Bahkan kisah cintaku kalah rumit dengan lalu-lintas di HCMC |
20 November 2015 :
Pagi yang malas di Mui Ne, sekaligus hari terakhir sebelum saya harus meninggalkan tempat yang tenang tapi seru ini. Tidak banyak yang bisa saya dan teman saya lakukan pada pagi ini.
Setelah mandi, kami sempat jalan sebentar ke pantai, sebelum kemudian nyari sarapan. Agak susah juga nyari sarapan sepagi ini, mungkin karena kebanyakan tamu sudah sarapan di hotel, sementara kami nggak dapet sarapan. Rumah makan yang semalam sepertinya berderet-deret bersaing mencari tamu, tiba-tiba saja seperti bungkam. Mereka belum buka.
Kami sepakat untuk jalan-jalan ke pasar tradisional yang letaknya cuma sepelemparan kolor dari hotel. Kalau diajak ke pasar tradisional saya paling suka...udah kayak emak-emak. Padahal di sana juga cuma mengamati aja orang melakukan aktivitas. Seperti pagi itu pun ya sama, melihat para pedagang bertemu dengan pembeli. Ternyata banyak juga turis bule yang masuk pasar. Sasaran utama mereka biasanya buah, karena mungkin banyak buah aneh yang tidak mereka temui di negara mereka. Kalau saya, biasanya suka melihat-lihat penganan khas atau tradisional mereka, seperti kue-kue atau semacamnya. Kalau buah, nyaris sama dengan Indonesia.
Akhirnya kami makan di rumah makan samping pasar yang dijaga seorang Bapak-bapak. Rumah makan yang cukup besar dengan tamu hanya saya dan teman saya. Udah kepikiran pasti mereka belum siap masakan sepagi itu. Eh ternyata mereka siap. Saya memilih (lagi-lagi) Chicken Pho karena saya ingin makanan berkuah. Teman saya memilih sebangsa nasi goreng sea food dengan bulir nasinya yang besar dan bersih berisi.
Rencana kami hari ini agak-agak nggak jelas. Kami sebenarnya ingin langsung naik bus dari Mui Ne ke Siem Reap, Kamboja untuk menyingkat waktu. Tetapi tentu saja tidak ada bus terusan macam itu mengingat secara geografis emang akan lebih mudah melalui jalur Ho Chi Minh City (HCMC). Teman saya masih bertanya kemungkinan untuk mengambil rute Mui Ne - HCMC - Siem Reap. Saya sudah berpikir itu tidak mungkin (bila melihat peta), kecuali naik pesawat. Tetapi kami membiarkan ide itu terbuka dan akan mengkonsultasikan ke agen perjalanan yang menjual tiket bus di HCMC. Kalau memungkinkan ya diambil, kalau nggak ya kembali ke rencana awal. Tetapi tetap, kami mau tidak mau dari Mui Ne harus kembali ke HCMC (lagian memang tiket sudah dibeli).
Dari sarapan, kami menghabiskan sisa waktu beristirahat di hotel, mengingat siang ini akan melakukan perjalanan kembali ke HCMC. Mungkin inilah waktu yang benar-benar longgar setelah kami seperti berkejaran dengan waktu melakukan ini itu dalam beberapa hari pertama. Sekitar jam 12.00-an kami sudah turun ke lobby hotel dan siap-siap untuk menuju ke jalan besar menunggu bus jemputan. Tetapi kata staf hotel nanti akan ada yang memberitahu kami apakah bus sudah datang atau belum. Eh ternyata, belum juga 10 menit di lobby, seorang staf hotel memberitahu bahwa bus sudah menunggu dari tadi...wakakakakaka. Dibantu dia yang membawakan backpack kami, berlarianlah kami menuju jalan besar tempat bus sudah menunggu. Sampai di bus, kondekturnya sudah ngomel-ngomel dengan bahasa yang tidak kami mengerti...hahaha maaf. Wajahnya sengak banget melihat kami...wakakakak. Tampar saya bang...tamparrrr hahaha.
