Kreatif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijabarkan sebagai memiliki daya cipta; kemampuan untuk menciptakan, bersifat (mengandung) daya cipta: pekerjaan yang – menghendaki kecerdasan dan imajinasi. Berpijak dari sini, maka bila kita berbicara soal Penulisan Kreatif (Creative Writing), maka secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan menciptakan tulisan yang bermuatan imajinasi dan memanfaatkan kecerdasaan dalam proses penciptaannya. Lebih kurang seperti itu. Aspek dalam kreatif sendiri bisa berupa di luar kebiasaan, otentik, orisinil, khas, berkarakter, out of the box, dan lain sebagainya.
Dari proses ini maka kita akan melihat hasil-hasil karya tulis yang imajinatif, mengandung hal-hal baru, di luar logika, menghibur, menggugah, menginspirasi, dan lain sebagainya. Meskipun mengandung aspek imajinatif, bukan berarti karya-karya tulis dari proses ini melulu soal fiksi. Namun, bisa jadi juga akan berbicara soal karya non-fiksi. Dalam karya fiksi, mungkin kita akan menemukan aspek imaginatif ini dalam hal kebaruan tema, cerita yang benar-benar baru, karakter yang berbeda, ide dasar yang unik, dan lain sebagainya. Maka dalam naskah non fiksi pun hal ini bisa dilakukan dalam hal pengambilan angle-angle tulisan yang tidak mainstream, dan memiliki karakter tulisan yang lain dari yang lain, meskipun dalam hal isi naskah adalah fakta.
Kita sering ribut dengan diri kita sendiri soal ide awal. Kemauan untuk menulis sangat besar, namun ide mampat, bahkan tiba-tiba hilang sama sekali. Lalu bagaimana proses mendapatkan ide itu? Sebenarnya ide bisa datang dari mana saja: saat di jalan, melamun, lagi ada masalah, hingga berada di toilet. Bagi beberapa orang, ide kadang datang mengucur bak hujan di bulan Januari, tanpa henti. Bagi beberapa lainnya, ide datang seperti air PDAM yang mengalir satu icrit dua icrit, bahkan kadang tidak mengalir sama sekali. Lalu adakah teknik untuk memancing ide? Atau setidaknya membuat kita bisa menulis tanpa harus menunggu datangnya ide atau inspirasi? Cara berikut ini mungkin saja bisa berlaku bagi Anda:
§ Bergerak dari hal kecil, buat draf kasar, lakukan brainstorming dengan diri Anda sendiri. Cara ini adalah cara paling memudah, yaitu ambil kertas, pena, atau laptop Anda, lalu tulis cerita kasar, apapun itu. Cerita ini ini bisa muncul dari brainstorming diri Anda sendiri. Jangan terlalu terbebani apakah tulisan Anda akan menjadi bagus, menarik, atau bahkan spektakuler. Kalaupun hasilnya seperti itu, tentu lebih bagus, tapi kalau tidak bukan menjadi alasan bagi Anda untuk berhenti menulis. Ada contoh menarik, salah satu pembaca saya sangat terobsesi untuk menulis novel. Dan iya membebani dirinya dengan “harus bisa membuat trilogi”, di saat dia bahkan belum pernah menghasilkan buku satu pun. Atau pembaca saya yang lain, sangat terobsesi menulis artikel perjalanan di media internasional. Persamaan keduanya? Tidak pernah mengupdate blog-nya, tidak melatih skill menulisnya, dan sibuk dengan mimpi besarnya. Jatuhnya, keduanya lebih focus ke tujuan, tetapi tidak pernah focus pada proses. Bagaimana Anda bisa membuat karya besar, kalau Anda tidak bisa menyelesaikan yang kecil? Pesan moralnya: lakukan apapun yang Anda bisa, saat ini juga. Kalau sekarang baru bisa menulis yang jelek, sederhana, lakukan saja, dan latih terus.
Brainstorming dengan diri Anda sendiri bisa dilakukan dengan membuat daftar pada coretan kertas. Misalnya, Anda akan menentukan tema cerita, maka tulislah dalam kertas. Ide sejelek apapun menurut Anda, tuliskan semua. Buat list sebanyak-banyaknya. Pada akhirnya nanti, Anda akan terkejut karena menemukan ide bagus dari salah satu daftar itu.
§ Baca Ulang, Lakukan Revisi: Setelah Anda menulis naskah kasar, Anda bisa membaca ulang sebanyak yang Anda inginkan. Lakukan penambahan, lakukan pengurangan, revisi, cari format terbaik, ubah gaya bahasa menjadi lebih baik, pengembangan karakter, pendalaman tema, penggunaan metafora, dan revisi lainnya.
§ Finishing: Tahap akhir, dari revisi itu, kembali baca ulang, lakukan lagi revisi bila perlu, mengurangi dan menambah bukan hal tabu. Sampai Anda merasa cukup percaya diri untuk mem-publish di blog, atau bila perlu, naskah di print, minta beberapa teman untuk membaca dan memberikan penilaian. Jangan takut dikritik, posisikan teman yang membaca adalah calon pembaca-pembaca kita. Dan ingat, sebuah karya sastra itu memiliki kebutuhan untuk dibaca orang, dan bukan menjadi ajang masturbasi bagi penulisnya. Ingat ini saat Anda ingin menulis sesuatu.
Nah, proses di atas adalah salah satu proses sederhana yang bisa Anda lakukan untuk memancing ide dan membuat Anda tetap semangat menulis meskipun Anda merasa tulisan Anda jelek. Lakukan berulang-ulang, dan skill menulis Anda akan terasah dengan sendirinya.
Setiap penulis memiliki gaya berbeda dalam memancing ide, dan ini sangat subyektif. Beberapa dari mereka akan mendapatkan ide dengan duduk di tengah keramaian, coffee shop, mall, dan lain sebagainya. Tetapi model-model penulis lama, mereka biasanya mencari tempat pelarian, di gunung, pantai, menyepi, dan sebagainya, untuk mendapatkan ide. Saya banyak menemukan ide dari kesenangan saya menonton film, dengerin musik, atau sekadar mampir ke toko buku. Proses ini bukanlah proses menjiplak, tetapi saya justru mendapatkan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada. Misalnya, saat menonton film dan kecewa dengan ceritanya atau ending-nya, maka pikiran liar saya akan membuat ide cerita saya sendiri. Atau saat menemukan judul buku di toko buku dan membaca sinopsisnya, kadang-kadang akan muncul kegilaan dalam pikiran saya.
Penulis dari Amerika Serikat, Shannon Crose, memiliki resep untuk memancing ide. Jadi semua ide bisa dipancing dari pertanyaan “Bagaimana jika…?” Lalu saya melakukan pembuktian atas ide ini, terhadap buku saya. Dan memang benar, semua ide creative bisa diawali dengan pertanyaan itu, “Bagaimana jika…?”
Pertanyaan “Bagaimana jika…” akan memunculkan keliaran ide-ide, yang bisa memunculkan sebuah cerita menarik, atau sebuah karya tulis yang kreatif, di luar kebiasaan. Buat hal yang out of the box, yang saat orang lain menemukan karya tulis Anda atau buku Anda di rak toko buku, maka mereka akan bergumam “Hmm…kenapa itu tidak terpikirkan saya ya?” Contohnya: saat buku saya “Rp 1 Jutaan Keliling Thailand dalam 10 Hari” muncul di pasaran, semua pada kaget. Ide awalnya adalah dari pertanyaan “Bagaimana jika…?” lalu akan memunculkan pertanyaan dari orang “Bagaimana bisa?” dan akhirnya mereka akan menjawab pertanyaan mereka sendiri dengan membeli buku saya. Itu contoh keliaran ide dalam naskah non fiksi. Naskah fiksi akan jauh lebih mudah. Fiksi akan memberikan ruang terluar dalam dunia kreativitas. Bebaskan pikiran Anda hingga hal-hal yang tidak logis sekalipun. Harry Potter juga tidak masuk akal bukan? Tapi ini karya tulis yang fenomenal yang muncul dari keliaran dan kegilaan ide seorang JK Rowling.
