Wednesday, July 30, 2008

Air Banned, pil pahit semoga menyembuhkan


Akhir pekan lalu, Uni Eropa (UE) menyatakan tetap mempertahankan larangan terbang bagi maskapai penerbangan Indonesia ke wilayah Eropa. Menurut penilaian mereka, maskapai penerbangan Indonesia belum mematuhi standar International Civil Aviation Organtization (ICAO). Komisi Eropa memaparkan pantauannya, sejak awal 2007 terjadi 62 kecelakaan pesawat terbang. Selain itu tiga tahun terakhir juga terjadi kecelakaan serius dengan korban jiwa mencapai 200 orang. Audit ICAO dan US Federal Aviation Administration (US FAA) juga menempatkan Indonesia pada kategori 2, yang berarti standar keselamatan penerbangan tidak terpenuhi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, UE melarang maskapai Indonesia beroperasi ke wilayah Uni Eropa. Larangan ini sudah berlaku sejak 4 Juli 2007. Dan terus berlanjut hingga sekarang mengingat tak ada progres.
Pemerintah Indonesia mati-matian menyatakan telah melakukan perbaikan. Namun UE juga menyatakan implementasi perbaikan yang dilakukan Indonesia masih minim. Indonesia sebelumnya tercatat memiliki 121 temuan yang dinilai bermasalah dengan standar yang seharusnya diterapkan. Dari 121 temuan itu, 69 di antaranya terkait langsung dengan aturan-aturan Uni Eropa. Maskapai penerbangan nasional Garuda dijadwalkan melakukan 59 inspeksi, tapi baru terlaksana sembilan, Mandala Air baru melakukan dua dari 27 yang dijadwalkan, dan dua maskapai lainnya juga minim implementasi.
Sikap UE ini memang menyulut kekecewaan pemerintah dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pemerintah menyatakan tidak akan menandatangani perjanjian unilateral dengan UE dan SBY menyatakan tidak akan melakukan lawatan ke Eropa, selama larangan terbang tidak dicabut.
Dalam hal ini, pemerintah terlihat sangat reaktif dan tidak melihat pil pahit ini sebagai obat untuk menyembuhkan diri. Menteri Perhubungan (Menhub) Jusman Syafii Djamal menyatakan bahwa standar internasional yang diminta UE untuk segera dipenuhi sebenarnya sudah masuk dalam draf RUU Penerbangan yang saat ini masih dibahas. Menurutnya, hal ini menunjukkan niat baik memperbaiki diri.
Sayangnya, persoalan semacam ini tidak ada jaminan akan selesai. Pengalaman menunjukkan aturan saja dilanggar. Dan niat baik belum tentu diimplementasikan secara baik pula.
Tak perlu menoleh ke belakang terlalu jauh, dalam pekan yang sama dengan dikeluarkannya larangan terbang oleh UE saja berturut-turut terjadi kecelakaan pesawat, meskipun bukan kejadian yang menimbulkan korban. Hanya sehari sebelum UE mengeluarkan larangan terbang, pesawat Garuda dan Batavia Air mengalami pecah ban, Rabu (23/7). Sangat memprihatinkan, khususnya saat Garuda menjadi benchmark keselamatan penerbangan di Indonesia. Sehari setelah larangan terbang dikeluarkan, giliran Riau Airlines dibekukan air operator certificate (AOC)-nya, akibat kisruh di manajemen operasional dan chief pilot-nya.
Tak soal apakah persoalan teknis atau manajerial, kedua hal ini akan sangat mempengaruhi penilaian maskapai penerbangan yang bersangkutan dalam menjamin keselamatan penumpangnya. Di luar prasangka pemerintah ada aroma politis dari sikap UE ini, komitmen untuk berbenah diri adalah hal mutlak.

No comments: