Kawasan Old Town |
Entah untuk alasan apa dulu saya mampir ke Penang, saat saya sudah tidak memiliki sisa waktu banyak dan duit di kantong juga sudah sangat-sangat cekak. Sebenarnya, ini adalah rute kepulangan saya setelah saya backpacking menempuh rute Yogyakarta-Singapore-Kuala Lumpur-Chiang Mai-Chiang Rai-Tachileik-Chiang Mai-Bangkok-Penang-Kuala Lumpur-Solo. Saya bisa saja langsung Bangkok-Kuala Lumpur dan men-skip Penang, tapi entahlah kok saya ambil Penang juga.
Tuhan punya itinerary sendiri buat saya. Hari terakhir di Bangkok, saya putuskan mengambil tiket pesawat Bangkok-Penang-Kuala Lumpur. Harganya cukup reasonable, selain saya mendapatkan ekstra destinasi. Tapi yaitulah, uang saya sudah nyaris melayang semua, sehingga saya tinggal membawa receh beberapa saja. Tanggal 10 Oktober 2009, saya tiba di Bayan Lapas, Penang International Airport pagi hari, dan sehari sebelumnya teman saya di Bangkok sudah mengkontak temannya di Penang untuk menemani saya jalan.
Bayan Lapas tidaklah terlalu besar dan tidak mewah. Standar saja. Pemeriksaan di imigrasi cukup lancar dan saya tidak memikili kendala apapun. Tetapi pemeriksaan di dompet saya, itulah kendala saya. Sumpah, saya cukup kebat-kebit dengan keuangan saya waktu itu. Saya periksa dompet, eh lha kok ada pecahan Rp 50.000 selembar di dompet. Saya pikir, susah juga ya kalau mau menukar duit Rp 50.000 selembar. Apakah mereka mau? Apakah saya tidak malu? Tapi ini satu lembar kertas yang akan menolong saya, bagaimana coba?
Bodo ah, kalau pun ditolak setidaknya saya sudah berusaha. Kalau soal malu, ah...saya juga tidak akan ketemu mereka lagi. Lalu, saya gerakkan kaki menuju ke deretan booth money changer yang ada di satu sisi bandara. Saya pilih booth yang dilayani oleh perempuan melayu yang senyum terus, ramah dia.
"Boleh saya tukar Rp 50.000 dengan Ringgit?" tanya saya melas.
"Sure, why not," jawab dia. Duh, itu senyum terlembut yang pernah saya rasakan. Hehehehe, sebenarnya lebih ke keramahan dia, eh bukan sebenarnya itu karena saya terbawa suasana saja, gembira mendapatkan suntikan 16 RM. Lumayan lho. Saya coba kontak teman yang akan menjemput, dan sialnya dia tengah bekerja, meminta saya untuk ke kota sendiri, lalu kami akan bertemu dia di sana. Persoalan berikutnya adalah bagaimana saya menuju ke kota dengan uang terbatas, sementara teman saya menyarankan taksi. Mampuslah awak.
Saya lupa kala itu turun di daerah mana. Yang saya tahu, teman saya menyarankan saya untuk menunggu di sebuah area. Itu serupa daerah dengan dermaga di sekitarnya, atau pantai, atau apapun. Saya berjalan dengan membopong backpack saya sendiri di cuaca panas. Sejujurnya, itu bukan ucapan selamat datang yang indah dari Penang. But, still...saya menunggu sebuah keajaiban yang akan ditawarkan kota ini. Kami berjanji akan bertemu pukul 14.00 waktu setempat. Saya harus menunggu sejam lebih, dan tidak tahu harus menunggu di mana, tidak saya temukan food court atau public space nyaman yang bisa saya manfaatkan sekadar untuk beristirahat, sampai saya temukan McDonald di suatu pojok jalan. Damn, saat uang menipis, kenapa hanya McD yang saya temukan?
