Friday, February 28, 2014

Inilah Para Penulis The Ho[S]tel 2

Dear Journer,

Banyak yang nanya-nanya, kapan The Ho[S]tel 2 bakal terbit? Iya sih, setelah kemarin kami gelar lomba untuk penulisan kisah perjalanan yang akan dimasukkan di The Ho[S]tel 2, dan kemudian menghasilkan 18 penulis terpilih, ada jeda cukup panjang sebelum akhirnya bisa terbit.
Pertama, soal teknis penulisan yang memang harus banyak pembenahan dari tulisan aslinya. Karena memang tidak semua adalah penulis, tetapi memang semua memiliki passion tinggi di traveling. Kedua, menyeragamkan 18 tulisan dan dua tulisan saya membutuhkan waktu. Hal ini dilakukan supaya semua tulisan nantinya "satu bahasa". Kalau pun ada perbedaan tema, akan dikelompokkan ke dalam "kompartemen-kompartemen". Ketiga, harus dibuatkan ilustrasi untuk masing-masing cerita. Keempat, nah ini yang bikin rada lama. Awalnya sudah mendapatkan cover, tetapi melalui evaluasi, akhirnya cover diganti. Kenapa? ya semata-mata supaya menghasilkan cover terbaik.

Rencana terbit Februari pun mundur. Tetapi ini semata-mata demi hasil yang semoga jauh lebih baik dibandingkan The Ho[S]tel seri satu ya. Insya Allah, Maret ini terbit dah. Nah, ini dia para penulis yang bergabung dalam The Ho[S]tel 2:


Cheersssss....

Ariy

Monday, February 10, 2014

Pencurian Tulisan

Dear Journer,

Semalem TL saya ribut soal adanya pencurian foto teman, yang dipakai oleh sebuah travel agent yang menurut saya amatiran, untuk mengisi blog travel agent itu. Teman saya mempersoalkan karena yang bersangkutan tidak izin sama sekali. "Padahal kalau mau izin make aja pasti dikasih. Tinggal masukin sumbernya di artikel itu," keluh teman saya.

Masih ingat juga dong kasus kompetisi foto-nya Samsung yang barusan heboh? Ada yang mendaftarkan foto hasil "nyolong" milik orang lain. Parahnya pencuri ini menang kompetisi !! Hadeuh....bagi pemilik aslinya, saya tahu gimana perasaannya. Pasti gondok, bete, dan merasa terdzolimi banget. Saya tahu perasaan orang itu? Tahu darimana ? Okay, saya juga pernah menjadi korban, meskipun bukan foto saya yang dicuri (karena kebetulan saya bukan orang yang pinter motret). Tapi problemnya sama sih, hak atas kekayaan intelektual kita dilanggar.

Sekitar tiga tahun lalu, seorang teman memberi kabar bahwa sebuah majalah terkenal menggunakan artikel di buku saya. Artikel itu persis banget, hanya diberi tambahan sedikit bagian paragraf awal dan penutup di bagian akhir. Tetapi body text-nya persis. Mungkin yang ngutip malas mengedit. Parahnya, artikel itu tidak dilengkapi sumber, yaitu buku saya. Tanpa ba-bi-bu, saya langsung nyari majalah itu dan memang benar, itu artikel saya. Bagi saya sebagai penulis, saya merasa dicurangi, dan parahnya ini dilakukan oleh media besar. Saya tidak mempersoalkan bila ada orang yang ingin menggunakan tulisan saya, tetapi setidaknya disebutkan sumbernya. Nah, apalagi ini sebuah majalah yang menurut saya pasti orientasinya bisnis. Kecuali majalah itu majalah gratisan (meskipun tetap harus mencantumkan sumber). Tidak mau terus terbakar amarah, saya lalu melakukan ini:

1. Pastikan benar-benar bahwa tulisan yang ada di majalah adalah tulisan yang sama dengan tulisan saya. Hal ini supaya saya tidak hanya disebut nge-klaim tanpa bukti. Selain itu supaya mereka tidak ngeles.

2. Setelah yakin bahwa itu benar-benar tulisan saya yang mereka pakai tanpa izin atau menyebutkan sumber, maka saya mencari kontak redaksi. Surat resmi via pos mungkin bisa dilakukan, tetapi kecepatannya tentu akan kalah dengan surat elektronik (e-mail). Maka saya menggunakan e-mail untuk melayangkan protes. Sasaran saya adalah pemimpin redaksi (Pimred). Yeap, bagi saya yang pernah 6 tahun di media, menembak target pimpinan biasanya akan lebih cepat direspons, meskipun saya tahu tulisan itu muncul karena peran editornya.  Tetapi dalam e-mail itupun saya CC ke e-mail editornya.