- Jadi kalau mau ke Mui Ne dari HCMC, beli tiket busnya sekaligus sudah booking hotel ya (booking hotel sendiri di luar tiket bus). Nama hotel kita akan dicatat di tiket, supaya bus bisa mengantar kita tepat di depan hotel. Beli tiketnya mending pulang-pergi langsung, jadi mereka nanti akan menjemput kita di waktu yang tertera di tiket. Ini menurut saya cara yang sederhana dan memudahkan wisatawan. Bayangkan kalau kita belum booking hotel dan diturunkan di sembarang pesisir Mui Ne...itu kan jalannya panjaaaang...ya kalau langsung nemu hotel murah, lha kalau di sekitar kita hotel mahal semua? Pedih kan?
Lalu seperti memutar kaset lama, siang itu kami menghabiskan waktu 6 jam dalam kebosanan perjalanan darat Mui Ne - Ho Chi Minh. Tidak banyak yang bisa dilihat dalam perjalanan darat itu, selain sekali lagi bus model sleeper emang paling nggak keren buat nikmatin pemandangan di perjalanan. Bener-bener mati gaya.
Sore hari kami sudah tiba kembali di HCMC. Satu malam lagi akan kami habiskan di HCMC sebelum kami akan menuju ke Kamboja. Oya, kami sudah memesan kamar di Hong Kong Kaiteki Hotel, yang masih di Pham Ngu Lao, District 1 tidak jauh dari hotel pertama yang kami inapi. Kenapa kami memilih ini? Saya kebetulan yang memang ngidam pengen tinggal di hotel kapsul. Apalagi rate-nya yang cukup murah, cuma Rp 100.000. Teman saya mengamini. Perkara hotel kapsul ini memang sudah menjadi keinginan sejak lama. Bukan karena permintaan jabang bayi sih, tetapi karena penasaran aja dengan sensasi tidur di hotel yang lebih gede sedikit dari peti mati ini. Serem? Nggak...seru malah :).
Sebenarnya saya harus berhati-hati sekali kalau ingin me-review tentang hotel yang dibaca orang. Karena standar saya seringkali masih di bawah standar orang kebanyakan, yang artinya kalau saya bilang nyaman, bisa jadi bagi orang lain nggak. Gaya jalan saya sudah sangat jelas ya...on budget...sangat-sangat-sangat. Jadi memang buat yang keuangannya longgar atau tidak biasa jalan seadanya, ya abaikan pendapat saya. Termasuk soal hotel kapsul ini. Kalau Anda lihat review-nya tidak begitu bagus, hanya sekitar 7 poin sekian, bagi saya secara fasilitas masih bagus-bagus aja tuh...nah, beda kan? Kalau saya baca review -nya, yang dikeluhkan tamu antara lain soal matras yang tipis seperti gambar di atas, jadi keras nggak empuk kayak hotel. Ada juga yang mengeluhkan soal kamar mandi kotor. Anda juga yang mengeluhkan suara orang keluar masuk kamar. Ada juga yang mengeluhkan soal suara bising di luar. Bagaimana tanggapan saya soal itu?
Kalau soal matras yang tipis, kok saya nggak masalah ya. Saya ini sudah kebal. Tidur di emper stasiun (bener-bener emper, bukan di dalam stasiun ya) di China dengan alas kardus juga pernah. Iya berani karena kebetulan banyak warga lokal yang melakukan hal sama hehehehe. Jadi kalau dapet yang seperti gambar di atas, ya sudah sangat bersyukur. Kebersihan? Menurut saya cukup bersih (atau saya yang nggak higienis?). Kamar mandi kotor ? Nggak deh. jauh lebih kotor kamar mandi terminal. Suara orang keluar masuk mengganggu ? Ya saya sarankan ambil yang kamar private. Karena konsep hotel kapsul ini kayak dorm. Jadi jangan berharap banyak soal keheningan malam yang membuat tidur Anda nyenyak. Lagian bisa disumpel head set kok kupingnya. Soal suara bising di luar? Pilihannya hanya dua, mau bising tapi lokasi strategis atau mau tenang tapi lokasi jauh di pinggiran kota? Jadi semuanya sebenernya soal bagaimana kita menikmatinya.
