Tuesday, November 15, 2011

Jadi Raja Dua Malam di Bandung

 
have fun di Trans Studio Bandung
Sudah banyak saya bercerita tentang bagaimana mencari dan tinggal di penginapan, hostel, hotel murah atau sekadar tempat berteduh saat saya traveling. Semua bermuara pada prinsip yang sama, semurah mungkin senyaman mungkin. Tetapi selalu saja antara “murah” dan “nyaman” ini susah berteman akrab. Kadang beruntung sih, menemukan keduanya tampak akur. Karena biasanya, nyaman itu akan lebih senang berteman dengan mahal.
Bicara tentang kenyamanan to the max, sejauh ini memang saya baru merasakan kenyamanan di hotel bintang empat, yaitu di salah satu hotel di Senayan, Jakarta. Itu pun saat saya menjadi jurnalis, dan mendapatkan undangan meliput perhelatan kompetisi band-band tingkat nasional yang diselenggarakan salah satu brand rokok terkemuka. Bintang empat lainnya adalah beberapa hotel yang memberikan saya voucher menginap. Bintang lima? Nah, ini yang saya belum pernah.



Kali ini saya akan bercerita tentang liburan saya menginap di hotel bintang lima, haiyaa !!. Nah…nah, bukan, saya bukan sedang dis-orientasi dari seorang budget traveler menjadi flashpacker. Ini sekadar sharing aja. Tetapi gini lho, pada dasarnya manusia itu kan menikmati kenyamanan, dan itu manusiawi. Karena menurut saya, gaya traveling yang on budget itu bisa diakibatkan dua hal, pertama karena kepepet duit cekak, yang kedua punya duit tapi memilih menjadi budget traveler. Dalam konteks pertama, orang yang tidak punya duit dan lebih suka gaya backpacking, tinggal di hostel murah, dorm, dan lain sebagainya, kalaupun ditawari nginap di hotel bintang lima juga pasti tidak nolak kan? :P Sementara yang kondisi kedua, punya duit tapi suka backpacking, bisa jadi once in a while dia juga pernah menginap di hotel bintang lima kan? Nah, inilah yang saya sebut manusiawi. Ini hukum alam.
Itu di atas adalah self defense mechanism saya hahahha. Tapi lebih dari itu, mari hajarrrr saja nginap di bintang lima. Begini, ceritanya temen saya yang travel writer terkenal itu, yang punya blog naked-traveler.com yang paling terkenal itu , iya the one and only Trinity, ngajak saya liburan di Bandung.
bareng Denny, Trinity, Danti, dan kru Trans Studio

“Kasihan kau belum pernah menginap di hotel bintang lima.” Jleb-nya udah menembus ulu hati  saja rasanya hahaha. Tapi siapa nolak juga diajak dia nginap di hotel bintang lima.

Nggak mikir panjang dong, langsung siap sedia, packing. Apalagi sebelum D-day, saya dapat sms dari Trinity, kalau kami akan menginap di executive suite room. Waaaaaa….standard room saja sudah juwara, gimana executive suite room ya? Pasti moyangnya juwara.

D-day tiba. Kami menginap di Executive Suite Room, thepapandayan.com Bandung. Saya sudah diwanti-wanti sama Trinity “Gak boleh pake sandal jepit” dugaan dia benar, saya sudah punya niat jahat: menggunakan alas kaki kebesaran saya “Sandal Jepit” hehehe. Nggak tau kenapa, mungkin karena kebiasaan di manapun saya traveling, saya selalu membawa sandal jepit hitam produk Bata (boleh kok nyebut merek di blog saya :P ) yang super nyaman. Alhasil, saya datang pake sepatu, dengan sandal jepit di dalam backpack, teteup.

Saat saya cerita akan menginap di  The Papandayan Hotel, temen saya yang asli Bandung  langsung nyamber saja “Bukannya sudah tutup?” Nggak kok. Memang dalam dua tahun terakhir, mereka melakukan renovasi gede-gedean. Dan baru buka April 2011 kemarin, dengan fasilitas pelayanan bintang lima. Jadi saya ini termasuk yang beruntung menikmati fasilitas mereka yang lumayan baru. Eh, meskipun masih relatif  baru direnovasi, nggak ada lho bau-bau cat atau material bangunan. 

Begitu masuk, saya langsung diajak makan siang di Pago Restaurant. Makan siang ala buffet, dan saya merutuki nasib, kenapa tadi saya harus makan siang dulu sebelum ke hotel, sekarang perut saya sudah full. Tapi saya sempat mencomot beberapa makanan di sana. Saya sih demen banget sama dim sum-nya. Sayangnya, dim sum ini cepet habis, karena banyak yang suka. Chicken Yakiniku-nya juga enak, atau nasi goreng Jepangnya. Menu yang lain, hidangan penutupnya juga pantas ditunggu, saya suka es krim kopyornya. Ini es krim home made, rasanya lembut, terus di tengah kelembutannya itu saya masih bisa merasakan serat-serat lembut dari kelapa mudanya.