3. Saya tulis e-mail dengan model merekonstruksi apa yang menjadi keberatan saya dengan pointer-pointer. Mulai dari kapan majalah yang saya persoalkan terbit, di halaman berapa, rubrik apa. Lalu akan saya kuliti lagi di bagian mana saya merasa tulisan saya digunakan. Detail di sini sangat penting, supaya mereka tahu kita tidak main-main. Contohnya:
"Pada rubrik...di halaman...paragraf....baris...tertulis...bla...bla...bla....tulisan tersebut sama dengan tulisan yang ada di buku saya yang berjudul....halaman...paragraf....baris...yang tertulis..bla...bla...blaa..."

4. Begitu seterusnya sampai semua hal yang saya merasa keberatan terakomodasi di surat keberatan itu. Oya, tulis dengan bahasa sopan dan tidak marah-marah. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa saya orang yang tau etika di saat saya sedang mempersoalkan etika mereka. Dalam surat semacam ini, saya harus mencantumkan di dalamnya, tentang tindakan apa yang saya inginkan. Saya dalam kasus ini hanya menuntut mereka meminta maaf dan membuat ralat dalam edisi berikutnya, mencantumkan sumber artikel itu yaitu buku saya.

5. Tulis subject e-mail dengan jelas, tegas, tapi sopan. Misalnya : SURAT KEBERATAN ATAS ARTIKEL...Setelah semua komplit, tinggal saya kirim.

Tidak butuh waktu lama, saya lupa, tapi tidak sampai dua hari, saya mendapatkan balasan dari Pemred-nya. Beliau meminta maaf atas ketidaknyamanan yang saya alami. Dan selanjutnya, editor akan menindaklanjutinya. Saya menerima permintaan maaf dari Pemred-nya secara legawa. Tetapi saya agak heran dengan e-mail dari editornya, yang masih saja ngeles dengan menyatakan bahwa memang mereka biasa mengutip berbagai sumber untuk artikel di majalah itu.

Come on....apakah dengan mencantumkan "Dirangkum dari berbagai sumber" lalu Anda merasa bebas mengambil materi apapun, milik siapapun, tanpa izin dan tanpa mencantumnya nama pemiliknya? Kalau saya mau protes, dalam artikel yang memakai tulisan saya itu bahkan tidak ada sumber sama sekali, seolah redaksi mereka yang menuliskannya. Tapi ahh....sudahlah, saya tidak mau memperpanjang. 

Akhirnya saya tunggu sampai bulan berikutnya di mana edisi mereka terbit. Dan memang benar, akhirnya ada ralat di halaman / rubrik sama, dengan mencantumkan sumber tulisan. Saya tidak minta ganti rugi? Tidak. Bagi saya, langkah yang saya lakukan hanyalah ingin memberikan pelajaran ETIKA kepada mereka saja. Apalagi mereka adalah pekerja media, yang dalam asumsi saya pasti memiliki pendidikan dan pengetahuan bagus terkait persoalan hak atas kekayaan intelektual seseorang. Mereka ini pelaku di industri kreatif masak tidak tahu sih?

Selain itu, saya tahu persis, meminta maaf atas kesalahan, bagi perusahaan besar apalagi media, mungkin levelnya lebih berat daripada mengeluarkan duit yang "tidak seberapa" untuk menyelesaikan persoalan. Kenapa ? Karena saat meminta "maaf", itu harus dilakukan secara terbuka di medianya, di mana publik akan tahu bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Lebih berat lagi bila itu terkait soal "menggunakan tulisan orang lain tanpa izin", wah berat itu...akan mengganggu kredibilitas mereka sebagai sebuah media besar. Itu persoalan integritas SDM mereka, dan akhirnya integritas perusahaan juga. Makanya saat mereka sudah meminta maaf, saya bisa menerima hal itu dengan legawa. Karena saya tahu, pasti berat bagi mereka.

Saya juga tidak mau lebih dalam menyulitkan editornya, karena dengan e-mail saya itupun, pasti dia sudah kena masalah dari boss-nya. Saya pikir, e-mail saya akan membukakan mata bagi semua orang yang terlibat dalam persoalan ini, maupun bagi orang lain saat saya berbagi tulisan ini, bahwa penting untuk menghargai hak atas kekayaan intelektual seseorang.

regards,

Ariy

Saturday, February 1, 2014

Lub Sbuy Guesthouse ( Hotel Nyaman di Phuket, Thailand) - Review

Dear Journer,

Kali ini saya mau mengupas tentang Lub Sbuy Guesthouse. Dalam sejarah saya berpindah dari satu penginapan ke penginapan lain, Lub Sbuy Guesthouse, Phuket, Thailand paling the best-lah. 
Oke kita mulai ya...saya mendapatkan guesthouse ini dari hasil searching. Pilihan saya pada penginapan ini awalnya karena terpesona dengan gambar-gambarnya, di situs mereka www.lubsbuy.com yang cantik. Lalu saya mencoba cek di agen booking hostel online, dan melihat harga-harga yang mereka tawarkan reasonable. Memang sih, kalau soal harga, kamar-kamar di Phuket relatif sedikit lebih mahal dibanding Bangkok. Dan soal ini pun sebenarnya saya sudah diingatkan oleh teman saya yang asli Thailand. Tetapi semahal-mahalnya, masih murahlah.

