sumber: www.lonelyplanet.com |
Saya sendiri tidak tahu kenapa Vietnam menjadi negara yang sangat ingin saya kunjungi, tetapi juga menjadi negara yang sepertinya susah saya jejaki...
Tahun 2013 saya sudah merencanakan ke sana. Lalu menabung dan berencana berangkat tahun yang sama, atau setidaknya tahun 2014. Harap maklum, saya bukan traveler yang duitnya longgar. Saya benar-benar harus nabung, menyisihkan uang dari berbagai sumber. Apalagi setelah saya memutuskan untuk tidak ngantor, maka sumber utama tidak ada.
Tahun 2013 akhirnya saya gagal ke Vietnam karena ada pekerjaan sampingan di luar kota. Tahun 2014, saya bahkan sudah membeli tiket berangkat, rencananya Agustus akan jalan, tetapi takdir berkata lain, saya harus mengurungkan niat karena kena musibah dan uangnya harus dipakai untuk keperluan lain.
Sementara Vietnam dengan segala kemisteriusannya terus menari-nari di benak saya...
Sejak SD saya sudah dijejali dengan bacaan kisah-kisah human interest terkait perang Vietnam di Majalah Intisari. Kakak saya kebetulan berlangganan majalah yang bagi saya saat itu adalah majalah yang paling keren. Cerita-cerita perjuangan rakyat Vietnam yang hidup di bawah tanah, di lorong-lorong Cu Chi Tunnels, begitu menancap di benak saya. Saya masih tidak bisa membayangkan bahwa di lorong-lorong bawah tanah Vietnam ada kehidupan yang diatur sedemikian rapi, termasuk ada rumah sakitnya pada saat itu.
Maka untuk mematikan rasa penasaran itu, akhirnya saya merencanakan untuk mengunjungi Vietnam pada November 2015. Awalnya rute saya adalah : Solo - Singapura - Ho Chi Minh City (Vietnam) - Phnom Penh - Siem Reap (Kamboja) - Bangkok - Chiang Mai - Chiang Khong (Thailand) - Huay Xa (Laos). Artinya saya akan melintasi lima negara. Tetapi kemudian semua kacau balau karena tiket murah yang saya beli dari Air Asia dibatalkan secara sepihak dan saya tidak memiliki opsi lain selain beli tiket baru mengingat kompensasi yang diberikan Air Asia tidak sesuai jadwal. Saya tidak tahu pasti, apakah uang tiket saya yang dibatalkan itu bisa kembali atau tidak. Tetapi terakhir saya cek di akun saya, refund dana itu ditolak yang artinya Rp 100.000 melayang. Mau untung dapet tiket promo, tapi malah buntung. Jadi tidak hanya beli tiket baru yang lebih mahal, tetapi saya juga harus kena masalah akibat pembatalan sepihak oleh Air Asia (baca "Ditahan di Singapura"). Belajar dari masalah yang pernah saya alami, saya sudah tidak tergoda lagi dengan promo segala nol rupiah dan apalah dari Air Asia. Kalau pun saya menggunakan maskapai itu, saya hanya akan booking sesuai kebutuhan. Kalau butuhnya tahun depan, ya booking saya tahun depan. Kapok.
Itu salah satu hal yang menurut saya sepertinya ada saja kendala saat hendak ke Vietnam. Ada baiknya sebelum ini, Anda membaca dua postingan bersambung saya yang "ditahan" imigrasi Singapura. Itu adalah saat saya transit sebelum menuju ke Vietnam.
17 November 2015 :
Pagi-pagi saya terbang dari Bandara Adi Soemarmo Solo menuju ke Kuala Lumpur. Saya tiba di KLIA dan beberapa jam masih harus menunggu untuk penerbangan saya menuju Singapura. Saya habiskan waktu dengan makan di food court KLIA, lalu jalan-jalan nggak jelas, lalu ngemil roti di salah satu gerai makanan di sana yang entah apa namanya saya lupa. Somehow...saya merindukan LCCT dengan segala kesederhanaannya. LCCT adalah Low Cost Carrier Terminal di Kuala Lumpur tempat naik turunnya penumpang pesawat bertiket murah. Saya sudah sedemikian akrabnya dengan LCCT sampai hapal spot-spot mana yang enak buat tiduran, buat ngopi, buat makan dan lain sebagainya. Tetapi sekarang seperti Airasia operasionalnya pindah ke KLIA. Lebih bagus, tapi bagi saya terkesan kaku dan sombong. Dasarnya saya emang traveler kere ya hehehe.