Balik ke perjalanan saya, setelah check in, kami diminta mencopot sepatu, kemudian mengganti dengan sandal yang mereka sediakan. Sepatu kita akan disimpan di loker kecil di depan resepsionis. Kuncinya kita bawa. Ada dua kunci yang diberikan ke kita, yaitu kunci menyimpan sepatu kita di luar dan kunci loker besar yang ada di ruangan dekat kapsul-kapsul itu untuk menyimpan backpack kita. Setelah ganti sandal hotel, kita diberi handuk. Naik deh ke lantai empat (kalau nggak salah) dan masuk ke ruangan khusus laki-laki. Di sana wujudnya seperti lorong panjang (mengingat hotel ini seperti berada di bangunan Ruko berlantai tingkat banyak. Model kapsulnya susun dua, satu di dasar dan satunya lagi di atasnya. Dalam satu ruangan itu ada sekitar 10 kapsul tingkat atau artinya total 20 bed. Setiap kapsul disediakan TV kabel, colokan listrik, colokan untuk ear phone, bantal dua, fasilitas wifi, dan ada tirai untuk menutup "kamar" kita. Bagi saya, karena ini pengalaman pertama ya saya bertingkah kampungan banget...foto-foto dan seneng banget.
Kamar mandinya oke juga kok, meskipun ada yang rusak juga. Kalau kamar mandi cowok agak bau sih. Tapi nggak sampai ke kamar meskipun posisinya satu ruangan terbuka dengan kapsul-kapsul itu. Yang penting saya sih bisa mandi bersih di tempat yang tidak menjijikkan (saya agak ribet soal kamar mandi hotel). Oya, di sini ada juga air panas. Lumayan untuk merenggangkan otot-otot tubuh.
Setelah mandi, kami harus segera hunting tiket menuju ke Siem Reap. Beberapa agen perjalanan kami masuki, jawabannya sama : kami harus ke Phnom Penh dulu sebelum ke Siem Reap. Ya iyalah secara jalur di peta juga mau tidak mau melewati Phnom Penh. Kami akhirnya harus menyerah dengan kondisi ini. Jadi ini gambarannya:
- Banyak bus dari HCMC (Vietnam) ke Phnom Penh (Kamboja), jadi jangan khawatir. Nyaris setiap jam malah ada. Beberapa operator bus antara lain: Mekong Express, Sapaco Tourist, Malinh Express, Kumho Samco, Phnom Penh Sorya, dll.
- Harga tiket bus antara USD 8 - USD 12 tergantung operator bus serta berapa fee yang diambil agen perjalanan.
- Lama perjalanan sekitar 6 jam dengan jarak 285 kilometer.
- Penting nih: Operator bus ini juga akan meng-handle semua terkait pengecekan paspor di imigrasi saat melewati perbatasan Vietnam - Kamboja.
- Ada pilihan beli tiket terusan HCMC - Phnom Penh - Siem Reap tanpa istirahat (hanya ganti bus saat masuk ke Kamboja). Atau pilihan kedua, beli tiket HCMC - Phnom Penh saja, lalu di Phnom Penh beli tiket lagi ke Siem Reap.
Akhirnya kami memilih yang kedua, yaitu beli tiket HCMC - Phnom Penh. Harapan saya sih bisa istirahat sebentar di Phnom Penh, sorenya, lalu malam ambil bus ke Sieam Reap dengan harapan bisa sampai pagi hari di Sieam Reap. Khawatir kalau sampai Siem Reap malam dan diturunkan di antah berantah, susah transportasi, ketemu orang nggak bener...hiiih. Oya, saya juga memilih bus yang pake kursi saja...no more sleeper bus...BIG NO !