Sampai di sini, saya belum cerita lho tentang kehebohan kamarnya…sebentar yaa. Saya juga dibikin penasaran sama Trinity, soalnya saya belum boleh masuk, bahkan untuk sekadar naruh backpack saya.

Saya harus menyimpan penasaran saya dalam-dalam. Karena begitu kelar lunch, Pak Edi, PR Manager The Papandayan Hotel, sudah menculik saya, Trinity, Danti dan Denny ke transstudiobandung.com Danti dan Denny adalah pasangan suami isteri temannya Trinity juga. Kami pun menuju ke Trans Studio Bandung yang selama ini saya hanya dengar gembar-gembornya di televisi.
Parade Trans Studio setiap jam 17.00

Kami disambut Mbak Tasha dan Mbak Melia, PR Trans Studio Bandung, yang siap mengantar kami untuk menjelajah Trans Studio Bandung (Thanks Mbak2). Kami siap menghajar wahana extreme. Sejujurnya nih, saya dari kecil pengen banget yang namanya naik Roller Coaster. Tapi, jangankan Trans Studio Bandung, ke Dufan Ancol saja saya belum pernah…hihihi, malu-maluin sih. Sudah beberapa kali sih ke Universal Studio, Singapura, tapi cuma sampai halaman depan doang hahaha, nggak rela cyiiin buat bayar tiket masuk yang hampir Rp 500.000 itu !

Nah balik lagi ke Trans Studio, tidak ada waktu buat berleha-leha, begitu nyampai, langsung dihajar Yamaha Coaster. Maaak…sumpah, ini coaster bikin jantung copot. Udah gitu, setelah copot, itu jantung dimasukin lagi ke tempatnya semula….jleeeeeebbb !!!. Kenapa bisa? Iya, karena coaster yang satu ini selain berjalan di rel secara maju kayak coaster lainnya, dia juga mempunyai efek mundur secara cepat yang konon tercepat di dunia tuh. Jadi pas maju….jantung berasa lepasssss…..begitu sampai ujung, langsung mundur super cepat, dan tuh jantung dah balik lagi masuk dada..waaaaaa….so far, puwassssss….
Ini dia Si Vertigo itu
Belum kelar ngumpulin nyawa, saya sudah harus mencoba wahana yang lebih extreme, yaitu Vertigo. Okay, saya beritahu Vertigo itu apa…jadi saya duduk di kursi, dikunci, dan menempel pada sebuah poros. Lalu kursi itu berputar 360 derajat, demikian juga porosnya berputar secara tidak bersamaan, dan kita diayun muterrrrrrrr….sumpaaah sereeeeem. Adrenalin saya berloncatan tidak keruan, sementara mulut tidak berhenti berteriak.
Puas dengan Vertigo, saya butuh waktu beberapa saat untuk menentramkan diri, sebelum harus mencoba Giant Swing. Tenang, ini cuma ayunan biasa kok, yang ke kanan dan ke kiri hihihi…bohong ding. !! Sejujurnya, menaikinya adalah cara sempurna untuk melupakan patah hati. hahaha...seriuss , gak ada waktu mikirin itu. Yang ada mikir, saya bakal mati nggak ya? hahahah. Ini cara kerjanya memang seperti ayunan, tetapi dengan ketinggian yang cukup membuat orang berkeringat dingin. Diayun kanan kiri dengan efek putaran…jantung saya sudah dag dig dug derrrr…berkelebat 200 km/jam. 


Tiga itu saja, saya sudah menyerah. Kalaupun mau mencoba wahana extreme lagi, mungkin harus nunggu esok harinya hahaha. Nah, berikutnya, saya mencoba Sky Pirates. Ini mah cuma untuk relaxing, gak serem, bagus untuk menentramkan diri setelah mencoba wahana extreme. Berupa balon udara berbentuk aneka perahu, lalu bergerak sesuai jalur rel di atas area Trans Studio. Berikutnya, mencoba Niagara, berbasah-basah. Tidak se-extreme wahana sebelumnya, tapi cukup bikin kita teriak-teriak sih.




