Wednesday, September 22, 2010

Jalan-jalan ke China: Bargain ‘til you die

Ini cerita intermezo yang mungkin bisa jadi pelajaran apa yang harus kita lakukan saat membeli barang di China, sebagaimana saya kutip dari buku saya "Rp 2 Juta Keliling China Selatan dalam 16 Hari". Teman dari Kanada menuturkankan ke saya, sebagai bekal kita menawar barang di China. Dia bercerita, ada temannya yang ingin membeli alat eletronika buatan China. Bertanyalah si teman ini kepada sang penjual.

“Berapa?”
“920 yuan.”
“1 yuan,” tawar si teman.
“800 yuan.”
“2 yuan,” si teman tak mau kalah.
“500 yuan,” sahut si penjual.
“3 yuan,” ujar si teman berani mati.
“Okay, 500 and 3 yuan!”
“4 yuan.”

Tawar menawar sengit itu berakhir pada kesepakatan harga 210 yuan, dari harga yang dibuka di awal 920 yuan. Hahahaha. The point is, tawarlah semua barang di China kecuali tiket kereta api, KFC dan Mc Donalds. :)

Sunday, September 12, 2010

Malaysia...oh Malaysia

Dinner bareng teman-teman Indonesia dan Malaysia


Semoga Aidil Fitri ini menyatukan hati2 kita sesama muslim terutamanya yang mendiami Malaysia & Indonesia ini. Doaku agar dakyah2 yang akan memecahBelahkan perpaduan kita bisa ditumpaskan dgn semangat persaudaraan sesama kita selama ini,insyaAllah ;)

Itu tulisan Azrai, teman saya dari Malaysia saat saya memberikan ucapan selamat lebaran. Hubungan dua negara bertetangga yang terus saja naik turun memang sedikit banyak berpengaruh pada banyak aspek, termasuk pertemanan seperti ini. Kami tentu saja masih baik-baik saja berteman. Tetapi, kadang mau tidak mau, kami juga seperti ingin selalu menjaga hati masing-masing. Misalnya, demo anti-Malaysia di awal-awal sengketa Sipadan - Ligitan dulu, saya juga menjelaskan posisi saya dalam memandang kasus ini. Demikian juga dia dengan pandangan dia.

Saya memiliki banyak teman di Malaysia. Mereka tentu saja orang-orang baik, seperti halnya kita memiliki sahabat-sahabat di Indonesia. Kedatangan saya ke Malaysia pada Oktober tahun 2009, disambut Azrai dengan baik. Dia, selama seharian penuh, hingga malam hari, menemani saya dan teman-teman saya dari Indonesia dengan ramah. Mentraktir kami, memperkenalkan kami dengan teman-teman dia yang akhirnya menjadi teman saya juga. Dalam kondisi ini, saya tidak melihat adanya perbedaan antara saya dan mereka. Mereka tidak terpengaruh isu politik yang berkembang, demikian pula saya tidak ingin mengungkit soal itu. Kami sempat berdiskusi, tetapi ini diskusi yang sangat positif sekali. Masing-masing ingin menyampaikan posisinya dalam memandang persoalan ini. Dan, after all...kami selalu pada posisi bahwa kita ini hanya manusia biasa. Tak mau berpikir soal politik. Bukan karena kami tak tahu dan tak mau tahu soal politik. Saya lebih dari enam tahun bergelut dengan berita-berita politik lokal maupun nasional di Indonesia, karena kebetulan dulu saya jurnalis di desk politik. Sementara Azrai, dia juga tahu banyak soal politik di Malaysia. Kami sempat berdiskusi juga tentang Internal Security Act (ISA) di Malaysia atau biasa disebut akta keselamatan dalam negeri, di mana setiap orang bisa saja masuk penjara tanpa melalui pengadilan bila dinilai membahayakan negara.
Bagi saya, politik itu kotornya sudah kayak piring kotor habis lebaran saja. Menumpuk, berminyak, kadang bau amis, dan lain sebagainya. Saya tahu pasti praktik-praktik semacam ini. Bagi saya, berita di media itu memang fakta, namun fakta di media kadang bukanlah fakta yang merepresentasikan apa yang ada di masyarakat. Kadang ada main bumbu supaya sedap, kadang terpengaruh political view wartawannya, kadang terpengaruh political view bos korannya, dan banyak lagi.
Jadi kembali lagi ke situasi politik Indonesia - Malaysia, saya sudah tidak peduli lagi. Saya coba berpikir jernih saja daripada mengumpat-umpat di status facebook, twitter, dan lain sebagainya. Negara saya tetap Indonesia kok. Tetapi saya juga tidak mau men-sweeping warga Malaysia dong, karena saya berpikir jernih...di sana lho...di negeri jiran itu ada ratusan ribu warga Negara Indonesia berjuang mencari nafkah. Apa iya, itu tindakan bijak dengan men-sweeping orang Malaysia di Indonesia?