Setelah dapat tiket bus, acara berikutnya makan (lagi). Iya soalnya kami belum makan setelah dari Mui Ne. Dari makan malam, kami jalan-jalan di taman dan di pub street sepanjang Pham Ngu Lao itu yang kalau malam udah kayak pasar tumpah. Kawasan District 1 ini setiap malam seperti nggak tidur. Lalu lintas semakin ruwet dengan bus kota, bus pariwisata, pejalan kaki, sampai ratusan motor yang hilir mudik nggak pakai aturan. Kalau di Indonesia lalu-lintas macam begini sudah saling pelotot-pelototan atau malah saling gampar. Lalu lintasnya malam itu emang bededah sekali.
Malam itu, setelah semua ritual standar terselesaikan, saya tidur dengan nyaman dan nyenyak di dalam kapsul...zzzz....zzzz...zzzz...sebelum beberapa jam kemudian petaka terjadi !
21 November 2015 :
"Paspor gue nggak ada, Rik" ujar teman saya pagi-pagi setelah kami packing untuk segera mengejar bus menuju ke Phnom Penh. Saya celingukan. Serius nggak ada? Dibongkarlah segala tempat tidur dan tas-tas kami. Tidak ada. Kami pun turun mengecek ke resepsionis, jawaban resepsionis yang pagi itu masih tertidur saat kami mau check out adalah mereka tidak menyimpan paspor teman saya. Semua sudah dikembalikan setelah mereka meng-copy paspor saat kami check in kemarin sore. Lho??? Lalu kemana ??? Kalau paspor saya sih ada. Lha paspor teman saya??
"Lu tau kan gue bukan yang teledor untuk hal-hal penting kayak gini," ujar temen saya. Saya hanya mangut-mangut. Iya sih. Dari awal kami sudah sering saling mengingatkan, "Paspor mana...paspor mana?" atau "Awas dompet...dompet" dan semacamnya. Supaya hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi di perjalanan bisa diantisipasi. Dan sekarang paspor teman saya raib !! Celaka tiga belas !!
Dalam waktu yang tidak begitu lama, teman saya sudah berdebat sengit dengan resepsionis. Teman saya bersikukuh paspor dipegang pihak hotel, sementara si staf hotel bilang paspor sudah dikembalikan. Mereka berdebat sengit dan saya tidak tahu mana yang benar. Lalu kami berdua kembali ke kamar untuk mengecek ulang siapa tahu nyelip di tempat tidur atau tertinggal di mana...mulai dari kapsul, rak kecil di dalam kapsul, sampai ke loker saya buka. Tidak ada !! bahaya. Kalau sampai paspor teman saya benar-benar hilang, rusak sudah semua rencana. Paspor hilang itu bencana yang paling tidak diinginkan traveler saat jalan ke luar negeri. Dan kami tidak ingin itu terjadi. Mimpi buruk.
Kami kembali turun ke lobby. Kembali perdebatan yang sama terjadi. Teman saya meminta CCTV lobby dilihat ulang, khususnya saat serah terima paspor. Staf hotel ngomongnya muter nggak jelas. Kali ini dia agak-agak rude sih ke teman saya. Dia bahkan menuduh mungkin paspor teman saya dibawa oleh saya. Lho kok saya? akhirnya backpack saya yang ter-packing rapi harus dibongkar lagi, dan tidak ditemukan paspor di sana. Perdebatan cukup lama terjadi, mungkin hampir sejam-an. Sementara waktu terus berlalu dan kami dipastikan ketinggalan bus menuju Phnom Penh. Saya sempat mengusulkan menghubungi perwakilan RI di HCMC ( Kedutaan Besar RI ada di Hanoi). Tetapi teman saya bersikukuh paspor tidak hilang tapi disimpan pihak hotel.
