Tuesday, February 6, 2018

Serunya Menyeberang Perbatasan Kamboja-Thailand Via Jalur Darat


Punya rencana untuk backpacking melalui jalur darat dari Siem Reap (Kamboja) ke Bangkok (Thailand) ? Well, pengalaman saya ini mungkin berguna, khususnya bagi Anda yang memang on budget alias duit cekak.

peta jalur penyeberangan Siem Reap-Bangkok
Foto: canbypublications.com

Titik awal saya adalah di sekitar Pub Street di Siem Reap, yang memang pusat aktivitas turis di Siem Reap. Biasanya mereka tinggal di sekitar sini, karena memang area ini hidup banget dan kebutuhan wisatawan mudah terpenuhi. Pun saya, tinggal di hotel murah dan bersih di sekitar Pub Street.

Rencana awal, saya ingin menyeberang ke Kamboja dengan menggunakan kereta api. Tetapi itu baru bisa bila saya sudah berada di perbatasan Kamboja-Thailand, karena kereta api adanya di wilayah yang sudah masuk Thailand. Setelah melakukan banyak pertimbangan (khususnya jadwal kereta api yang memang tidak match dengan rencana perjalanan), akhirnya saya memutuskan untuk naik bus.

Di Pub Street area, banyak agen travel yang menjual tiket terusan Siem Reap - Bangkok, tersedia banyak jam (nyaris 24 jam ada dengan interval setiap sejam sekali), serta banyak pilihan harga tiket. Yang mahal sekitar $24, sementara yang murah sekitar $15. Saya pilih yang murah tentu saja, dan bus berangkat tengah malam. Tidak banyak informasi yang saya dapatkan dari penjual tiket, kecuali saya harus stand by di waktu yang sudah ditentukan di depan kantor agen travel itu.  

Waktu yang ditentukan tiba, saya dijemput sebuah bus. Nggak bagus, tetapi ya lumayan sih. AC-nya lumayan kenceng. Kursinya tegak lurus dan bukan jenis reclining seat. Perjalanan menempuh waktu 2 jam 22 menit, sekitar 149,3 kilometer. Oya, kami diberi sticker merah bulat yang ditempelkan di baju yang terlihat orang. Saya yakin ini nanti akan ada gunanya.

Tiba di Poipet udah mau Subuh, terus ngantre di loket untuk dapet stamp imigrasi Kamboja. Loketnya kecil kayak loket masuk bazaar di Indonesia atau saya juga teringat loket pasar malam jaman dulu. Bagaimana cara taunya? Pasti tau, ikuti arus turis aja, banyak kok. Bus turun nggak jauh dari loket. Antre - cek paspor - dapet stamp - udah. Sederhana kok. Yang ribet cuma antrenya. Kelar dari loket tinggal ambil kiri turus lurus aja ikuti arus orang. Banyak banget yang mau menyeberang dari Kamboja ke Thailand, tidak hanya turis asing tetapi juga orang lokal.

Antrean Mengular

Nah, setelah mengisi kartu kedatangan yang diambil di meja sebelum pintu masuk gedung imigrasi, kita akan masuk ke tahap berikutnya yaitu ular-ularan. Lha? Iya, ini serius antrenya panjang bener. Karena hanya ada satu line untuk empat meja pemeriksaan imigrasi. Jadi kalau sudah di ujung paling depan baru dipecah ke empat meja itu. 

Nah, sayangnya nih, tidak semua empat meja ini beroperasi dengan maksimal. Ada satu meja imigrasi yang kerap ditinggal petugasnya. Belum lagi kalau ada pemeriksaan yang bermasalah akan memakan waktu lebih lama. Saat itu, beberapa orang tampak bermasalah dengan petugas. Beberapa digiring ke ruang khusus, beberapa lainnya suruh minggir sebentar. Beberapa tampak bermuka masam karena proses pemeriksaan yang lama.

Saya terjebak di sini sejam lebih, antrean mengular yang didominasi orang lokal (atau orang Kamboja yang ingin masuk Thailand? entahlah). Tetapi turis asing juga tak kalah banyak. Namun, saya tidak bertemu dengan orang Indonesia kecuali saya dan teman saya.