Ini lho, ada banyak orang mengumpat dan caci maki Malaysia, tetapi mereka masih juga menggunakan Air Asia. yang notabene dari Malaysia. Bukan apa-apa, tapi sedikit gentle dan main fair ajalah kalo mau adu syaraf. Ini juga ada yang mau demo, tetapi gak tahu persis persoalannya apa.

Maka, kembalikanlah semua pada hati kita. Jangan emosi, berpikir jernih, menimbang kerugian dari semua perkara ini. Mencari kejelasan apa yang terjadi sebenarnya dan jangan hanya dari satu sisi saja, jangan dari kacamata media saja, atau kata orang itu begini kok...bla..bla..bla...dan lain sebagainya.

Ada teman saya membatalkan travelingnya ke Malaysia karena persoalan ini. Takut hal-hal buruk akan muncul. Sampai Sheila Madjid pun harus menunda konsernya gara-gara kasus ini. Sementara ribuan orang di Indonesia masih juga berburu tiket murah Air Asia. Nah lho...bagaimana ? apakah kita akan teruskan perang syaraf ini?

Wednesday, September 8, 2010

Kumpul bareng keluarga travel writers


Habis ngobrol bareng, bagi-bagi hadiah, bagi-bagi pengalaman, dengan para pembaca di Mega Bekasi Hypermall. Dari kiri belakang: Sihmanto - penulis buku traveling ke Vietnam, Sari Musdar - penulis buku traveling ke Eropa, Trinity - the naked traveler, Claudia Kaunang - penulis buku traveling Singapore - Malaysia - Thailand, Rini Raharjanti - penulis buku traveling ke India, Ariyanto - penulis buku traveling ke China Selatan dan Thailand.

Dari kiri duduk: tim Penerbit Bentang Pustaka - Dita, Putri, Ikhdah.

Roadshow di TB Gramedia dan TB Toga Mas







Ngobrol bareng soal tips dan tricks traveling murah bareng Claudia Kaunang di TB Gramedia dan TB Toga Mas, Solo.

Saturday, September 4, 2010

Pernahkah merasakan ketakutan itu?

Berpikir bahwa dunia di luar sana adalah alam tergelap yang siap menghilangkan bayangan kita dari kasat mata?

Pernahkah merasakan ketakutan itu?
Berpikir bahwa individu di luar sana adalah makhluk terburuk yang siap menganiaya kita tanpa memberi sejeda pun waktu bagi kita untuk menghela napas?

Pernahkah merasakan ketakutan itu?
Berpikir kita akan bertemu ras berbeda dan merasa kita adalah kasta kedua, ketiga, atau bahkan tak terhitung setelahnya?

Pernahkah merasakan ketakutan itu?
Berpikir kita akan tersesat tanpa pernah mencium satu dari sekian sudut derajat arah mata angin?

Ini adalah belantara luas yang satu tepi dengan tepinya tidak terputus. Tersesatlah ke satu ujung, maka kau akan bertemu ujung lainnya. Berputarlah, maka kau akan kembali bertemu halaman belakang rumahmu. Berbisiklah tolong, bahkan itu akan sampai ke telinga teman terdekatmu. Inilah ladang permainan luas yang disediakan untuk kita, semua, sama rata. Tak ada yang benar-benar memilikinya sehingga berhak duduk di kursi lebih tinggi. Inilah ladang permainan luas, perpustakaan tersejuk tanpa pendingin udara, buku ilmu pengetahuan tertebal yang bahkan kau tidak bisa membayangkannya. Inilah ladang permainan yang kau boleh memilih untuk menggumulinya atau melewatkannya, dengan dua risiko: suka cita atau menyesalinya.

Menjadi takut adalah cara sempurna bagi kita untuk waspada dan tak jumawa. Tetapi menjadi takut dengan asumsi-asumsi kita adalah kerugian yang tak kalah sempurnanya.

Pack your backpack, now !!