Gila, saya bahkan nyaris lupa punya blog ini.
Sampai kemudian pas goleran nggak ada kerjaan dan main laptop, inget dengan blog ini. Mengingat kembali apa yang pernah terjadi dengan hidup saya melalui blog ini terasa sangat menyenangkan. Jadi kayak kembali saat masih SD, ingetnya main mulu...problem terberat hanyalah PR matematika!
Kemana saja saya? Saat ini posisi di Solo setelah melepas kerjaan di Semarang. Kalau traveling, saya tidak ingat kapan persisnya terakhir jalan saking kelamaan nggak jalan. Tetapi terakhir kali saya jalan ke luar negeri adalah ke Vietnam - Kamboja- Thailand (lagi). Vietnam dan Kamboja adalah salah satu keinginan saya sejak lama untuk mampir ke sana. Kalau Thailand, memang selain pijakan untuk balik Indonesia atas nama tiket murah, juga karena pengen nyantai di ujung perjalanan di Chiang Mai.
Dulu, saya tidak menyangka akan sejauh ini. Inget sekali saat masih kerja di koran, tiba-tiba telepon di meja saya bunyi. Seorang teman menawari saya tiket pp Solo-Singapore gratis dan voucher SGD 100. Saya iyain itu. Super excited, karena saya belum pernah ke luar negeri. Itu tahun berapa ya, sekitar awal 2009 kalau nggak salah. Tiket akhirnya hangus karena saya terlalu banyak pertimbangan, maklum belum pernah ke luar negeri. Tapi voucher belanja bisa kepakai pada kunjungan saya pertama ke Singapore. Pada akhirnya, saya tetap berangkat di bulan Oktober tahun 2009. Sejarah perjalanan pertama saya adalah: Singapore sebagai negara pertama yang saya kunjungi, lalu Malaysia, Thailand, serta Myanmar. Sekarang alhamdulillah sudah tambah China, Vietnam, Kamboja. Kalau ke Singapore dan Malaysia sudah bolak-balik, karena pernah jualan trip juga. Kalau Thailand sudah tiga kali. Nggak pernah kepikiran sebelumnya bakal jalan ke luar negeri.
Kalau dalam negeri sepertinya terakhir kali ke Lombok atau Lasem (?) saya lupa-lupa ingat mana yang lebih dulu. Setelah itu saya lebih banyak di Solo. Ngapain? ya nggak ngapa-ngapain. Hidup kan tidak melulu soal traveling. Ya ada kerja, berkumpul sama keluarga, nongkrong sama temen, goleran di rumah. Tapi emang, orang berubah, prioritas berubah, persoalan baru, dan lain sebagainya. Demikian juga saya.
Tetapi memang ada titik balik dalam hidup saya, terkait soal aktivitas di dunia traveling dan bagaimana saya memandangnya. Sejak sebelum perjalanan ke Vietnam dan Kamboja, saya sudah merasa ada yang salah dengan apa yang saya lakukan. Saya seperti melakukan traveling untuk target tertentu, misalnya untuk konten buku, blog, atau sekadar berbagi di sosial media. Dan itu mulai membuat saya "capek". Kadang esensi jalan-jalan buat bener menikmati perjalanan juga ilang. Memang tidak semua, tapi di kasus saya sering terjadi.
Sebelum ke Vietnam dan Kamboja, seseorang menghubungi saya dengan penawaran yang mungkin kalau ditawarkan waktu saya lagi excited dengan traveling pasti saya terima. Tetapi dia datang di saat yang tidak tepat: saat saya merasa "capek".
