September lalu, saya jalan-jalan ke Bukit Lawang dalam satu rangkaian traveling saya ke Sumatera Utara. Bukit Lawang adalah sebuah area yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, lokasi konservasi orangutan. Terletak di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, sekitar 68 km dari Kota Binjai atau 80 km dari Medan.
Interupsi dulu. Kalau Anda membayangkan tulisan ini adalah tulisan jalan-jalan saya ke Bukit Lawang, khas tulisan perjalanan wisata, maka mohon maaf, untuk kali ini Anda salah. Ini tentang kegundahan saya terhadap keberlangsungan hidup orangutan.
Kenapa saya sangat ingin mengunjungi Bukit Lawang? tak lain dan tak bukan karena saya ingin melihat langsung habitat asli orangutan. Akan lebih mudah tentu saja bagi kita untuk melihat orangutan di kandang kebun binatang, tetapi berbeda rasanya bila kita langsung menemukan mereka di habitat aslinya.
Saya bukanlah aktivis pembela hak-hak fauna. Saya hanyalah orang yang suka dengan binatang, dan mengerti sekali bahwa para binatang itu memiliki hak untuk hidup di habitat aslinya, dengan damai.
Ngeri saat saya membaca berita di BBC Indonesia: http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/11/111113_orangutan.shtml
Hasil survei yang dilakukan The Nature Conservacy dan 19 organisasi lain seperti WWF, Persatuan Pengamat dan Pakar Primata Indonesia yang dimuat di jurnal PLoSOne menunjukkan hasil mengejutkan.
Survei yang dilakukan dengan mewawancarai 6.983 orang di 687 desa di tiga provinsi Kalimantan itu melaporkan bahwa warga di banyak desa Kalimantan membunuh setidaknya 750 ekor orang utan dalam setahun.
Survei yang dilakukan dengan mewawancarai 6.983 orang di 687 desa di tiga provinsi Kalimantan itu melaporkan bahwa warga di banyak desa Kalimantan membunuh setidaknya 750 ekor orang utan dalam setahun.
Banyak pihak yang menyebutkan survei itu tidak valid. Tetapi bagi saya, apapun itu, kenyataan di lapangan menyebutkan, banyak orangutan yang dibantai karena dinilai sebagai hama kelapa sawit atau bahkan untuk alasan yang tidak penting lainnya.
Bagi saya, ini kemudian seperti pertanyaan "Manakah yang lebih dulu? Apakah telur atau ayam?" Kenyataannya, banyak orangutan yang masuk ke perkebunan dan mengkonsumsi hasil kebun warga. Tetapi kemudian, ada asap pasti ada api. Mereka masuk ke kebun karena mereka tidak menemukan makanan di habitat asli mereka. Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan, sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektare setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar adalah salah satu penyebabnya. Pada akhirnya, banyak fauna yang kehilangan habitat aslinya, terdesak untuk mencari alternatif lain dalam mendapatkan makanan.
Lalu menurut Anda, manakah yang lebih dulu membuat masalah? Apakah orangutan yang cari gara-gara? atau manusianya? Saya serahkan kepada Anda.
Dalam catatan saya saat mengunjungi habitat asli orangutan di Bukit Lawang, saya menemukan fakta, bahwa iya orangutan adalah binatang liar, yang tentu bisa saja menyerang manusia. Tetapi fakta lain yang saya temui adalah, mereka sangat pemalu, cenderung takut pada manusia. Saya ikut naik ke bukit di mana petugas Taman Nasional Gunung Leuser melakukan feeding ke orangutan pada pukul 16.00. Kami menunggu di satu titik, sementara para petugas berada di rumah pohon dengan membawa seember makanan untuk orangutan liar. Satu jam kami menunggu, dan tidak muncul satupun orangutan. Petugas memperingatkan kami untuk tidak berisik, supaya orangutan tidak takut untuk muncul dan mengambil makanan. Beberapa waktu kemudian, kami menemukan satu orangutan yang mendekat secara hati-hati, seperti takut, dan akhirnya mengambil makanan. Hanya satu yang muncul dalam rentang waktu hampir dua jam.
Yang saya dapatkan dari situasi ini adalah, mereka takut dengan manusia. Pertanyaan berikutnya: kenapa kemudian banyak manusia membunuh mereka? Merasa terancam? for fun? atau untuk kepentingan keuntungan finansial ? Silakan Anda ambil kesimpulan.
Sejak dari Bukit Lawang itu, saya memiliki cara pandang terhadap eksistensi hewan langka ini secara berbeda, jauh lebih baik daripada sebelum saya mengenalnya. Miris hati saya melihat foto-foto di media, di mana mereka ditangkap, dibantai, untuk sebuah alasan yang tidak bisa diterima.
Saya sangat mengapresiasi banyaknya pihak, organisasi, personal, artis, public figure, yang menunjukkan kepeduliannya terhadap hak-hak binatang ini. Tulisan ini muncul dari kegelisahan saya, sedih, saat membaca timeline akun twitter seorang public figure, yang juga artis, presenter TV Berita Nasional, orang yang menurut saya well educated, tetapi melakukan kebodohan dengan nge-twitt:
"Kenapa #saveorangutan sih, gak kenal juga, mending kita #saveorangtua byk pahala :)"
1. Iya, saya tahu "it was a joke"
2. Tapi itu adalah joke yang tergaring, tidak lucu, tidak sensitif terhadap kondisi terakhir, yang keluar dari seorang presenter berita, yang televisinya sendiri memberitakan pembunuhan terhadap 750 orangutan di Indonesia. Hello...??? masih berpikir ini lucu?
3. Lalu ada yang membela : "pesan moral dari twitt itu adalah kita harus menyayangi orangtua kita" saya bisa mati ketawa. Karena menurut saya, pembelaan itu adalah kebodohan lain, again, stupid !! Bagi saya ini ngeles yang sangat bodoh.
4.Come on, menyayangi orang tua dan peduli terhadap orangutan, itu bukan hal setara yang bisa dipersandingkan. Itu lelucon yang menurut saya lahir dari kedangkalan berpikir.
5. Sejujurnya saya terganggu, karena ini keluar dari seorang public figure, dengan followers yang sudah mencapai puluhan ribu orang, dan di-publish di publik, Yang bukan tidak mungkin akan mempengaruhi opini orang. Duh. Well dude, itu gak lucu dan kau sedang mempermalukan dirimu sendiri. But thanks anyway sudah mendelete TL itu. Bagus lagi kalau ada permintaan maaf, sebagai tanggung jawab moral karena kau sedang meracau di atas kerja keras jutaan orang yang concern dan peduli akan keberlangsungan hidup orangutan.
Watch your thoughts, for they become words
Watch your words, for they become actions
Watch your actions, for they become habits
Watch your habits, for they become character
Watch your character, for it becomes your destiny
Watch your words, for they become actions
Watch your actions, for they become habits
Watch your habits, for they become character
Watch your character, for it becomes your destiny
Regards,
A
foto: liberationbc.org