Teman saya mendapatkan antrean lebih depan sekitar 10 orang di depan saya karena kami sempat terpisah. Jadi saya bisa memantau dari belakang apa yang akan terjadi dengan teman saya. Apakah dia akan lolos? atau mendapatkan masalah? Kita tunggu saja saudara-saudara.

Saat teman saya sudah mendapatkan giliran, ternyata dia diperiksa dengan sangat cepat sebelum akhirnya paspornya distempel. Mungkin tak lebih dari 2 menit. Alhamdulillah. Jadi saya berharap saya juga akan mendapatkan perlakukan yang mudah juga.

Betenya saat menunggu antrean ini adalah saat saya melihat seorang pemuda berjaket kuning, berjeans rapi, membawa makanan dalam plastik (yang baunya sangat menyengat semacam sayuran atau apa gitu), sambil sesekali mencocol makanan itu untuk didorong masuk ke mulutnya. Bukan soal makanannya yang membuat saya sebal, tetapi soal prilakunya. Dia dengan pelan-pelan menerobos antrean. Tidak terlalu banyak...misalnya beberapa menit dia menerobos dua orang, beberapa menit berikutnya beberapa orang, begitu seterusnya. Sesekali dia menerobos tali pembatas. Dan tiba-tiba saja dia sudah berada hampir di depan. 

Banyak yang bersungut-sungut melihat tingkah curangnya. Tetapi tidak ada yang menegur. Saya juga tidak ada mood untuk membuat kegaduhan dengan menegurnya karena ini di negara orang, takutnya terjadi sesuatu yang membuat perjalanan saya terganggu. Di Indonesia, saya beberapa kali menegur keras orang yang menerobos antrean. Yang terakhir saya ingat adalah saat seorang laki-laki menerobos antrean di Kantor Pos Besar Semarang yang ada di Jl Pemuda.

Nah, begitu sampai di depan, tibalah giliran si jaket kuning itu maju ke meja imigrasi. Tak butuh waktu lama sebelum terdengar petugas imigrasi menggertak si jaket kuning itu. Pemuda itu sempat terlihat kaget sebelum kemudian terlihat seperti ngeyel dengan mengeluarkan suara agak tinggi entah apa. Tetapi petugas itu tidak meloloskan si pemuda itu masuk ke Thailand. Saya sendiri tidak tahu apa penyebabnya, tetapi saya merasa rasa sebal saya sudah terwakili oleh petugas imigrasi hahaha. Yaiyalah, yang lainnya antre berjam-jam jiwa raga keringat air mata, eh dia seenaknya nyelonong hahahaha.

Itu sekadar intermezo saja. Saat giliran saya akan tiba, rada deg-degan. Tetapi dari belakang meja imigrasi (pintu kaca luar), tampak teman saya melambaikan tangan dengan senyum, seperti ingin berkata "Semua akan baik-baik saja kawan" hahaha. Benar juga, saat giliran saya tiba, saya pun maju. Petugasnya sudah cukup berumur. Berkacamata. Tidak tersenyum. Tidak melihat ke wajah saya. Membolak-balik paspor saya. Sebelum kemudian...dok!! SE-TEM-PEL!!! Alhamdulillah. Melengganglah saya keluar gedung imigrasi itu dengan senyum merekah lebar (padahal sumpah belum gosok gigi!). 

Sticker Pengenal

Begitu keluar, kita akan disambut dengan pemandangan yang ramai dengan banyak pedagang asongan. Secara resmi saya sudah memasuki wilayah Thailand. Problem berikutnya adalah saya belum tukar Bath (kalau Dollar masih ada). Nah, setelah perjalanan bus dini hari dan antrean pagi hari sepanjang itu, problem rutin manusia apa? ...yak benar: pipis! Untung nggak kebelet boker.