                                                               foto: www.lubsbuy.com
Alasan lain kenapa saya mengambil guesthouse ini karena lokasinya dekat sekali dengan Phuket Bus Terminal (terminal ada di belakangnya doang, nggak tahu sekarang udah pindah belum terminalnya).

Dua kali ke Phuket, saya memang selalu memilih stay di Phuket Town, yang kalau udah habis maghrib cukup sepi. Saya menghindari kawasan dekat pantai macam Patong, karena saya memang tidak suka areal yang bising dengan banyak club atau hiburan dunia malam lainnya, tetapi kalau cuma jalan-jalan sekitar itu sih oke.

Nah, Lubsbuy ini berada di kawasan yang menurut saya tenang banget. Saking tenangnya, mungkin orang lain akan menganggap sepi. Tapi saya puas soal lokasi, karena memang saya bisa beristirahat dengan tenang dan nyaman. 

Jadi untuk menuju ke guesthouse ini, saya menggunakan bus dari Surat Thani, karena saya memang melakukan perjalanan darat dengan kereta api dari Bangkok ke Surat Thani. Dari Surat Thani, saya naik bus menuju ke Phuket. Bus akan menurunkan kita langsung di Phuket Bus Terminal. Sebagai informasi, di Phuket Bus Terminal juga ada airport bus langsung. Jadi kalaupun datang menggunakan pesawat, langsung bisa naik bus khusus bandara ke terminal ini. Nah, keluar dari areal terminal, kita langsung akan menemukan Phang-Nga Road. Di sini dengan mudah kita akan langsung melihat Lub Sbuy Guesthouse. Apalagi tampilannya juga keren, dengan interior yang mencuri perhatian dibanding bangunan lain di sekitar. Yang lebih penting, gambar cantik di situsnya tidak berbeda dengan aslinya. Catet.
Japan Room                                             Foto: www.Lubsbuy.com




                                                       foto: www.lubsbuy.com

                                                      foto: www.lubsbuy.com

Ada beberapa jenis kamar yang ditawarkan, termasuk kamar dorm. Mereka juga menyediakan private room baik twin maupun double beds. Selain itu ada juga Japan Room, semacam familiy room dengan bed model lesehan. Yang saya suka, kamarnya super bersih, semua fasilitas berfungsi sempurna, ada lemari gede di dorm. Saya curiga, jangan-jangan ini guesthouse baru jadi saking bersihnya. 

Saya mengambil kamar mixed dorm, dengan satu kamar berisi tiga tempat tidur tingkat. Berada di lantai 4, dengan balkon menghadap Phuket Town. Harga yang harus saya bayar waktu itu per malamnya 250 Baht (kurs saat itu Rp 70.000). Bagi saya, harga segitu sangat sepadan dengan apa yang saya dapat. Meskipun saya mengambil kamar mixed dorm, tetapi saya seperti mendapatkan kamar private, karena saat itu hanya saya yang menempati kamar itu. Walau tanpa AC, tapi nggak gerah kok, ada kipas angin, dan yang paling saya suka ya soal bersihnya itu. Super clean !! Lihat ini kamar saya:

                                                                                 foto: www.lubsbuy.com

Hal penting lainnya, soal kamar mandi. Nah di sini, kamar mandi bersamanya banyak, ada sekitar lima dengan shower yang kenceng, air hangat, serta komplet dengan sabun dan samponya. Semuanya dalam kondisi bersih...bersih...bersih. Keren dah pokoknya.Stafnya juga helpful dan ramah. Oya, fasilitas lainnya, di sono ada internet, tapi berbayar meskipun nggak mahal. Nggak ada billing-nya, kita tinggal make aja, lalu nanti ngomong sama resepsionisnya tadi main sekitar berapa menit atau jam.

Jadi kalau ada rencana ke Phuket, terus maunya nginep di Phuket Town, pilih aja guesthouse ini. Nyaman buat keluarga dengan kantong agak longgar, atau traveler dengan kantong cekak. Dan ingat ya, saya bukan buzzer atau dibayar mereka buat promosi hehehehe. Selamat mencoba yak :)

Cheers,

Ariy