Saya pun masuk ke McD, dengan niat awal cek harga dulu. Saya lupa entah berapa RM yang saya keluarkan saat itu, yang saya ingat adalah uang saya cukup untuk membeli paket promo yang berhadiah satu gelas cantik, dan masih sisa beberapa ringgit. Satu ayam, kentang dan coke plus gelas cantik. Saya ambil tempat di sudut menghadap ke jalan, dan menghabiskan waktu sampai di sana. Sebelum meninggalkan tempat itu, saya berikan gelas cantik jumbo itu kepada perempuan setengah baya yang menjadi petugas cleaning service di McD. Dia cuma plonga-plongo, saat saya sodori, dan kemudian setelah sadar baru bilang terima kasih.
Saya bertemu traveler dari Kanada, Owen Tabbert. Saya ajak dia sekalian bertemu dengan teman saya. Dengan mobil teman saya kami mulai mengeksplorasi Penang. Itu moment di mana kemudian saya sadari, saya jatuh cinta dengan Penang. I don't believe in love at first sight. Setidaknya saya butuh satu hari untuk kemudian mampu mencintai Penang.
Penang kerap di sebut juga Mutiara dari Timur, yang dikenal dunia sebagai tujuan wisata, liburan yang indah eksotis, ia Pulau Pinang - surga perawan yang mendapat namanya dari banyaknya pohon pinang tersebar di seluruh lembut, pantai berpasir. The Isle of The Betel Nut. Teman saya langsung membawa kami ke Kek Lok Si, sebuah kuil Buddha yang merupakan salah satu yang terbesar di Asia Tenggara. Sayangnya, saat itu, sedang tahap renovasi, sehingga kecantikannya, meskipun sudah memesona, tapi tidak terekam secara sempurna. Ada satu bagian di mana itu seperti sebuah labirin menuju ke puncak menara. Awesome.
Penang adalah salah satu wilayah jajahan kolonial Inggris. Tak heran kalau kita banyak menemukan nama jalan atau wilayah dengan nama-nama British. Tapi di sini kita bisa menemukan komunitas China, India, Jawa, hingga Siam.Ini adalah melting pot yang akan membawa kita ke setiap keunikan karakter masing-masing komunitas.
Trem ke Bukit Bendera |
Melintas George Town kami juga melewati bangunan-bangunan tua yang keren. Hostel-hostel murah pun ada dengan memanfaatkan bangunan tua. Berasa mesin waktu. Lalu kami menuju ke Bukit Bendera (Penang Hill). Berlokasi sekitar 6 km barat George Town, merupakan salah satu destinasi populer di Penang. Ini kompleks perbukitan yang sejuk dengan banyak pohon, dengan puncak tertinggi adalah Western Hill (830 meter). Pemandangannya keren banget. Untuk bisa naik ke atas bukit, kami menggunakan semacam trem kuno di Air Itam, yang kereeeen banget....saya beruntung bisa naik, karena belum tentu saya menemukan semacam ini di tempat lain.
Trem dengan sedikit gerbong namun bisa memuat hingga 80 penumpang ini membelah bukit dengan pemandangan kanan kiri hijaunya perbukitan. Tiketnya 4 RM, dan beroperasi setiap 30 menit. Untuk perjalanan naik di mulai pukul 06.30 pagi -9.30 malam, kecuali hari Sabtu sampai 11.30 malam. Sementara untuk perjalanan pulang, mulai pukul 06.45 pagi hingga 09.15 malam, kecuali hari Sabtu sampai jam 11.15 malam. Tremnya penuh banget dan memang kita paling enak naik sambil berdiri karena bisa menikmati pemandangan selain perjalanan tidak terlalu lama (memang dikondisikan untuk mengangkut penumpang secara berdiri). Saat itu, kami satu angkatan dengan grup anak-anak sekolah...ampuuun, sesaaaakkkk dan antreee.
Trem dengan sedikit gerbong namun bisa memuat hingga 80 penumpang ini membelah bukit dengan pemandangan kanan kiri hijaunya perbukitan. Tiketnya 4 RM, dan beroperasi setiap 30 menit. Untuk perjalanan naik di mulai pukul 06.30 pagi -9.30 malam, kecuali hari Sabtu sampai 11.30 malam. Sementara untuk perjalanan pulang, mulai pukul 06.45 pagi hingga 09.15 malam, kecuali hari Sabtu sampai jam 11.15 malam. Tremnya penuh banget dan memang kita paling enak naik sambil berdiri karena bisa menikmati pemandangan selain perjalanan tidak terlalu lama (memang dikondisikan untuk mengangkut penumpang secara berdiri). Saat itu, kami satu angkatan dengan grup anak-anak sekolah...ampuuun, sesaaaakkkk dan antreee.
