Sunday, October 23, 2011

Suku Karen, Myanmar - Misteri Si Leher Panjang

    Tumpukan gelang besi itu terlihat bertumpuk meninggi berjumlah belasan hingga puluhan, menekan kuat di leher perempuan-perempuan itu. Warna keemasan besi melingkar itu tak menghilangkan rasa ngeri yang melihatnya, apalagi bila mengingat leher itu berukuran panjang tidak normal.

 
    The Long Necked Woman !! Yup, kita akan menuju perkampungan perempuan-perempuan berleher panjang, yang bisa ditemukan di kampung-kampung kawasan perbatasan Myanmar Selatan dengan Thailand Utara.
       Pilihan paling mudah menuju ke kampung perempuan berleher panjang adalah melalui Thailand. Akses menuju perbatasan bisa dilakukan dengan mengambil starting point di dua kota besar di Thailand Utara, pilihan bisa dari Chiang Mai sebagai kota dan provinsi terbesar di Thailand Utara, atau juga bisa melalui Chiang Rai. Menuju ke kedua kota ini sangat mudah, tersedia penerbangan ber-budget rendah, atau bisa menggunakan jalur darat dari Bangkok, dengan kereta api atau bus. Jalur menuju ke perbatasan Thailand-Myanmar ini adalah Chiang Mai (atau Chiang Rai) menuju ke Mae Sai, salah satu distrik di Thailand Utara. Dari Mai Sai, kita langsung menyeberang perbatasan menuju ke Thachileik, border town di Myanmar.
         Pilihan termudah adalah dari Chiang Mai. Dari Chiang Mai, banyak sekali bus menuju ke Mae Sai. Perjalanan kurang lebih sekitar 4 jam menuju ke Mae Sai. Jangan khawatir, bus-bus di Thailand besar-besar, bersih, nyaman, murah, dengan jalur utama antarprovinsi yang mulus. Sepanjang perjalanan kita akan disuguhi pemandangan indah wilayah Utara Thailand. Coba pilih Green Bus, dari Arcade Bus Station, dengan tiket bus seharga paling mahal hanya 212 Baht atau kurang lebih hanya Rp 60.000 sekali jalan. Paling enak, kita berangkat pagi-pagi dari Chiang Mai, supaya kita bisa puas menikmati one day trip di Myanmar. Dengan begitu, menjelang siang kita sudah sampai di Mae Sai Bus Station. Nah, dari sini, kita masih harus melanjutkan perjalanan, namun tidak jauh, hanya sekitar 3 kilometer. Ojek sepeda motor jadi pilihan, hanya dengan tariff 50 Baht atau sekitar Rp 15.000. Pilihan lainnya adalah semacam Angkot yang biasa disebut Rod Daeng.
          Mae Sai dulunya hanya sebuah distrik kecil yang berada di wilayah Provinsi Chiang Rai sebelum akhirnya berkembang menjadi distrik setingkat kabupaten pada tahun 1950. Ini adalah tapal batas paling utara Thailand berbatasan dengan Myanmar. Sisi selatan adalah Mae Sai, sisi utara adalah Thachileik. Keduanya dipisah oleh sungai, dan di masing-masing sisi sungai tersebut terdapat pasar. Ini sebenarnya adalah kota perbatasan yang sangat berfungsi menjadi kota perdagangan bagi penduduk kedua negara. Banyak orang Thailand yang berbelanja di pasar Thachileik, demikian juga sebaliknya.
            Bila Anda tipe orang yang suka berpetualang di kawasan pinggiran kota, pedesaan, maka menikmati wilayah perbatasan Thailand dengan Myanmar ini akan mengasyikan. Sebagai sebuah garis batas dua negara, kawasan ini pada siang hari begitu hidup. Bagian selatan perbatasan terdapat Pasar Mae Sai, bagian utara terdapat Pasar Thachileik. Pasar Mae Sai sangat ramai dengan pedagang souvenir khas Thailand utara. Setiap hari, pasar di Mae Sai sangat ramai. Pasar di Mae Sai terkenal dengan penjualan batu-batu giok, perhiasan dan lain sebagainya. Segala macam souvenir juga mudah didapatkan di pasar ini. Selama perbatasan dibuka, maka denyut nadi pasar ini terus berdetak. Sangat ramai. 
           Kota perbatasan ini juga ramai oleh turis kulit putih. Kenapa? Karena di sini mereka bisa memperpanjang visa (Visa Run). Bila visa Thailand mereka habis, mereka tinggal keluar sebentar menuju Myanmar barang satu dua jam, lalu kembali lagi ke Thailand mendapatkan stempel di paspor mereka untuk memperpanjang izin tinggal atau wisatanya di Thailand. Tetapi seiring dengan kegiatan itu, penduduk kedua kota akhirnya mendapatkan cipratan rejeki. Para turis tak jarang memanfaatkannya untuk jalan-jalan dan berbelanja juga.
         Perbatasan ditandai dengan jembatan yang melintang di atas sungai. Lalu akan terlihat pos pemeriksaan imigrasi. Untuk masuk, bagi pemegang paspor selain Thailand, kita akan ditarik biaya 500 Baht atau sekitar Rp 140.000. Caranya, tinggal menuju ke pos pemeriksaan, lalu ditanya sedikit tentang ini dan itu, dan kita diminta meninggalkan paspor setelah membayar.
  