- Kalo paspor hilang di luar negeri, lapor polisi dulu kemudian minta semacam surat keterangan kehilangan paspor, lalu ke Kedutaan Besar RI atau perwakilan setempat untuk mengajukan surat perjalanan laksana paspor. Selengkapnya konsultasi aja ya ke KBRI bila itu terjadi. Tapi moga-moga tidak terjadi deh. Ribet sumpah.
Perdebatan deadlock. Kami akhirnya hanya duduk terdiam merutuki nasib. Tak berapa lama, muncullah perempuan ini. Dia sepertinya manager hotel. Mereka berbicara dalam bahasa yang kami tidak mengerti. Lalu mereka berupaya untuk memutar kembali rekaman CCTV. Sambil menunggu proses itu, si perempuan ini sibuk mencari-cari di rak dan laci meja resepsionis dan....
Gotcha !!! Dia menemukan paspor teman saya di rak bagian bawah meja resepsionis !!
Serentak hembusan napas lega muncul dari mulut saya dan teman saya. Sementara demi melihat itu, staf cowok yang rude tadi buru-buru minta maaf dengan muka malu. Persoalannya cuma satu : dia tidak mau mendengar penjelasan teman saya dan tidak memiliki keinginan untuk membantu mencari. Pokoknya paspor tidak ada di kami ! op zijn stuk blijven staan !!
Dan sekarang lihatlah ternyata paspor itu mereka simpan ! Teman saya pun kembali mengomeli staf itu. Meski paspor sudah ditemukan, tetapi kami rugi banyak karena kehilangan waktu dan ketinggalan bus ke Phnom Penh yang tiketnya berdua total USD 20. Kami pun komplain kepada perempuan tadi. Meskipun perempuan itu tidak senyum, tetapi dia sangat cekatan dalam memberikan solusi kepada kami. Seharusnya semua pegawai hotel seperti dia. Dia lalu meminta tiket kami dan menelepon agen perjalanan yang nomernya tertera di sana. Hanya dalam waktu tidak lebih 5 menit, kami sudah dipastikan mendapatkan tiket pengganti pada jam berikutnya dan tagihan akan dibayar oleh pihak hotel sebagai bentuk permintaan maaf. Alhamdulillah !
Tanpa berpikir banyak, kami langsung meninggalkan hotel itu dengan membawa note yang dibuat oleh perempuan tadi untuk diberikan kepada pihak agen perjalanan. Meskipun kami lega paspor selamat dan tidak merusak semua rencana kami, tetapi kejadian itu membuat kami lebih hati-hati untuk mengamankan paspor kami. Bagi saya, paspor adalah separuh nyawa saya di perjalanan. Mau ke WC-pun paspor tidak pernah lepas dari kantong celana saya. Serius.
Kami memulai hari dengan buruk sekali kali ini. Tetapi semoga tidak akan merusak mood kami untuk penggal perjalanan berikutnya. So long Vietnam...Hello Cambodia !!
Next : Numpang Kencing di Phnom Penh, Selamat Datang Di Kamboja !
4 comments:
selalu ada kata selemparan kolor wkwkwkwkwk....
@ana setya
wakakaka...pecinta kolor :p
Wah untung masih bisa dapat passportnya yah. Jadi gak perlu ribet ngurus sana ngurus sini.
Saya sendiri pernah travel bareng teman yang passportnya memang hilang dan baru sadar passport hilang beberapa jam sebelum flight keberangkatan untuk meninggalkan negara tersebut. Silahkan disimak ceritanya disini:
http://cipuceb.blogspot.co.id/2014/06/bertemu-inspektur-vijay-di-fiji.html
Kirain benar-benar hilang terus ngurusin ke KBRI. Hahahahhaa, beruntunglah :-D
Post a Comment