Jadi ada lomba membuat semacam rencana perjalanan ke Eropa. Saya dihubungi penyelenggara untuk ikut, dengan iming-iming akan dimenangkan. Saya bilang nggak bisa dong. Lalu yang bersangkutan bilang, ya sudah nggak usah jadi peserta tapi bikin rencana perjalanan nanti akan di-ACC. Tentu ini masih terkait lomba, yang entah bagaimana caranya mungkin akan dikemas sedemikian rupa seolah bagian dari lomba? entahlah. Yang jelas saya menolak. Saat diiming-imingi USD 1.000 sebagai uang saku pun saya menolak. Ada beberapa alasan:
1. Nafsu traveling saya lagi rendah.
2. Sejujurnya saya bukan orang yang pengen ke Eropa (saat itu...dan saat ini), karena realistis saja, meskipun dapat uang saku, bakal keluar duit sendiri juga. Sementara saya lagi nabung dan butuh modal untuk usaha yang sudah mulai jalan. Jadi sudah beda prioritas. Sudah mikir, sayang juga ya duit segitu hanya habis buat sekian hari doang.
3. Harus bikin buku, dengan konsekuensi saya jalan pun nggak menikmati karena sibuk cari data, observasi, kumpulin foto, dan lain sebagainya, pulang pun masih dikejar target. Saya sudah bikin beberapa buku traveling, mungkin karena itulah sudah berkurang excitement-nya.
Bagi traveler lain mungkin kesempatan itu bakal disambar dengan suka cita. Anggap aja dapat tiket pp gratis ke Eropa dengan uang saku itu, Tapi ya itu, saya sendiri sudah "capek". Ini sebenarnya peluang bagi traveler lain ya. Jadi sekadar gosip nih, penyelenggara ini kenal baik dengan saya. Tetapi berdasarkan pengalaman, kalau bikin lomba traveling susah sekali menemukan orang yang komitmen untuk menyelesaikan kewajibannya (karena kebetulan travelingnya harus independen alias jalan sendiri). Pernah nih, dulu bikin lomba, sudah nemu pemenang, sudah ditransfer duit untuk melakukan perjalanan, eh anaknya menghilang. Duit nggak balik, kewajiban sebagai pemenang tidak dijalankan. Nah, lho...
Makanya mereka rada-rada waswas kalau bikin lomba. Kebetulan karena saya pernah menang, ngerjain tugas dengan tuntas tunai lunas, mereka seneng. Tapi ya itu tadi, kebetulan saja sekarang lagi "capek".
Sebelum ke Vietnam dan Kamboja itu pun saya mendapatkan undangan untuk ngisi acara di Balaikota Bandung (itu yang dibilang panitia dari sebuah universitas di Bandung). Semacam talkshow traveling bareng Jebraw Jalan-Jalan Men. Dengan yakin saya menolak. Karena memang saya tahu diri, sudah mulai jarang traveling dan merasa rada kurang relevan dengan dunia pertravelingan sekarang. Padahal teman-teman menyemangati "Kamu tuh masih relevan." Okelah, taruhlah saya ngerti bagaimana cara traveling on budget, ngakalinya, dan lain sebagainya. Tetapi jam terbang saya kan juga nggak banyak. Di luar sana, banyak banget yang jam terbang tinggi. Jadi ya saya pikir, cukuplah yang kemarin-kemarin itu. Kecuali, ada kecualinya nih...kecuali ada momentum saya meluncurkan buku baru dan saya cerita soal buku itu. Nah, kalau begitu lain cerita ya. Kekuatan saya emang saya lebih banyak bikin buku. Tetapi kalau jam terbang traveling, banyak yang jauh lebih tinggi.
Di tengah rasa "capek" itulah, saya dapet rejeki dari usaha yang saya rintis. Kebetulan karena longgar, saya pun jalan menuntaskan keinginan saya untuk traveling Vietnam dan Kamboja. Tidak ada target. Pokoknya dua minggu yang bodo amat yang penting saya happy. Hidup saya memang bebas, nggak ada bos atau kantor yang ngatur, keluarga yang "terserah kamu asal nggak merugikan keluarga", tidak ada penerbit yang menunggu naskah setelah perjalanan, no credit card....saya waktu itu memang mulai meminimalisasi ini (Alhamdulillah 2018 saya benar-benar tidak punya Credit Card lagi). Saya pernah sih begini, dua minggu di Kuala Lumpur nggak ada tujuan, cuma menikmati tinggal di sana, lebih banyak ongkang-ongkang, kalau pengen ya jalan ke tujuan wisata.
