Paling benar memang membuktikan dengan mata kepala sendiri, karena cerita orang atau tulisan di blog maupun situs travel tentang betapa bagusnya suatu destinasi kadang ternyata tak sesuai ekspektasi atau sebaliknya yang jelek menurut orang bisa jadi bagus menurut kita. Pun jangan percaya cerita saya sebelum Anda membuktikan sendiri :)
White Sand Dunes foto indah ini milik www.expatads.com |
19 November 2015:
Pagi di Ho Chi Minh City (HCMC)...semua alarm sudah disetel supaya saya bisa bangun pagi. Hari itu adalah hari kedua saya dan teman saya berada di Vietnam. Kami sudah memegang tiket bus menuju ke Mui Ne. Sebenarnya masih ingin malas-malasan mengingat tenaga kami sudah terforsir sejak hari pertama. Tetapi kami tidak jauh-jauh ke Vietnam untuk tidur dan bermalas-malasan.
Pagi itu, sarapan di hotel disediakan oleh staf, seorang cowok yang masih muda yang tidak paham bahasa Inggris. Kami menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi. Saya meminta scrumble egg agak kering, karena saya tidak suka telur masih setengah matang, namun cowok itu kebingungan sampai harus menelpon temannya untuk datang dan menterjemahkan apa yang saya mau. Dia helpful orangnya, jadi saya mengapresiasi itu. Pagi itu sarapan saya adalah scrumble egg, masih ditambah baguette (roti Perancis yang panjang dan lebih gede dari pentungan satpam itu), minumnya ada teh, jus orange, kopi, silakan pilih. Menurut saya cukup istimewa mengingat saya biasa makan kelas angkringan.
Setelah selesai semua sarapan, kami bergegas menuju ke lokasi travel agent yang berada tepat di seberang taman tak jauh dari Pham Ngu Lao Street. Gampang mencarinya. Di sana juga berderet travel agent yang menjual paket tur hingga tiket pesawat, bus dan kereta. Setelah menunjukkan tiket kami kepada staf travel agent, kami diminta untuk masuk ke bus yang berada di seberang jalan mepet ke taman. Sekali lagi saya tidak terlalu suka dengan sleeper bus, tapi apa boleh buat memang nyaris semua bus ke Mui Ne yang longgar saat itu adalah tipe sleeper.
Kenapa saya tidak suka sleeper bus? Ini alasannya:
- Posisi tempat tidur yang nggak nyaman. Kalau yang dapat bagian atas, udah nyaris nyundul atap bus. Baik di atas maupun bawah tetap tidak bisa menikmati pemandangan di luar dengan nyaman, apalagi di bagian bawah, hanya bisa melihat situasi luar semacam mengintip dari kolong, tampak bawah doang. Kondisi ini bagi turis asing akan sulit mengidentifikasi lokasi tempat kita akan turun. Ya kalau kita turun di tempat yang sudah pasti, semacam terminal, tidak perlu tengak tengok untuk melihat keadaan apakah sudah sampai atau belum. Nah, kalau kita turun di tengah jalan? Bahaya bisa bablas kalau nggak lihat situasi luar. Sepanjang perjalanan akan kesulitan mencari sekadar tanda kita sampai di mana. Bagi bule dengan ukuran tubuh tinggi besar dari rata-rata orang Asia, sleeper bus adalah mimpi buruk. Kakinya tidak bisa selonjor, harus nekuk sepanjang jalan. Mau duduk kepala kebentur atap...kasihan hahaha.
- Harus copot sepatu atau sandal. Karena sudah pernah naik bus semacam ini, pagi-pagi dari hotel saya sudah simpan rapi sepatu di dalam tas. Pakai sandal lebih mudah. Kita masuk bus langsung disodori plastik kresek untuk menyimpang alas kaki.
- Bau kaos kaki...konsekuensi dari harus melepas sepatu, maka tak jarang bau kaos kaki penumpang menyergap. Jadi siap-siap aja bawa pengharum ruangan :)
Bule yang duduk di depan saya ini tersiksa selama 6 jam :) |
Kalau disuruh milih, saya sebenarnya milih bagian bawah. Tetapi hari itu kami mendapatkan tempat di bagian atas. Apapun kami mencoba menikmati perjalanan kurang lebih 6 jam ini. Tidak banyak yang bisa kami lakukan atau kami lihat, jadi kami memutuskan untuk tidur dan pasang head set.
Setelah perjalanan kurang lebih 6 jam, saya mulai melihat bau-bau pantai, dengan pohon-pohon kelapanya. Mui Ne adalah kawasan resort yang cukup terkenal di kawasan Vietnam bagian selatan, tepatnya berada di Provinsi Binh Thuan. Saat awal googling tentang Mui Ne, saya sudah sangsi bahwa saya akan menikmatinya. Kata-kata resort membuat saya harus melirik ke dompet. Saya juga banyak membaca bahwa lokasi yang dulu terasing ini, saat ini sudah beralih menjadi tempat istirahat para ekspatriat, orang-orang kaya, dan lain sebagainya. Tak heran di sepanjang pesisir pantainya berderet hotel-hotel jaringan besar maupun hotel kecil. Terus saya mau ngapain di sini dengan budget seadanya???
Oya, setelah masuk Phan Thiet yang merupakan kota terdekat dari pesisir, saya sempat diberitahu kondekturnya bahwa kami akan turun tepat di depan hotel yang kami booking. Saya sudah booking hotel di Mui Ne melalui www.booking.com. Ini sangat membantu, karena tiket bus akan mencantumkan lokasi hotel kita sehingga kita akan diturunkan di depan hotel seperti yang tertulis di tiket. Jadi saya pikir, kalau akan go show pasti repot sekali. Karena bisa saja kita diturunkan di sembarang tempat.
Saya sudah booking kamar di Mui Ne Sports Hotel. Dapat rate cukup bagus sekitar Rp 350.000-an, dibayar urunan. Saat bus masuk ke satu jalan utama di pesisir pantai, penumpang satu persatu diturunkan di depan hotel yang berjajar di pinggir jalan. Lalu tibalah kami untuk turun. Saat lepas dari bus, masih bingung juga, di mana hotel kami. Lalu kami menemukan papan nama hotel, masuk ke dalam sekitar 50 meter ke arah pantai. Masuklah kami...dan inilah hotel kami....taraaaaa :
sumber foto-foto di atas: www.booking.com |
Kaget aja dengan kondisi hotel yang saya booking. Gambar-gambarnya nggak nipu sama sekali. Persis plek. Bersih dengan cat putih, bangunan baru, lokasi hanya sekitar 20 meter dari bibir pantai. Kamarnya model minimalis yang dalam standar saya sangat bagus. Ada balkonnya, TV kabel, AC bagus, suara angin pantai yang kenceng masuk sampai ke dalam. Hanya satu hal, kami mendapatkan kamar di lantai tiga yang ke sononya naik tangga karena memang nggak ada lift. Tapi nggak apa-apa, sekalian olahraga.
Terus yang paling oke adalah staf-stafnya yang super ramah dan helpful. Nah, kami juga bertemu dengan pemiliknya langsung yang sangat low profile dan masih cukup muda. Dia yang membantu kami dengan menjelaskan apa dan bagaimana hotelnya. Malamnya kami bahkan kongkow ngobrol lama di pinggir kolam renang soal bagaimana dia merintis hotelnya. Oya, karena kami sampai di sana sudah sekitar jam 13.00 dan kami hanya semalam di Mui Ne, maka kami ingin memanfaatkan waktu benar-benar. Kami memutuskan ikut tur dengan jeep. Pihak hotel yang menguruskan semuanya. Harga tur cukup murah, karena kalau saya lihat di internet mahal-mahal. Jadi kita bisa mengambil private tour sekitar 5 jam dengan harga bervariasi tergantung jumlah orang yang akan dibawa oleh jeep dengan harga sampai USD 30 lho. Saya lebih memilih untuk bergabung dengan traveler lain dengan membayar USD 8, mengambil waktu siang itu juga dari sekitar pukul 14.00 - petang. Opsi lain, kita bisa memilih Subuh hingga Matahari bersinar. Jadi memang arahnya untuk mengejar sunset atau sunrise.
- Ada juga persewaan motor sekitar USD 8- USD 12. Tetapi saya tidak menyarankan. Bukan soal jalannya ya....jalannya bahkan sangat bagus, lebar dengan pemandangan pantai. Tetapi polisi di sini nakal. Saya sebelumnya sudah membaca di blog-blog bule tentang pengalaman mereka ditilang polisi saat menyewa motor. Saya pikir ah itu cuma lagi sial. Eh ternyata tidak. Saat saya ikut jeep tour, beberapa kali saya lihat di pinggir jalan ada bule diberhentikan polisi yang berseragam cokelat khaki. Dan polisi ini mengintai di beberapa titik. Saya pikir ini tidak fair ya...mereka pasti dengan mudah menilang (atau memeras?) turis asing dengan alasan tidak punya SIM untuk mengendarai motor. Kalau pun saya punya SIM C untuk motor di Indonesia, apa juga berlaku di sana? Kan tidak. Jadi ya...saran saya, jangan sewa motor. Mending ikut jeep tour bareng beberapa traveler.
Balik lagi ke rencana ikut jeep tour, kami punya waktu sekitar sejam untuk bersiap. Sekadar beristirahat sebentar setelah 6 jam perjalanan dari HCMC. Tidak berapa lama, kami turun. Di luar sudah ada jemputan. Ada sekitar 7 traveler di dalam jeep yang kami tumpangi. Jeep kemudian melaju ke jalan besar di pesisir pantai (jalan satu-satunya). Tidak ada guide yang menjelaskan kepada kami. Mereka hanya bilang kami akan di bawa ke Fishing Village dulu.
- Fishing Village : Sekitar 15 menit perjalanan dari hotel saya, kami tiba di satu titik di mana pemandangan ke lepas pantai cukup menarik. Kami semua diminta turun (tanpa tahu sedang di mana dan ini apa). Tetapi setelah itu kami ngerti juga, oh kami diminta menikmati pemandangan ini...yang memang bagus sih hihihi. Saya sebenarnya ingin lama-lama di sini. Tetapi grup saya ini kebanyakan bule-bule tua yang cuma melihat dari atas saja. Enggan turun. Praktis kami tidak lama-lama menikmati pemandangan indah ini.
Fishing Village |
- Fairy Stream (Suoi Tien): Kata apa ya yang bisa menggambarkan lokasi ini? Ini semacam aliran sungai yang airnya jernih dan dangkal dengan pasir di dasarnya. Lalu di kanan kiri ada pahatan padas yang indah, sisi lainnya ada rerimbunan pohon bambu dan lain sebagainya. Nah, di atas pahatan itu ada juga semacam gurun pasir dengan warna pasirnya merah. Relaxing place di tengah udara panas yang rata-rata 27 derajat Celcius. Saya sangat menikmati lokasi ini. Oya, di sini kita juga bisa naik Burung Onta tapi berbayar. Untuk ke Fairy Stream sendiri nggak bayar. Awalnya saya juga bingung, ini mau ngapain ya...jeep kami berhenti di semacam gang yang di ujung gang itu ada semacam toko kecil dan banyak warga lokal duduk-duduk. Saya asal ngikut aja bareng traveler lain yang menuju ke arah tertentu. Melewati runah penduduk sebelum kemudian turun ke sungai. Dan orang-orang yang di ujung gang itu ternyata adalah para sopir jeep yang menunggu turis yang mereka antar. Kami "dilepas" di sini sekitar 30 menit...oya, jangan takut, para sopir jeep ini ternyata saling kerja sama. Artinya, kalau ada turis grup kita ditunggu belum juga kembali, mereka akan dibawa oleh sopir lain. Jadi saat pergi dan saat kembali bisa jadi teman seperjalanan kita berbeda.
Fairy Stream |
- White Sand Dunes : kelar dari Fairy Stream, jeep membawa kami menyusuri jalur utama di pesisir pantai. Lumayan jauh dengan pemandangan sebelah kanan adalah lepas pantai...sampai kemudian kami disuguhi pemandangan yang menakjubkan. Sebuah sand dunes, semacam gurun pasir luas yang berwarna putih. Sand Dunes kalau dalam bahasa Indonesianya adalah Gumuk Pasir. Di Yogyakarta kita juga memilikinya, di dekat Pantai Parangtritis. Sand Dunes merupakan bentukan alam karena proses angin, sebagai bentang alam. Angin dari pantai ini kemudian membawa pasir yang membentuk sand dunes. Demi melihat White Sand Dunes ini, saya yakin ini terbetuk beratus tahun. Magnificent !!! Saya sampai ngangaaaa...indah banget dan luasssss. Oya, dari tempat jeep berhenti, kita harus jalan kaki. Bagi saya tidak masalah, tidak jauh kok...meskipun iya memang puaaanaaas sampai wajah saya gosong (biasanya hanya hitam belum gosong wkwkwk). Pilihan lain adalah bisa naik all-terrain vehicle (ATV) yang tentu saja bayar. Saya ogah. Mending jalan kaki saja. Saya juga sudah banyak membaca saran mereka yang pernah ke sini, mending nggak usah sewa ATV...percuma. Karena kalau sudah sampai di "gurun pasir"-nya, susah juga mengendarainya. Kalau saya sih alasannya bukan itu, tapi sayang duit aja.