Penulisan kreatif juga memberi peluang kepada kita untuk menemukan gaya-gaya penulisan baru, yang segar, bahkan beyond the imagination itu sendiri, membuat gemas orang dan lain sebagainya. Jangan takut untuk memulai kata pertama, dan mewujudkan ending tulisan Anda. Jangan berpikir soal gaya baku penulisan, harus subyek predikat obyek, atau apapun, semua mengalir saja selama itu bisa dibaca, menarik, menghibur dan lain sebagainya. Ini adalah dunia kreatif. Dalam dunia menulis, kita sudah dibatasi aturan agama, hukum, sosial-moral, dan lain sebagainya. Jangan sampai kita dikukung lagi dengan aturan redaksional. Bahkan bukan tidak mungkin Anda adalah orang yang akan menghadirkan kosa kata baru dalam bahasa Indonesia dari karya Anda, atau memasukkan idiom yang tren di masyarakat. Penulisan kreatif sangat berteman akrab dengan eksplorasi bahasa, kosa kata, yang dilakukan penulisnya. Bahkan kadang, ada pembaca tertentu yang tergila-gila dengan penulis tertentu, karena penulis ini memiliki perbendaharaan kata yang luar biasa komplet, metafora yang tidak pernah dipikirkan orang sebelumnya. Sebagai contoh, penulis senior yang sudah almarhum, Rosihan Anwar, dikenal sebagai tookoh pers Indonesia, sejarahwan, sastrawan, penulis dan pengusung “gerakan” kosa kata baru. Lalu muncullah kata “gengsi” yang kita kenal sekarang, yang merupakan padanan kata “prestige” dalam bahasa Inggris. Kata “gengsi” ia gunakan pertama kali tahun 1949, yang diadopsi dari bahasa remaja di Minangkabau. Rosihan pula yang pertama kali menggunakan kata “Anda” dalam tulisannya, sebagai ganti orang kedua. Jadi sekali lagi, beri kebebasan diri Anda untuk mengekplorasi bahasa, kosa kata, dan mengolah ide menjadi tulisan yang bernas.
Buat Anda yang benar-benar baru dalam dunia penulisan dan ingin memulai, ini tips kecil buat Anda:
1. Mulailah menulis apa saja. Buku harian, catatan kecil, blog, dan lain sebagainya adalah sarana yang bisa Anda gunakan.
2. Temukan konektivitas ide tulisan Anda dengan orang lain. Jangan banyak curhat dalam tulisan, kecuali curhat sebuah masalah yang orang lain juga mengalami. Artinya, ada kepentingan orang untuk membaca tulisan Anda. Lalu mereka akan berkomentar “Duh…tulisan ini gue banget!” Maka mereka akan menunggu tulisan Anda berikutnya. Atau misalnya, buatlah blog yang bermanfaat bagi orang lain, dan bukan hanya blog keluh kesah. Percayalah, orang tidak ingin tahu masalah Anda, dan lebih memilih peduli dengan kepentingan mereka sendiri.
3. Coba kirim tulisan ke majalah atau koran. Selain menghasilkan duit, ini juga akan memberikan efek nyandu untuk terus menulis, menulis dan menulis.
4. Sering-sering pergi ke toko buku, tidak perlu membeli, tetapi toko buku akan membuat kita semangat untuk menghasilkan karya kita sendiri. Dari mulai menemukan cover buku keren saja sudah membuat kita berimajinasi, “Wah…kalau aku punya buku, covernya akan seperti ini,” atau imajinasi lainnya. Atau bayangkan, saat di dekat kasir toko buku Anda bertemu orang yang membeli buku Anda?
Akhirnya, mari segera menulis !!
*) Tulisan ini saya sampaikan dalam kuliah di FISIP, UGM
4 comments:
thanks sudah singgah :)
Mantab Bung! Serasa kuliah lagi. SUKSES!!!
hahaha...jadi inget kuliahnya Pak Wiranto
Mantap min. Makasih atas info nya. Semoga sukses. Amin
Post a Comment