Saya benar-benar mengenolkan hidup saya. Menikmati saja. Sudah. Dan ternyata itu menyenangkan! Pulang ke Indonesia pun lebih rileks, beda dengan dulu kalau pulang traveling langsung bingung ngerapiin foto, milih foto, update blog, update sosmed. Yang kali ini saya setel kendo kalau kata orang Jawa. Dibikin santai, nulis di blog pun ya jaraknya mungkin sudah lama dari saat pulang traveling dan sesempetnya aja, atau kalau nggak pengen ya nggak usah ditulis. Banyak materi yang tidak saya tulis. Kalau sosmed lebih simple, nggak butuh banyak effort, beda dengan blog.
#Ini tentu tidak berlaku bagi mereka yang menjadikan ngeblog sebagai pekerjaan dan hajat hidup mereka. Kebetulan memang saya tidak menjadikannya sebagai pekerjaan.
Ya begitulah. Sejak itu saya tidak ingin punya target ini itu. Meskipun kemudian ada aja teman yang bilang "Makanya nggak sukses." atau "Gimana mau kaya kalau kayak gitu." Dan lain sebagainya. Terserah sih karena perspektif orang macam-macam, pun pendapatnya. Kalau saya, merasa nyaman dan aman dengan hidup saya, bagi saya itu sudah termasuk sukses. Dunia ini kan macam-macam, yang kaya tapi bunuh diri juga ada. Yang kaya merasa hampa juga ada. Yang miskin merasa bahagia pun ada. Memakaikan baju kita ke orang lain belum tentu pas, kadang kedodoran atau kadang kesempitan. Kenapa? ya karena beda ukuran. Begitulah hidup.
#Sudah tidak jalan-jalan lagi?
Itu pertanyaan yang paling sering ditanyakan ke saya. Nggak salah sih karena kebanyakan yang nanya adalah teman yang saya kenal dari dunia traveling. Ya jawaban saya standar aja, ya masak iya orang hidup nggak pakai jalan-jalan? iya tentu masih jalan-jalan, meskipun tipis-tipis misalnya. Tapi bukan traveling yang kemudian jadi kewajiban dan "kewajiban". Kalau ada duit dan pengen jalan ya traveling, kalau nggak ada duit ya nggak usah maksa sampai ngutang buat traveling, atau nguras tabungan yang sebenarnya buat tujuan lain. Emang pernah ngutang buat traveling? Lha emang credit card bukannya utang juga ya? Kan dulu pernah pake credit card juga. *Habis ini dirajam pemakai credit card. Nggak sih, konteks ini bener-bener buat diri saya sendiri, mengingat saya pekerja informal, ya menurut saya nggak usah main credit card. Noted: saya bukan pejuang antiriba, jadi nyantai aja.
Mungkin karena semakin tua ya jadinya berubah. Sekarang saya menyibukkan diri untuk menjalankan usaha. Kadang pengen jalan, tapi malasnyaaaa...kalau sudah goleran di kamar apalagi. Nulis tetap lanjut, tetapi memang saya ingin melepas citra sebagai travel writer. Saya lulusan Sastra Indonesia yang dulu kuliah diajarin nulis, jadi sepertinya nggak bakal jauh-jauh dari hal itu. Emang kesukaan saya sebenernya di nulis, kemudian karena terbuka kesempatan nulis soal traveling ya udah diambil. Tetapi, pada dasarnya nulis dulu, travelingnya belakangan. Sekarang lagi belajar nulis novel, memanfaatkan platform digital semacam Storial, Kwikku, dan lain-lain, Carilah kalau kebetulan punya akun di sana, akun saya @ariy.
Begitulah curhat saya...
Setelah sekian lama, apa kabarmu? Semoga sehat-sehat saja di masa-masa berat sekarang ini. Nahan diri buat nggak traveling dulu kali ya...
Salam.
Ariy