Perbatasan Thailand-Cambodia
Foto: Tripzilla.com
Maka saya dan teman saya mencari toilet umum. Jadi kalau kalian nyebrang melalui jalan darat ke Thailand dari Kamboja, selepas keluar gedung imigrasi jalan lurus aja. Nanti di kiri jalan ada toilet umum. Super bersih kok. Toilet modern juga. Tapi ya itu, berbayar. Seingat saya 10 Bath (yang pakai koin itu). Sayangnya saya tidak memiliki 10 bath itu, karena justru yang tersisa adalah Dollar. Akhirnya dengan berat hati melepas 1 Dollar untuk pipis di toilet umum. 

Yang seharusnya:
10 Bath = Rp 4.000-an, yak ampun ini sebenarnya sudah mahal lho ya untuk pipis doang. Di Indonesia kan paling pipis Rp 1.000 perak ya.

Yang terjadi:
1 $US = Rp 13.500-an. Beuuuh. Apes nian pipis saja Rp 13.500. Tahu gitu sekalian saya boker atau mandi-mandi. Baru kali ini nyesel tak kebelet boker hehehe.

Pelajarannya, sebelum masuk ke suatu negara ya tetap siapkan mata uang negara yang bersangkutan, termasuk ke receh-recehnya. Kenapa saya waktu itu tidak berpikir panjang  dan langsung menyerahkan dollar? Karena memang saya dikejar waktu (atau sebenarnya tidak dikejar waktu cuma tidak tahu berikutnya bagaimana nasib saya terkait transportasi).

Jadi begini, belinya tiket bus kan terusan sampai Bangkok. Nah, kalau sudah dilepas di perbatasan begini, bus berikutnya yang mana yang akan saya naiki saya nggak ngerti. Kan busnya ganti. Sopirnya ganti. Kondekturnya ganti. Kalau pun tidak ganti, saya juga lupa wajahnya. Tahu gitu kan motret wajah kondektur dan sopirnya ya? Nah, ini Bangkok masih jauh sekitar 4 jam perjalanan dari perbatasan lho.

Keluar dari toilet, saya dan teman saya celingukan. Mencoba mencari barengan penumpang yang tadi dari Kamboja. Tetapi rupanya tidak sesulit itu saat tiba-tiba seseorang berteriak keras ke arah kami. Iya, benar-benar berteriak keras karena jarak kami 50 meter dari tempatnya. 

"Heyyy...red sticker !! Red sticker !!

Oaaalah, baru kami sadar bahwa sticker merah bulat yang ditempelkan ke baju kami saat kami masuk bus di Kamboja adalah sebagai penanda bagi sopir atau kondektur berikutnya untuk menemukan kami. 

Lalu kami digiring ke minivan yaaaang...sudah super sesak penumpang. Waktu itu orang asingnya hanya saya dan teman saya, mendapatkan kursi bagian paling belakang. Eh saya pikir ini sudah cukup sesak kan, ternyata masuk lagi dua orang bule cowok cewek. Dan mereka dilesakkan di kursi belakang berjejalan bersama kami. Sayangnya tubuh mereka tinggi-tinggi dan besar sehingga doa saya untuk duduk nyaman selama perjalanan 4 jam ke Bangkok resmi tidak terkabul.

Menyebalkannya kayak angkot di Indonesia yang ngetem. Lamaaaanya. Sementara saya sudah capek (dan bau). Ingin segera menikmati kasur, mandi bersih, sebelum jalan-jalan lagi. Sampai kemudian setelah beberapa saat mobil jalan juga. 

Empat jam perjalanan sebelum akhirnya kami tiba di Bangkok dan diturunkan di kawasan Pratunam. Padahal kami pikir akan diantar sampai depan hostel. Yasudah...akhirnya dengan susah payah, pakai acara keblasuk alias nyasar, sebelum akhirnya memutuskan naik taksi pink, kami sampai juga di hostel yang ternyataaa...super nyaman. Alhamdulillah. Perjuangan terbayar sudah.

Apapun itu, menurut saya nih, kesimpulan akhirnya, seru banget melakukan perjalanan darat menyeberang perbatasan. Segala pengalaman baik buruk itu jadi seru pada akhirnya. Mau coba?


Cheers :)

Ariy

No comments: