|
foto:imageshack.us |
|
Salah satu hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam budgeting untuk traveling adalah makanan. Ini adalah hal utama yang tidak bisa diabaikan. Beberapa orang membuat budget makan secara berlebih, namun di sisi lain memiliki budget minim untuk keseluruhan tripnya.
Saya mendapatkan pertanyaan dari beberapa pembaca soal makanan ini sejak buku pertama saya terbit.
"Pantesan saja budget-nya bisa minim, setiap hari makan mie terus."
Itu salah satu yang keluar dari penilaian pembaca saya, saat membaca buku China. Padahal, saya makan mie di China itu bukannya mie instant itu, tetapi mie yang layaknya nasi, fungsinya sebagai bahan makanan pokok. Jangan lupa, di beberapa negara, mie itu juga makanan pokok lho, selain nasi. Ini misalnya di China atau di Suriname (kalo ini hasil ngutip kata Dubes Suriname di sebuah stasiun TV). Jadi jangan membayangkan mie itu selalu identik dengan mie instant.
Terlepas dari itu, kelihatan banget memang makanan adalah salah satu hal yang menjadi perhatian. Saya tidak akan berteori banyak, karena saya tahu standar masing-masing orang dalam hal makan dan memilih makanan tentu beda. Saya hanya akan memberikan tips berdasarkan pengalaman saya dalam menghemat budget untuk makan saat traveling. Syukur kalau berguna buat Anda, kalau kagak...anggap tulisan ini angin lalu.
1). Saya akan melakukan riset terlebih dahulu ke mana saya traveling, kemudian melihat biaya makan di sana rata-rata berapa. Singapore misalnya, sekali makan minim bisa 2,5 SGD atau dengan asumsi 1 SGD = Rp 7.000, maka sekali makan Rp 17.500. Itu belum pakai minum. Kalau tambah minum, sekitar 1-1.2SGD atau kurang lebih Rp 8.000-an. Di Malaysia, sekali makan yang murah bisa 3 RM dengan asumsi 1 RM = Rp 3.000, maka dapat deh makanan Rp 9.000. Tetapi, untuk mencari makan dengan harga 3 RM di Malaysia gak gampang. Mungkin di daerah pinggiran, atau warung kecil. Rata-rata 5 - 7 RM atau Rp 15.000 - Rp 21.000-an. Belum minumnya sekitar 1,5 RM atau hampir Rp 4.000-an.Di Thailand bisa dapat sekali makan 25 Baht dengan asumsi 1 Baht = Rp 300, jadi cuma bayar Rp 7.500, minum/buah bisa dapat 10 Baht saja. Nah dari riset-riset semacam itu, saya bisa memastikan, budget makan saya di Singapore/Malaysia harus lebih tinggi dibandingkan dibandingkan dengan Thailand.
2).Dari riset itu, saya biasanya menetapkan batas maksimal. Di Singapore, kalaupun tidak nemu hawker yang jual makanan 2.5 SGD, maka maksimal saya akan makan 5 SGD, tidak boleh lebih dari itu. Ini juga berlaku untuk negara lain dengan variabel harga berbeda tentu saja. Dan saya harus committed dengan aturan yang saya buat sendiri ini.
3). Saya menghindari makan di jaringan fastfood terkenal seperti KFC, McDonald, Burger King, dan lain sebagainya. Pilihan saya selalu food street. Selain soal murah, mengeksplorasi food street itu juga menyenangkan. Ada bagian dari aktivitas ini yang saya suka, yaitu menemukan makanan-makanan baru, khas setempat, yang tidak saya temukan di Indonesia.
4). Saya selalu tinggal di hostel yang menyediakan free breakfast. Tetapi saya juga perlu tegaskan nih, saya bukan orang yang harus makan 3x sehari. Ini subyektif. Perlu saya garis bawahi, karena saya jarang banget sarapan. Sudah terbiasa sejak jaman sekolah, karena kalau sarapan perut malah sakit. Tetapi saat traveling, saya melakukan beberapa hal untuk kompromi, karena bagaimana pun saya perlu tenaga buat jalan-jalan. Nah, jatah sarapan di hostel (biasanya roti selai) tetap saya ambil. Bahkan saya sering ambil dobel (di Singapore saya lakukan ini untuk menghemat). Nah, jatah itu menjadi bekal makan saya buat jalan-jalan dan kadang makan siang. Tidak bergizi? siapa bilang....saya pikir kandungan gizinya juga sama kok. Dari langkah ini, saya menghemat uang untuk beli sarapan, bahkan untuk makan siang.
5). Sekarang soal lunch/dinner . Saya sering banget memanfaatkan 7/11 atau toko-toko roti untuk memenuhi jatah makan siang saya saat di Thailand. Dengan sandwich gemuk seharga 12 Baht kurang lebih, sudah membuat saya kenyang. Di China misalnya, makan biasa minimal 6 CNY dengan asumsi 1 CNY = Rp 1.300, nah di toko-toko roti, saya bisa mendapatkan roti wijen segede anak Kingkong dengan hanya 2 CNY. Di Kuala Lumpur, saya juga jatuh hati dengan Bread History di Berjaya, Time Square, yang menjual roti-roti gede dan tahan hingga tiga hari dengan harga 5 RM more less, bisa buat beberapa kali jatah makan. Tetapi ini tidak selalu saya lakukan lho...cuma untuk improvisasi menghemat biaya. Banyak toko roti lezat dan murah yang bisa kita manfaatkan untuk makan siang/malam. Makan kan tidak harus nasi sayur dan lauk ya? itu kalau versi saya hehehe.
6). Minuman sedikit demi sedikit juga menggerogoti kantong. Di Singapore, ampun-ampunan mahalnya air putih, mana minumnya sudah kayak onta...cegluks...cegluks...cegluks...tanpa berhenti.. Makanya saya selalu sedia botol bekal minum, lalu diisi penuh saat di hostel, atau di tempat umum yang memiliki kran air drinkable. Di Malaysia, satu hostel tempat saya menginap menjual minuman soda dan air mineral dengan harga miring, bahkan lebih murah dibanding 7/11. Di depan lemari pendinginnya mereka menempelkan tulisan itu hehehe. Saat saya cek dengan harga 7/11, iya memang benar lebih murah. Aneka jus di pinggir jalan di KL juga murah dibanding kita beli minum di food court barengan dengan beli makan. Aneka jus ini hanya 1,5 RM. Jangan khawatir, membawa minuman ke food court gak apa-apa kok. Meskipun misalnya ada larangan, saya belum pernah diusir gara-gara hanya pesan makanan.
7). Saya suka sekali buah. Ini cara ampuh untuk mengganjal mulut yang suka ngemil, sekaligus mengirit minum. Di Thailand, saya suka sekali buah potong yang segar-segar seharga 10 Baht satu plastik kecil atau Rp 3.000. Buah-buahan ini mampu mengerem mulut saya untuk ngemil yang lain, sekaligus menambah pasokan air ke dalam tubuh saya. Kalau ngemil makanan lain, maka dipastikan akan mahal dan boros air hehehehe.
8). Saya ke Singapore pernah bawa 5 cup mie instant. Rencana saya sih cuma buat makan malam saja, dan idenya bukan buat menghemat. Saya membawa ini sebenarnya karena sering merasa tidak cocok dengan makanan setempat. Jadi untuk menambal kangen saya akan makanan Indonesia, saya bawa itu. Eh...malah kemudian ini mampu menghemat biaya cukup banyak.
9). Kalau Anda traveling bersama teman, coba deh saat pesan makanan jangan langsung masing-masing pesan. Pertama, pesen satu dulu, lihat ukuran porsinya. Sepanjang pengalaman, porsi makan orang di negara lain gede-gede banget, bisa buat berdua. Nah, kalau Anda makannya gak banyak, sayang kan kalau sisa? Lebih baik sepiring berdua. Kedua, belum tentu setelah pesen langsung doyan kan? Nah mending pesen satu, lalu diicip-icip. Kalau cocok, baru pesen lagi. Kalau nggak cocok, risiko ditanggung bareng, satu porsi itu dibayar berdua. Hemat kan :)
10).Jangan malu untuk menanyakan harga makanan. Itulah kenapa di sepanjang Malioboro, Yogyakarta pemerintah daerah setempat memberikan pengumuman yang ditempel, agar pembeli menanyakan harga. Karena di wilayah-wilayah turis memang banyak jebakan. Tidak sedikit turis yang melayangkan surat pembaca di media yang mengeluhkan "jebakan" di lesehan Malioboro. Karena tiba-tiba saja kelar makan langsung hantam kromo sekian puluh ribu.
11). Carilah warung makan di wilayah yang tidak termasuk touristy places. Agak ke kampung, wilayah sekolah, kampus, pasar tradisional, biasanya menjual makanan dengan harga murah.
Point-point di atas setidaknya cukup menghemat biaya traveling saya. Mungkin ada beberapa yang Anda cocok, namun ada juga yang tidak, silakan sesuaikan saja. Semoga berguna :)
Regards,
A