha...welcome to
AmericaCambodia !!
- Perbatasan Kamboja - Thailand : Bagi saya perjalanan lintas negara paling seru dan sedikit melelahkan adalah saat melintas batas Kamboja - Thailand. Saya berangkat dari Siem Reap dengan menggunakan bus yang tiketnya saya beli seharga US$15. Ingat, harga itu akan membawa saya sampai ke Bangkok. Jarak antara Siem Reap ke kota perbatasan Kamboja - Thailand yaitu Poipet adalah 152 km atau kalau perjalanan darat sekitar 3 jam. Opsi dari Siem Reap ke Poipet adalah menggunakan taksi, tapi mahal...US$25 !! Bisa langsung jatuh miskin kan...pulang ke Indonesia ngesot. Awalnya saya akan mengambil opsi naik bus atau apapun ke Poipet lalu nyebrang perbatasan - naik kereta api dari Aranyaprathet (kota perbatasan di sisi Thailand) ke Bangkok. Tetapi kemudian batal, karena hanya ada kereta pukul 06 pagi dan jam 2 siang, yang pagi nggak mungkin kekejar, sementara jam 2 siang nunggunya lama dan menghabiskan waktu. Padahal harga tiketnya murah hanya 48 Baht atau sekitar US$ 1.6 saja! seru kan kalau bisa kereta-keretaan. Opsi bus akhirnya saya ambil, berangkat dari Siem Reap dini hari, subuh sudah sampai di Poipet. Suasana masih gelap...dengan wajah-wajah bantal mayoritas bule di bus saya. Oya, bus yang saya tumpangi ini adalah bus tua tapi cukup nyaman dan pakai AC. Untuk perjalanan 3 jam dari Siem Reap ke Poipet cukuplah. Bus ini menjemput saya di depan lokasi agen travel penjual tiketnya di Siem Reap. Nah, di dalam bus sebelum sampai ke perbatasan, kita akan diberi sticker bulat...punya saya merah. Di tempel di dada, ada juga yang ditempel di pundak, lengan...terserah. Setelah itu kita dilepas bus begitu saja di Poipet...tidak dikasih tahu apapun, pokoknya turun aja...lhaaa ??? Iya akhirnya saya ngikut arus aja bule-bule bertas punggung segede bagong yang sama bingungnya dengan saya. Demi melihat loket antrean imigrasi (yang letaknya kecil nyempil di pojokan gate), kami pun ikut ngantre. Antrean panjang beberapa baris. Petugas imigrasinya tua-tua, beberapa agak lama, beberapa cukup cepat. Di sini yang agak lama di antre sih, tapi giliran pemeriksaan paspor ya cukup cepat. Nggak ditanya macem-macem. Lepas dari sini, langsung lurus aja menuju ke gedung imigrasi Thailand yang jaraknya sekitar 200 meteran dari loket imigrasi Kamboja. Jangan lupa, sebelum masuk ke dalam gedungnya nanti akan ada petugas dengan meja kecil dan tumpukan kertas di jalan menuju ke pintu gedung imigrasi, nah...mintalah kertas itu, itu adalah kartu kedatangan imigrasi Thailand. Saya sempet terlewat ini, karena tidak menyadari. Muter balik deh...ambil kartu. Setelah masuk ke gedung imigrasi...taraaaaa..antrean panjang mengular. Satu line saja tetapi mengular belak-belok...nah di bagian paling depan baru dipecah ke beberapa loket petugas imigrasi. Saya mengantre satu jam lebih di sini, berbaur dengan turis asing dan warga lokal. Di sinilah banyak drama terjadi. Yang saya tahu, beberapa orang Kamboja terpaksa mental ditolak masuk. Yang dicurigai bermasalah langsung digiring ke pojokan atau meja khusus. Wajah-wajah pucat, wajah-wajah sedih, petugas imigrasi membentak-bentak, terlihat di depan mata. Serem juga...sambil membayangkan apa yang akan terjadi dengan saya. Saya dibuat sebel dengan seorang pemuda tengil (sepertinya warga Kamboja) yang dari bagian paling belakang melipir ke depan pelan-pelan memotong antrean. Banyak yang tidak menyadari ini, tetapi saya amati sejak awal kedatangan. Sikapnya mencurigakan dan tampak resah. Dan nggak tau dari mana, tiba-tiba saja dia sudah di depan lho!! sial !! Pas giliran dia diperiksa di loket imigrasi, agak lama, ditanya macam-macam, sampai kemudian dia digiring ke ruang khusus...wakakakak...sebelum kemudian saya lihat dengan wajah kecewa dia balik ke arah pintu masuk alias balik ke sisi Kamboja. Ditolak masuk !! Terus bagaimana nasib saya? Untung saja saya lancar jayaaaa...langsung aja main stempel. Nah, karena memang masuk melalui jalur darat, saya tidak mendapatkan izin tinggal 30 hari, tetapi hanya dua minggu saja (bisa dibaca distempelnya). Untung saya rencananya di Thailand hanya seminggu doang, jadi cukuplah. Keluar dari gedung imigrasi ini, kita langsung disambut dengan asongan khas Thailand. Pertanyaan saya adalah, bagaimana cara saya ke Bangkok ? Naik apa? Kan katanya US$15 adalah tiket Siem Reap - Bangkok. Sementara saya baru sampai di kota perbatasan ? Saya tidak mau mikir panjang dulu karena saya harus buru-buru ke toilet, pengen kencing. Nah, toiletnya berbayar 10 Baht. Kelar dari toilet, celingukan nih...mana ya bus yang akan membawa saya ke Bangkok? Ngga tahu nama busnya lagi, tiket juga entah kabur di mana. Pas lagi celingukan, ada pemuda yang berteriak keras ke arah saya...."Hey...red sticker !! Red sticker !!" Saya menoleh ke arahnya, dan dia menunjuk ke arah saya...baru kemudian saya sadar, di dada saya tertempel stiker bulat warna merah. Saya samperin dia, kemudian dia memperkenalkan diri sebagai orang yang akan membawa saya ke Bangkok dengan menggunakan minivan. Saya digiring ke minivan, dan ternyata sudah ada beberapa penumpang lain yang di sana. Berbeda dengan bus, minivan yang ini bener-bener bikin sengsara...disumpel-sumpelin kayak dagangan aja. Saya duduk di belakang berempat dan dua di antaranya adalah bule Australia berbadan gede. Jangan harap bisa selonjor atau rebahan enak. Tetapi saya merasa lebih beruntung mengingat tubuh saya kecil, karena bagi bule itu, minivan ini jauh lebih menyiksa. Sekitar 4 jam kemudian saya sudah berada di tengah Kota Bangkok. Pertanyaannya, bagaimana penumpang bus lainnya yang tadi bareng saya? Siapa yang akan membawa mereka ke Bangkok ? Well, akan ada minivan lain yang menjemput. Yang penting jangan sampai stiker bulatnya hilang !
Segala perasaan tidak pasti, insecure, ketakutan, excited, yang berkumpul menjadi satu itulah yang saya rasakan sebagai perasaan seru. Saya lumayan kecanduan untuk melintas perbatasan antarnegara melalui jalur darat dengan segala keseruannya. Sebelumnya, saya sempat berpikir untuk masuk ke Hanoi (Vietnam) dari Nanning (saat saya backpacking ke China), tetapi saya batalkan karena saat itu saya tidak punya waktu mengingat perjalanan dengan bus cukup lama. Rencana saya berikutnya sih ingin lintas negara dari Thailand ke Laos.
Nah, kapan giliran kamu?