Di atas Bukit Bendera ada beberapa viewpoints serta pedagang cendera mata. Lokasi bukit sangat menyenangkan untuk rileks. Bukit ini juga menjadi lokasi perlindungan burung dan flora fauna.
Puas menikmati Bukit Bendera, kami diajak turun. Hari sudah mulai gelap karena kami memulainya juga sudah terlalu sore. Kami menuju ke pusat makan, saya lupa namanya. Tapi sumpah, ini tempat keren banget. Sebuah food court yang lokasinya agak tinggi, dengan satu area makan yang memiliki pemandangan indah karena lokasinya agak tinggi. Yang saya ingat, tempat ini banyak sekali orang menjual Rojak Penang. Hampir sama dengan rujak Indonesia, tapi di Malaysia atau Singapore memakai nama Rojak.
Saya pernah mencoba Rojak Malaysia di Stasiun Kereta Api perbatasan Malaysia dan Singapore, tapi rasanya tidak enak, dan lebih sering disebut Indian Rojak (Pasembor) atau Mamak Rojak. Cirinya adalah banyak menggunakan gorengan, seperti adonan yang digoreng dan dipotong persegi, hampir seperti batagor, lalu ada kentang dan lain sebagainya, dengan dibumbui saus kacang manis pedas. Nah, yang ini beda. Rojak Penang terdiri atas buah-buahan komplet, mulai aneka jambu (jambu air, jambu biji), apel, mangga, dan aneka buah lain, dan tidak ada adonan goreng di sini. Semua disiram dengan saus kacang pekat dan manis, dengan kacang tumbuk yang tidak terlalu halus, sehingga saat kita menikmatinya, tekstur kacangnya masih kerasa. Sedap sekali. Kami memesan sepiring Rojak Penang dan sepiring besar seukuran baki potongan buah. Sepiring besar? serius? Iya. Saya tidak apakah ini memang kebiasaan mereka, tetapi kami memesan dan dibawakan satu piring sebesar baki buah potong segar, dengan es serut besar-besar di atasnya membuat buah sangat segar dinikmati. Nikmat sekali karena saya memang pecinta buah-buahan.
Kelar makan, kami menuju ke pantai untuk menghabiskan malam. Kami menuju antara lain ke Teluk Bahang dan Batu Ferringhi. Banyak hotel, restaurant, bar, hingga pusat penjualan souvenir ada di sini. Herannya, kain batik, kain pantai hingga kerajinan tangan banyak didatangkan dari Jawa dan Bali. Ini saya ketahui saat ngobrol dengan pedagangnya. Tetapi memang saya tidak berminat beli. Kelar jalan di night market yang cukup dekat dengan pantai, kami menutup hari dengan minum di pinggir pantai, beer for my two buddys, dan cukup coke buat saya. Teman-teman saya ngakak saat saya pesan coke. Biarin saja saya ndeso.
Tengah malam, kedua teman saya mengantarkan saya kembali ke Bayan Lapas International Airport. Memang saya hanya satu hari di Penang sekadar transit, dan Subuh saya sudah harus terbang ke Kuala Lumpur dengan tiket promo yang saya pegang. Hari itu, praktis saya hanya mengeluarkan uang untuk taksi dan makan di McD. Sisanya, teman saya yang bayari.
Saya menutup malam itu dengan bengong bego bersama seorang koki muda dari Italia yang juga harus menunggu pesawat pagi-pagi menuju Chiang Mai. Supaya tidak tambah bego, kami berdua pun ngobrol di bawah pandangan beberapa petugas keamanan bandara. Hari itu, memang hanya ada calon penumpang yaitu saya dan si Italia di bandara kecil yang ber-AC super dingin itu. Saya akan kembali ke Penang suatu saat nanti.