    Pasar Segala Palsu

         Tachileik memang salah sau wilayah miskin. Tak heran bila kita masuk ke sana, maka akan banyak sekali peminta-minta, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, serta pengasong. Kadang-kadang cukup mengganggu juga, apalagi bila mereka melihat kita mengeluarkan kamera poket, mereka langsung merubung, karena berharap bisa mendapatkan uang dari para turis.
       Berbeda dengan Pasar Mae Sai, Pasar Tachileik yang masuk wilayah Myanmar adalah pasar yang terkenal menjual aneka barang, kebanyakan barang-barang palsu buatan China. Mulai dari aneka telepon seluler palsu, barang-barang elektronik palsu, pakaian dalam palsu, kacamata palsu, jam tangan palsu, sampai Viagra palsu…hahahaha. Inilah pasar segala palsu yang menawarkan harga miring tapi kemasan bak asli.

      Kembali ke tujuan semula, bertemu dengan para wanita berleher panjang, kita bisa menggunakan semacam becak bermotor untuk menuju Regina Hill Tribe Village. Ini adalah kampungnya para wanita berleher panjang. Kita bisa booking becak bermotor ini sekalian keliling ke sejumlah destinasi, selain ke Regina Hill Tribe Village, kita juga bisa diantar ke sejumlah kuil Buddha yang indah-indah. Satu paket perjalanan naik becak motor keliling Tachileik ini bisa didapatkan dengan harga hanya 40 Baht saja atau sekitar Rp 12.000, tergantung kemampuan menawar kita.
        Oya, meskipun kita sudah masuk Negara Myanmar, namun di sini Baht sangat dihargai. Sehingga anda tidak perlu menukarkan mata uang Baht anda. Harga di sini juga relatif sama dengan di Thailand, misalnya untuk makanan yang dibuka mulai dari harga 25 Baht (Rp 7.000).