Dunia Lain adalah uji nyali berikutnya. Tapi bagi saya, tidak menakutkan, karena memang saya lebih takut orang daripada hantu hihihi. Setelah menjelajah Dunia Lain, kami istirahat, menyantap es teller yang bisa dibeli dengan kartu yang bisa di top-up. Usai istirahat, beberapa temen mencoba Negeri Raksasa, wahana yang melempar kita di ketinggian, untuk dihempaskan ke bawah. Saya? Absen dulu, perut gak mau diajak kompromi, takut muntah di atas hahaha. Alasan.
kamar mewahku itu

Kelar dari Trans Studio Bandung, kami balik ke  The Papandayan Hotel. Dan sodara-sodara, inilah saatnya saya tahu seperti apa bentuk kamar saya. Kami tinggal di lantai 5, executive room, kamar 525 dan kamar 531. Begitu sampai di lantai 5, hmmm…lantainya…super empuk. Kok bisa? Yaiyalah, lantainya dibalut dengan karpet bulu yang tebel. Saya berjalan bak di awan. Sempet kepikiran sih, gimana tadi kalo sebelum masuk hotel saya injek tai kuda? Sayang dong karpet ini hahahaha.


Nah, yang kamar 531 itu, seberangnya adalah President Suite. Saya udah berasa pengen mendobrak pintu itu aja, tinggal di dalamnya, dan mengunci pintu rapat-rapat hahahaha. Iya, soalnya President Suite Room itu hanya saya kenal dari film-film Hollywood. Belum pernah tuh yang bisa merasakan aslinya.
Lupakanlah, kembali ke executive room. Pintu pun dibuka…taraaaaaaaaa…satu ruangan terlihat. Kamar mandi tamu ada di samping pintu masuk, lalu kita akan menuju ke sebuah ruangan dengan sofa duduk gede satu, meja panjang dengan aneka buah-buah dan makanan sebagai compliment, di bawahnya ada lemari untuk minibar, lalu di atas meja itu terpasang layar tv flat super besar. 

Ruang tamu ini dilengkapi dengan meja kerja, satu meja set meja makan bundar, serta satu set sofa dengan coffee table yang rendah. Ruangan ini kemudian terhubung dengan ruang tidur, disekat dengan jendela lipat, di dalamnya terdapat bed king size dengan sprei putih rapi, dengan bantal-bantal gendutnya yang minta dipeluk. Sebuah sofa duduk gede menghadap ke televisi. Ya ada dua televise super lebar di dalamnya. Lalu, di kamar ini terdapat kamar mandi yang super komplet, ada bathup super gede, dengan semua keperluan yang diinginkan ada, sampo, sabun susu, conditioner, alat cukur, hair dryer, apapun…pokoknya komplet. Sejujurnya, saya tidak biasa dengan fasilitas-fasilitas ini, jadi memang sedikit gagap. Tapiiiii…It’s Heaven !! 
Kedinginan, wong ndeso masuk hotel bintang 5
Dan, di Bandunglah saya menjadi raja tiga hari dua malam. Makan malam pun saya kalang kabut gak tau caranya. Kata Trinity, makan malam kali ini adalah Ala Carte artinya, kita makan secara memesan. Nah, kalo buffet kan gampang tuh, ambil sesuai pengenan. Kalau Ala Carte, kita makan urut, dari pembuka, utama hingga penutup. Nah..nah…karena saya belum pernah makan model beginian, jadi deh kayak rusa masuk kampung, udiiiiik banget. Gak papa, setidaknya saya belajar. Tapi para staf hotel sangat membantu sekali, keramahannya super deh. Jadi tidak sempat tuh yang tengak tengok gak jelas. 
Minggu siang, berat rasanya meninggalkan The Papandayan Hotel. Karena itu berarti saya juga harus melepaskan mahkota raja saya sampai di sini hahaha. Bener-bener pengalaman seru, nginep di hotel bintang lima pertama kali, nyoba roller coaster pertama kali, dan dinner ala carte pertama kali juga. Thanks Miss T atas liburan mewahnya. Buat yang baca, maap kalau tulisan saya kali ini ndesooo....biarin weks ! :)

3 comments:

Trinity said...

Well written! Eh tapi jadi raja kok ga dipijitin cewek2 sih :p

ericka said...

Wahhh jadi pengenn haha
tapi sementara ini backpacker dulu.. sama mas.. aku juga ngrasain hotel bintang 5 pas dapet voucher dari bos haha... ga relaa nginep di dorm abis itu hihih..

Btw.. jadi ikutan jantung mo copot rasanya baca ceritanya.. seru seru seru.. pantas mencoba.. lah budget2nya tumben gak ditulis..? hihihi

Ariy said...

@Trinity: pssst...pssst...Ibukku ngeblog juga, suka ngecek, nanti kena setrap hahahaha

@Erika: hahahaha...kembali ke budget traveler :P