foto: www.drphilockie.com.au |
Hey Journer,
Ini cerita yang penting nggak penting sih sebenarnya. Tapi, saya pikir, seru juga kalau dibagi. Khususnya bagi Anda traveler yang pengen mengurangi berat badan.
Eh...tapinya, mau menegaskan aja, ini bukan tulisan berbayar untuk mempromosikan obat atau jasa tabib penurun berat badan huehehehe.
Jadi begini, beberapa tahun lalu, saya jalan-jalan ke Thailand. Saya lupa persisnya, peristiwa ini terjadi saat saya ke Thailand yang pertama kali atau yang kedua kalinya. Habisnya, rutenya sama, cara travelingnya sama, lama perjalanannya hampir sama. Bedanya, satu buat bener-bener traveling, yang kedua kalinya untuk bikin buku. Oke, saya awali dengan kata berat badan. Nah lho...bagi beberapa orang mungkin sensitif.
Pengumuman gak pentingnya, saya tuh jaman kuliah berat badannya standar cowok-cowok itulah, boleh dibilang kurus sih. Tak pernah jauh-jauh dari kisaran 55-60 kg. Tetapi rata-rata di angka 55 kg. Nah sejak kerja di radio, begadang mulu, pulang siaran pasti nongkrong cari makan bareng temen, berat badan mulai membumbung. Pas jadi jurnalis, mulai tidak terkontrol dah. Begadangnya menjadi-jadi. Malam pasti mengisi perut bareng temen-temen. Akhirnya bengkak di angka 70 kg.
Angka itu bertahan hingga saya lepas pekerjaan sebagai jurnalis. Kadang naik sampai 73 kg gitulah. Dan ini sudah mulai berat sih bagi saya. Tidak bisa selincah dulu, tidak bisa kayang salto hahahaha. Pas berangkat ke Thailand itu, berat saya di angka 70 kg.
Lalu "diet" tak sengaja itu terjadilah. Di Thailand, udaranya lembab, panas, gerah, berkeringat. Pokoknya baru keluar dari hostel aja sudah basah kaos saya. Tapi ya mau bagaimana lagi. Nah, kebetulan juga karena saya jalan-jalan dengan budget sangat minim, saya harus mengerem banyak pengeluaran.Pertama, saya mengerem budget transportasi, say no to taxi, lebih sering jalan kaki atau naik bus umum. Jalan kaki menjadi favorit saya, karena menurut saya, dengan jalan kaki saya bisa mengeksplorasi suatu daerah dengan maksimal. Bisa berhenti kapan saja, keluar masuk, blusukan. Efeknya, ya lumayan capek dan basaaaaahhh.....keringat selalu membanjiri. Bau matahari juga menempel. Kedua, saya mengerem pengeluaran untuk makan. Tidak boleh ngemil!. Jadi makan bener-bener yang kebutuhan tiga kali sehari saja. Bahkan, saya sering melewatkan sarapan. FYI, saya sejak sekolah jarang sekali sarapan. Sekalinya sarapan, pasti perut mules-mules mengganggu aktivitas. Balik lagi soal makan, biasanya saya makan siang dengan membeli roti-roti di 7/11, baik yang dalam kemasan maupun yang bisa dihangatkan. Sangat layak untuk mengganjal perut. Malamnya, kadang saya menikmati food street supaya ada variasi. Kesukaan saya adalah spring roll, dengan isian taoge, kadang pake telur dikocok, ada juga yang isianya campur seafood. Di Khao San Road banyak, dulu sekitar 10 Baht per porsi.
Saya bukannya tidak ngemil sama sekali. Tetapi ngemil saya lebih sehat. Biasanya siang-sore itu saya ngemil buah potong segar yang banyak di jual di Bangkok, dengan harga per plastik 10 Baht. Itu menyegarkan sekali. Yang tidak bisa saya tahan juga adalah minum. Di sana udah kayak unta...cleguk...cleguk...cleguk terus, sampai habis beberapa air minum botol dalam sehari.
Itu nyaris berlangsung 10 hari. Tentu menunya itu tidak full seperti itu dalam 10 hari ya. Beberapa kali saya juga mencicipi masakan khas setempat. Satu hal yang menjadi perhatian saya setelah saya pulang, ternyata saya nyaris tidak pernah mengkonsumsi nasi! Entah itu ada kaitannya atau tidak, entah apakah pola makan saya dalam 10 hari itu jadi penyebab atau tidak, entah kebiasaan jalan jauh saya mempengaruhi atau tidak, tetapi yang jelas, sampai di rumah beberapa hari kemudian saya sadar, berat badan saya yang semula 70 kg saat berangkat, turun menjadi 62 kg. Artinya lemak 8 kg minggat dalam waktu 10 hari !! Bravooooo....hahahahaha.
Saya masih ingat sekali, begitu pulang sampai Solo setelah perjalanan 10 hari itu, adik saya teriak. "Ya ampuuun, awakmu mas....kuru, ireng, koyo wong ilang!"
Roaming ?
"Ya ampun, badan kamu mas....kurus, hitam, kayak anak hilang !"
Hahahaha. Sama kayak adik saya, Ibu saya pun juga kaget dan ngakak melihat perubahan saya. Apapun, meskipun tidak ada niat sebelumnya untuk menurunkan berat badan, berkurangnya lemak membuat saya merasa lebih sehat, lincah, bersemangat...dan hensem !! :)
Cheersss...
Ariy
3 comments:
Jadi inget!
Walau ga seekstrim itu (tetep makan nasi 2x sehari), berat badan tetep turun bbrp kilo pas habis jalan2 4 hari. Kalau aku sih lebih karena banyak jalan kaki & gerak ksana kesini mas :D (Ngemil & makan nasi, teteeep)
oot, oh klo disana jg pake "awakmu" ya? dulu pernah dketawain temen pas di Maang gara2 pake bahasa "awakmu", tp ujung2nya mereka juga ikutan hehehehehehe
ide diet yang menarik :D tapi beneran patut dicoba! :) perjalanan berikutnya harus timbang badan sebelum & sesudahnya nih...
btw, kalo sekarang beratnya berapa mas? (bukan pertanyaan sensitif kan :D)
@Dian
dan serunya, diet ini dilakukan sambil seneng-seneng. Gak ada sedihnya :).
"Awakmu" kalau di Solo bukan berarti "dirimu" seperti di daerah lain. Tetapi lebih berarti "badan kamu" dari kata "awak" yang artinya "badan" :)
@Kei:
Hahaha...sekarang 73 kg!!!
Post a Comment