Siapa bilang saya tidak nasionalis?
Hehehehe....langsung deh kalimat ini yang muncul di benak saya saat akan memposting tulisan ini. Yah, sedikit mengganggu saya saat ada yang menyebut buku-buku traveling dan backpacking keluar negeri disebut sebagai salah bentuk tipisnya nasionalisme. Hahahaha...way too much...
Sebenarnya, saya tidak berpikir soal nasionalisme sama sekali saat menulis buku traveling. Bagi saya, traveling ya traveling, nasionalisme adalah soal berbeda. Jangan dicampuradukkan, dan membuat yang sederhana menjadi complicated.
Maka, saya tidak peduli lagi soal mau dilabeli apa dengan tulisan saya. Bagi saya, nikmatilah semuanya secara sederhana, maka akan lebih nikmat. Kalau mau traveling ke China ya hayuuuk berangkat aja, kalau mau traveling ke Thailand hayuuuk hajar sajaaa....nah, kalau kemudian karena lagi pengen jalan-jalan di dalam negeri saja...ya hayuuuk aja, ini nggak kalah nikmatnya.
Saat ini, saya lagi deg-degan menunggu buku ketiga saya lahir. Tinggal masuk cetak saja. Dan buku ketiga ini nanti adalah buku tentang bagaimana nikmatnya menyatu dengan Jawa, yang direpresentasikan dengan dua kota, Jogja dan Solo. Setiap akan kelahiran buku baru, saya pasti akan selalu deg-degan. Tetapi buku ketiga ini lebih istimewa, karena saya menulis tentang kota kelahiran saya, yaitu Solo, serta kota yang membuat saya jatuh cinta (meski bukan pada pandangan pertama) yaitu Jogja.
Saya masih ingat sekali jalan-jalan saya dengan Aie dan Sha di Borobudur, yang merupakan kunjungan kedua saya. Dan saya kembali terkagum-kagum dengan kemegahan Borobudur ini, dan berpikir bagaimana pada jaman itu orang bisa membuat monumen semegah ini dan bisa bertahan melewati jaman? How come?
Atau saya harus menangis-menangis saat harus mencicipi Oseng-oseng Mercon yang pedasnya setengah mampus di salah satu sudut Jogja. Saya juga baru menyadari, bahwa ternyata kota saya, Solo, memiliki keragaman kuliner yang luar biasa. Selama ini saya hanya sekadar makan dan makan saja, tanpa terpikir bahwa "Oh...ternyata kalo dihitung-hitung, Solo kaya ya akan masakan tradisional lezat."
Jogja dan Solo seperti sudah melekat dalam sebagian besar hidup saya. Tetapi menulis buku ini, saya baru sadar, Jogja dan Solo ternyata memiliki potensi luar biasa di bidang pariwisata, jauh dari apa yang saya bayangkan sebelumnya.
Merangkumnya untuk Anda menjadi kehormatan bagi saya. Dengan kerendahan hati, buku ketiga saya Travelicious Jogja & Solo; Jalan Hemat, Jajan Nikmat akan segera hadir untuk Anda pecinta traveling.
regards,
A
4 comments:
Wah, saya tidak sabar menunggu kelahiran buku ketiga ini. Soalnya saya masih awam dengan kedua kota tersebut. Baru sekali ke Solo dan 3 kali ke Jogja. Itu pun cuma di sekitar Pasar Klewer dan Malioboro. Padahal tempat tinggal saya hanya berjarak 2 jam dari Solo dan 3 jam dari Jogja.
nah lho, 3 kali ke jogja, sekali ke solo sudah cukup mas hahahahaha. Salam kenal
teringin bangat mahu kembali ke jogja. juga teringin bangat mahu ke solo, kota asal si penulis travel yang kami kagumi, saudara Ariy..
:)
@sha: hahahahaha...makasih makasihhhh :)
Post a Comment