Semuanya sih lancar-lancar saja...maksudnya penerbangannya. Lalu sampai di Changi saya masih muter-muter jalan-jalan dulu sebentar sebelum keluar melalui pemeriksaan imigrasi. Nggak lama sebenernya jalan-jalannya. Saya hanya ingin antrian di meja imigrasi nggak ada lagi. Benar juga...antrean sepi. Paspor saya siap distempel...
Dan inilah awal penderitaan saya selama 2 jam berikutnya. Silakan baca di tulisan "Ditahan" Di Singapura.
17 November 2015 malam :
Setelah berhasil lolos dari interogasi Imigrasi Singapura, saya masih harus menenangkan diri di ruang tunggu sambil menunggu pesawat teman saya dari Jakarta mendarat. Bagi saya pengalaman di interogasi lama itu adalah pengalaman yang menyebalkan. Sambil menunggu teman, saya membunuh waktu dengan berselancar di dunia maya.
17 November 2015 :
Pagi-pagi saya terbang dari Bandara Adi Soemarmo Solo menuju ke Kuala Lumpur. Saya tiba di KLIA dan beberapa jam masih harus menunggu untuk penerbangan saya menuju Singapura. Saya habiskan waktu dengan makan di food court KLIA, lalu jalan-jalan nggak jelas, lalu ngemil roti di salah satu gerai makanan di sana yang entah apa namanya saya lupa. Somehow...saya merindukan LCCT dengan segala kesederhanaannya. LCCT adalah Low Cost Carrier Terminal di Kuala Lumpur tempat naik turunnya penumpang pesawat bertiket murah. Saya sudah sedemikian akrabnya dengan LCCT sampai hapal spot-spot mana yang enak buat tiduran, buat ngopi, buat makan dan lain sebagainya. Tetapi sekarang seperti Airasia operasionalnya pindah ke KLIA. Lebih bagus, tapi bagi saya terkesan kaku dan sombong. Dasarnya saya emang traveler kere ya hehehe.
- Oya, tiket saya Solo - Kuala Lumpur seharga sekitar Rp 400.000. Lebih mahal Rp 300.000 dari tiket awal yang saya beli dan dibatalkan oleh Air Asia seenak udelnya (dendam!)
- Tiket Kuala Lumpur - Singapura dengan Air Asia saya dapatkan dengan harga sekitar Rp 200.000. Jadi total jenderal dari Solo - Singapura yang rutenya belok dulu ke Malaysia ini saya dapatkan harga Rp 600.000. Rute belok inilah sumber kesialan saya di Changi.
17 November 2015 malam :
Semuanya sih lancar-lancar saja...maksudnya penerbangannya. Lalu sampai di Changi saya masih muter-muter jalan-jalan dulu sebentar sebelum keluar melalui pemeriksaan imigrasi. Nggak lama sebenernya jalan-jalannya. Saya hanya ingin antrian di meja imigrasi nggak ada lagi. Benar juga...antrean sepi. Paspor saya siap distempel...
Dan inilah awal penderitaan saya selama 2 jam berikutnya. Silakan baca di tulisan "Ditahan" Di Singapura.
17 November 2015 malam :
Setelah berhasil lolos dari interogasi Imigrasi Singapura, saya masih harus menenangkan diri di ruang tunggu sambil menunggu pesawat teman saya dari Jakarta mendarat. Bagi saya pengalaman di interogasi lama itu adalah pengalaman yang menyebalkan. Sambil menunggu teman, saya membunuh waktu dengan berselancar di dunia maya.
- Untuk menggunakan Wifi gratis di area Airport Changi gampang kok. Aktifkan Wifi di smartphone, lalu pilih Wireless@SG, lalu sign up di halaman pendaftaran. Cantumkan nomor telepon yang aktif ya (nomer lokal kayak Telkomsel dan XL misalnya bisa aktif kok)...karena password akan dikirim melalui SMS. Setelah dapet password...siap berselancar.
Setelah menunggu sekian lama dan sempet saling mencari, akhirnya saya bertemu teman saya. Hal pertama yang saya lakukan adalah curhat tentang perlakuan imigrasi Singapura kepada saya tentu saja! Hal kedua setelahnya adalah mencari makan. Kami (saya khususnya) sebenernya traveling dengan bener-bener on budget. Makan di area airport adalah satu kesalahan. Tetapi akan lebih salah kalau kami harus keluar airport dan mencari makan di luar karena itu berarti harus bayar MRT - menuju kota, lalu cari food court murah...yeee, sama juga bohong kan. Akhirnya kami sepakat akan makan di salah satu kedai makan di salah satu terminal yang menyajikan makanan Vietnam. Ya, itung-itung sebagai pemanasan. Tetapi cewek yang melayani kami belum-belum sudah bilang bahwa menu yang mereka sajikan tidak halal. Mungkin dia melihat tampang Arab teman saya. Akhirnya kami pindah, ke sana ke mari mencoba mencari makanan yang murah (soal rasa belakangan) tetapi nggak nemu juga. Dan takdir kami saat itu berakhir di Burger King !! oalaaah.