  Regina Hill Tribe Village

        Sopir becak bermotor akan mengantarkan kita ke kawasan yang masih terdapat keturunan Suku Karen. Suku Karen adalah suku yang tinggal menyebar di sepanjang perbatasan Thailand dan Myanmar. Perempuan-perempuan suku ini banyak yang mengenakan cincin keemasan di leher mereka dalam jumlah banyak, hingga membuat leher mereka memanjang.
        Kawasan ini saat ini sudah tidak seperti kampung asli mereka, namun sudah seperti kawasan konservasi. Padahal di dalamnya masih tinggal orang-orang Suku Karen. Pintu masuk ke kompleks itu dijaga seorang perempuan muda dengan seragam pegawai pemerintah. Kita harus membayar 40 Baht untuk masuk ke dalamnya.
      Kampung ini sudah serupa kampung buatan, tidak natural lagi. Keturunan Suku Karen dibuatkan kompleks pedesaan, dengan jalan setapak yang sudah disemen, dibuatkan rumah. Lalu perempuan-perempuannya menenun kain, ada juga yang duduk-duduk saja, sementara sebagian lainnya memomong anak. Mereka juga menjual kain yang dibuat serta kerajinan tangan. Dengan senang hati mereka kita ajak berfoto, meskipun kita tidak membeli kerajinan tangan buatan mereka sekalipun. Perempuan-perempuan yang lebih tua lehernya lebih panjang daripada yang muda, dengan tumpukan gelang di leher yang lebih banyak. Mereka terlihat sangat nyaman dengan gelang itu, tetapi ngeri juga melihatnya.
        Bagaimana ceritanya mereka memiliki budaya itu? Menurut cerita rakyat setempat, dulu kala, ada kepala suku yang isterinya akan segera melahirkan anak pada hari Rabu. Dari informasi yang didapat si kepala suku, seekor macan akan memangsa anak itu begitu lahir, dan menggigitnya tepat di leher. Begitu si anak lahir, diberilah si anak kalung besi sehingga macan tidak bisa menggigit lehernya.Kenyataan membuktikan, anaknya baik-baik saja, sehingga kemudian setiap anak perempuan yang lahir Rabu sejak usia lima tahun sudah diberi gelang besi di leher hingga usia dua puluh tahun. Pada usia dua puluh tahun, mereka akan memiliki gelang di leher sejumlah 23 gelang. Dalam perkembangannya, gelang panjang di leher ini menjadi semacam cara mempercantik diri. Namun jangan ditanya dari aspek kesehatan, karena begitu gelang dicopot, maka bisa-bisa mereka akan meninggal karena tulang leher rapuh dan tidak siap menyangga kepala yang selama ini fungsi penyangga dilakukan oleh gelang-gelang itu, hiiiii.
       Nah, kelar bertemu perempuan-perempuan eksotik Suku Karen, kita bisa keliling kawasan Tachileik. Oya, kalau kita meliha beberapa perempuan dan laki-laki mencoreng-moreng pipinya, maka sebenarnya itu adalah bedak dari lumpur sungai. Menjadi kebiasaan warga setempat untuk menggunakan “masker” itu untuk menghilangkan udara panas. Lumpur itu memang memberikan efek dingin pada wajah kita. Cukup membantu, mengingat kawasan Tachileik cukup panas dan udaranya kering.
        Nah, setelah itu kita bisa berkeliling ke sejumlah kuil Buddha yang indah. Melihat patung Buddha tiga dimensi, hingga mengamati kegiatan para biksu-biksu kecil yang belajar di biara. Menyenangkan sekali. Bila sudah puas, maka bersiaplah kembali ke Thailand. Oya, jangan terlalu sore keluar dari Tachileik untuk kembali ke Mae Sai, karena bila terlalu malam, akan kesulitan untuk mendapatkan transportasi kembali ke Chiang Mai.
     
                       
TIP:
1.      Selalu bawa dan persiapkan paspor kita. Sewaktu-waktu akan dilakukan pemeriksaan di dalam bus di perjalanan antarprovinsi. Pemeriksanya adalah tentara yang akan menghentikan bus lalu memeriksa seluruh penumpang. Bersikaplah tenang dan tunjukkan paspor anda. Pemeriksaan akan terjadi beberapa kali, baik untuk angkutan umum biasa, hingga bus VIP sekalipun.
2.      Jangan beli rokok dalam jumlah besar. Pelajari benar-benar regulasinya. Ada cerita soal bule yang membeli rokok dalam jumlah besar, dan alhasil dia harus mendekam di pos polisi semalaman sebelum akhir ditebus temannya dengan duit 2.000 Baht (Rp 560.000). Selain itu, beli rokok di pasar ini anda bisa jadi akan tertipu. Banyak brands rokok terkenal, dan dalamnya ternyata rokok lintingan sendiri.

 3.      Jangan membeli obat-obatan di pasar ini, karena bisa jadi akan membawa masalah bagi anda. Di sini banyak dijual obat-obat kuat misalnya dari alat vital harimau, Viagra palsu dan lain sebagainya, ini sebenarnya terlarang. Selain itu dijual juga pipa rokok dari tulang monyet, dan lain sebagainya. Ini juga terlarang. Intinya, sebelum belanja, anda harus pahami benar soal regulasi kepabeanan. Kalau cuma membeli baju, souvenir, dan barang-barang tertentu dengan jumlah item terbatas tidak masalah.

1 comment:

Ohana said...

Sangat membantu, semoga masih sama untuk tahun 2017 hihi