White Sand Dunes |
Dan inilah highlight dari Mui Ne. Bagi saya, next stop apapun itu nggak akan bisa mengalahkan ini. Walaupun harus berpanas-panas kaki menginjak pasir, saya merasa pengorbanan ini layak banget. Jadi gurun ini sangat luas dan tinggi. Beberapa lekukan membuat pemandangan layer-layer yang luar biasa indah. Anginnya kenceng bangeeet...pasirnya putih bersih dan lembut. Maha Besar Tuhan Pencipta Alam !! saya ingin berlama-lama di sana kalau tidak mengingat wajah cemberut sopir jeep hahahaha. By the way...saya mungkin bisa bercerita dalam kalimat panjang lebar, tetapi saya jujur tidak pinter motret. Jadi saran saya, untuk membuktikan omongan saya bahwa White Sand Dunes layak dikunjungi, silakan googling image dengan kata kunci "White Sand Dunes" ....breathtaking !! Wes...pokoke aku ke sini lagi juga mau.
Kami hanya sekitar 30 menit berada di sini. Nggak enaknya kalau ngetrip dengan orang yang bukan teman kita ya begini, anggota grup satu jeep udah balik duluan, sementara saya dan teman saya masih pengen berlama-lama. Alhasil, mau tidak mau kami balik ke pos kedatangan.
- Red Sand Dunes : ini juga gumuk pasir, sebagai penutup jeep tour. Lokasinya searah jalan pulang (jadi tadi berangkatnya juga bakal melewati ini). Pasirnya berwarna merah, lokasinya lebih bising karena mungkin berada di dekat permukiman. Nah, banyak nih review buruk tentang lokasi ini karena banyak anak-anak yang menyewakan semacam papan untuk bermain seluncuran dari atas ke bawah. Mungkin keberadaan mereka mengganggu ya. Saya memang juga ditawari, tetapi saya menolak. Lokasi ini menurut saya masih kalah dengan White Sand Dunes ya...tetapi bagus juga kok. Di sini para turis diajak untuk berburu sunset. Saya? sudah kecapekan untuk naik...akhirnya malah nyari warung yang jual minuman. Sisanya cuma motret bayangan para sunset hunter hehehe.
Red Sand Dunes yang cuma bayangan doang :) |
Usai sudah jeep tour setengah hari. Kami kemudian diantar satu persatu menuju ke hotel masing-masing. Bagi saya, tur USD 8 tadi tidak buang-buang uang, sangat sepadan dengan duit yang saya keluarkan, tidak menyesal.
Petang itu, saya sudah pengen menciumi tempat tidur saking capeknya. Tetapi rencana tinggal rencana. Jauh-jauh ke Vietnam masak cuma mau numpang tidur. Setelah istirahat sebentar, mandi, malam itu saya nyari makan ke luar. Banyak tempat makan enak di sini, mayoritas menjual sea food. Harganya juga nggak mahal, cukupanlah. Yang menarik adalah, ada semacam food court yang tenant-tenant-nya adalah para bule. Mereka yang memasak dan melayani (dibantu orang lokal tentunya). Usut punya usut, ternyata kebanyakan adalah orang Rusia. Awalnya mereka berwisata, lalu mulai tinggal lama, lalu iseng-iseng usaha jual makanan. Nah, kata pemilik hotel tempat saya menginap, mereka buka restoran atau warung makan izinnya diatasnamakan warga setempat. Jadi ibaratnya hanya sebagai investor saja dan kadang-kadang ikut melayani. Dan menurut lidah saya, makanannya oke punya...
Petang itu, saya sudah pengen menciumi tempat tidur saking capeknya. Tetapi rencana tinggal rencana. Jauh-jauh ke Vietnam masak cuma mau numpang tidur. Setelah istirahat sebentar, mandi, malam itu saya nyari makan ke luar. Banyak tempat makan enak di sini, mayoritas menjual sea food. Harganya juga nggak mahal, cukupanlah. Yang menarik adalah, ada semacam food court yang tenant-tenant-nya adalah para bule. Mereka yang memasak dan melayani (dibantu orang lokal tentunya). Usut punya usut, ternyata kebanyakan adalah orang Rusia. Awalnya mereka berwisata, lalu mulai tinggal lama, lalu iseng-iseng usaha jual makanan. Nah, kata pemilik hotel tempat saya menginap, mereka buka restoran atau warung makan izinnya diatasnamakan warga setempat. Jadi ibaratnya hanya sebagai investor saja dan kadang-kadang ikut melayani. Dan menurut lidah saya, makanannya oke punya...
Next : Tragedi Paspor yang Raib....
4 comments:
Wah saya jadi pengen ke Mui Ne setelah baca ini.. penasaran dengan lanjutannya: ada apa dengan paspor kak Ari?!
@tereCya kudu ke sana ya :)
Terima kasih sudah mampir
menarik bingit..list berikiutnya ah :)
Tour Mui Ne Vietnamtravelco 's very nice
Post a Comment