Malam itu kami tidur di area free internet. Lokasinya agak tersembunyi di bagian atas salah satu terminal di Changi (saya lupa terminal berapa). Tetapi itu adalah tempat paling sempurna untuk merebahkan diri di karpetnya. Lokasinya kebetulan agak sepi, sejumlah perangkat komputer dengan jaringan internet gratis teronggok tak berguna di atas meja-meja yang tersedia. Di sana juga tersedia sofa-sofa yang kebanyakan kosong. Di salah satu sudutnya, terlihat pemandangan sepasang suami isteri bule dengan dua anaknya yang masih Balita tertidur di lantai dengan nyamannya, berselimut kain.
Tak butuh waktu lama, saya dan teman saya sudah mencari kolong-kolong meja yang bisa dipakai buat tidur. Ternyata, di beberapa kolongnya sudah teronggok beberapa traveler bule yang juga mau ngesot numpang tidur hahahaha. Saya memilih satu meja yang kolongnya agak besar dan berada di pojokan. Hanya supaya saya tidak mengganggu tidur traveler lain dengan suara ngorok saya hihihi. Malam itu, akhirnya banyak traveler lain yang tidur seperti kami...beralas karpet, berbantal backpack. Dan itu nyaman sekaliii....
18 November 2015 :
Pagi buta kami sudah bangun. Tidurnya lumayan nyenyak. Lebih enak lagi karena di situ juga ada toilet bersih yang tidak banyak pemakainya. Jadi leluasa membersihkan diri. Pesawat kami akan terbang pukul 07.05 waktu Singapura. Sebenarnya kami memiliki banyak waktu pagi itu. Kami akan berangkat ke Ho Chi Minh City menggunakan pesawat Tiger Air. Pengalaman saya menggunakan Tiger Air, saya selalu puas. Bahkan terakhir kali saya naik pesawat ini, mereka masih memberikan snack gratis.
Kami pun memilih menunggu di ruang tunggu sekitar gate tempat boarding Tiger Air. Masih lama. Oya, pagi itu saya bertemu Tracy Trinita yang supermodel tahun 2000-an itu. Dulu saya sangat terobsesi dengan Tracy saat dia muncul sebagai cover di Majalah JakartaJakarta (ini salah satu majalah yang ngehits lho...iya ketauan tua hehehe), terus makin terobsesi pas Tracy muncul di video klip Java Jive yang "Gerangan Cinta" dan "Permataku". Beuuuuh...dan sekarang ketemu in person, supermodel Indonesia yang tinggi dan cantik yang sudah melahap runway di New York hingga Paris. Tracy kelihatan sederhana, berjalan sendirian mendorong trolly. Dia ramah juga karena sempat lempar senyum ke arah saya. Cantiikknyaaaa.... Okay...stop it.... Kembali ke perjalanan saya ya...
Pagi itu semua berjalan sempurna setelah segala kekacauan yang saya alami sebelumnya. Proses di imigrasi lancar dan pesawat pun tidak mengalami keterlambatan. Pukul 07.05, Tiger Air membawa kami terbang menuju ke Vietnam...so long, damn Singapore !!
18 November 2015:
Sekitar pukul 08.15 waktu HCMC kami tiba di Tan Son Nhat International Airport. Menurut saya bandara ini tidak terlalu besar, namun cukup bersih dan rapi. Nyaman. Dan hari itu, untuk pertama kalinya masuk ke sebuah negara mendapatkan pelayanan di meja imigrasi dengan super cepat. Padahal saya sudah deg-degan kalau kejadian di Changi akan terulang. Tetapi hari itu semua super lancar dan paspor saya sudah distempel kurang dari dua menit setelah petugasnya mengecek. Mereka mengecek sambil sibuk ngobrol antarpetugas di meja yang berbeda lho...ahh...mungkin mereka lagi sibuk bergosip dan hari itu saya beruntung hehehe.
Keluar dari pintu utama airport, saya mencari orang hotel yang akan menjemput. Saya sudah booking hotel untuk malam pertama di Giang Son 2 Hotel. Lokasinya di 283/24 Pham Ngu Lao, District 1, HCMC. Kebetulan saya yang bertugas mencari hotel dan dari sekian banyak pertimbangan, saya memilih hotel ini. Pertimbangan pertama adalah lokasi yang harus di District 1. Dari hasil survei dan cerita teman-teman, memang District 1 paling strategis, meskipun sisi lainnya juga dinilai berisik. Tapi karena ini hari pertama, kami tidak ingin memulai hari dengan tersesat. Jadi lokasi adalah sangat penting. Nah, untuk menuju ke sana, saya dan teman patungan untuk menggunakan mobil jemputan dari hotel. Tarifnya 15 USD, jadi masing-masing kami setor 7.5 USD...beuhhh, mahal juga ya...
Tak lebih dari 5 menit, kami sudah menemukan penjemput kami yang membawa kertas dengan nama saya selalu pembooking. Tetapi ternyata kami tidak langsung menemukan mobilnya. Menunggu sekitar 5 menit sebelum kami diserahkan ke seorang sopir dengan mini bus yang lumayan bagus. Maka berangkatlah kami ke kota.
Mobil yang kami tumpangi sangat nyaman dan kelihatan masih lumayan baru. Sopirnya (saya lupa namanya padahal sempat tanya) sangat antusias untuk berbincang dalam bahasa Inggris. Kami salut dengan semangatnya untuk berani berbicara dalam bahasa Inggris. Sopir ini orangnya lucu dan kadang di tengah jalan dia menyanyi. Lalu saat melihat seorang polisi lalu lintas, dia sempat misuh-misuh dalam bahasa Vietnam dan ingin menghajar polisi itu. Usut punya usut, ternyata polisi lalu lintas di Vietnam banyak yang brengsek juga. Dia cerita, polisi di sana suka cari duit dari tilang. Makanya dia sangat sebal hahaha. "Aku ingin menonjok mukanya!" kata dia dengan bahasa Inggris ngasal.
Lalu lintas di Ho Chi Minh City itu ruwet banget. Banyak sekali motor dengan pengendaranya menggunakan helm yang kalau di Indonesia belum SNI. Kalau di Jawa, helm seperti itu terkenal dengan sebutan helm "ciduk" (gayung) karena bentuknya yang setengah lingkaran dan bisa dipakai buat gayung. Di Indonesia helm semacam ini pernah hits tahun 1990-an sebelum kemudian dilarang karena tidak mampu melindungi penggunanya secara sempurna.
Saya lupa berapa lama perjalanan dari airport ke kota. Tetapi perkiraan saya sekitar 30-40 menit. Setelah tiba di kota, sopir menurunkan kami di ujung sebuah gang. Saya sudah waswas, wah...jangan-jangan hotel yang saya booking adalah rumah penduduk? tetapi saya lihat foto-fotonya bagus kok. Si sopir menujukkan arah masuk ke gang di mana hotel kami berada. Saya agak ragu juga masuk ke dalam gang. Di ujung gang, beberapa orang penduduk tampak asyik kongkow di depan ruko.
Ternyata hotel kami nggak mengecewakan. Kami disambut perempuan cantik dan ramah yang (lagi-lagi) saya lupa namanya dengan welcome drink yaitu jus orange, dan boleh nambah sesukanya. Ruang lobby-nya bersih, lalu terlihat ada semacam pantry luas yang terhubung dengan meja panjang tempat tamu makan atau sekadar duduk-duduk ngobrol.
Lobby Giang Son 2 Hotel |
Kamar kami |
Toilet |
Kamar kami sangat bersih dan nyaman dengan kamar mandi dalam. Lokasinya tepat di belakang lobby dan berhadapan dengan meja makan yang panjang tadi. Termasuk dalam fasilitas adalah Wifi dan sarapan pagi. Sedangkan fasilitas kamarnya cukup lumayan, ada TV kabel, toiletries komplit, AC juga dingin. Saya pikir dengan harga yang kami bayar sekitar Rp 250.000-an sangatlah layak.
Hari itu kami memulai hari dengan istirahat sebentar, mandi, lalu cari sarapan. Saya tidak punya bayangan akan sarapan apa...dan tanpa disangka teman saya justru mengusulkan sarapan makanan India. Oh really ? Makan masakan India di Vietnam ? Awalnya saya ragu...tetapi setelah menuju ke sana, sebuah gang sempit yang tidak jauh dari District 1, saya tertarik mencicipi juga...eh ternyataaa.....wueeeenak ! :)
Next : Rencana berubah, kami harus ke Mui Ne...seru !!
2 comments:
Berlanjutnya bakalan lama nggak mbas? hehehhehe, semoga tetap bisa baca keseruannya mas waktu ke LN :-D
Mas mau tanya gimana ya cara nya untuk bisa pesen mobil penjemput dari bandara ke hotel tempat mas nginep di ho chi min. Rencana saya juga mau ke sana tgl 20 november ini
Post a Comment